Ridho Orangtua, Kisah Haru Zulpikar Harahap Menuju ke Baitullah
SINARPOS.com – Medan, 24 Mei 2025 || Langit biru terbentang luas, bebas dari awan, seakan menyampaikan ketenangan yang mendalam. Sinar matahari menyinari bumi dengan cahaya lembut, hangat namun tak menyengat, menciptakan suasana damai yang menyentuh jiwa.
Begitulah gambaran Makkah pada saat itu, seperti yang dirasakan oleh salah satu jamaah haji asal Pakpak Bharat, seorang ASN yang menjabat Kepala KUA Kecamatan Sitellu Tali Urang Julu, Kabupaten Pakpak Bharat.
Muhammad Zulpikar Harahap, yang lebih dikenal dengan sebutan Ustaz Zul, adalah sosok yang menggantikan ayahnya untuk menunaikan ibadah haji.
Seorang imam dan penceramah, Ustaz Zul melangkah menuju Baitullah dengan niat tulus sebagai bentuk pengabdian dan bakti kepada orang tua.
BACA JUGA : Penantian Selama Belasan Tahun, Pasutri Pedagang Sembako Akhirnya Berangkat ke Tanah Suci
Perjalanan Spiritual yang Dimulai dengan Cita-Cita Bersama Orang Tua
Perjalanan haji Ustaz Zul dimulai pada 3 Januari 2013, bertepatan dengan ulang tahun Kementerian Agama Republik Indonesia.
Pada hari itu, ayah dan ibu beliau resmi mencatatkan diri sebagai calon jamaah haji. Meski saat itu belum tahu kapan akan diberangkatkan, niat untuk menunaikan ibadah haji sudah tertanam dalam hati.
“Mudah-mudahan berangkat dengan cepat,” doa mereka pun terucap penuh harap.
Namun, takdir berkata lain. Pada akhir Mei 2019, sang ayah jatuh sakit.
Ustaz Zul mengenang dengan haru, “Ayah dirawat di rumah sakit Tebing Tinggi, kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Medistra Medan. Di sana, beliau didiagnosis menderita Anemia Aplastik dan selanjutnya dirujuk ke Rumah Sakit Haji.”
Bakti kepada Orang Tua: Mengorbankan Karier demi Cinta
Saat mendapat kabar bahwa sang ayah sakit, Ustaz Zul yang saat itu telah bertugas sebagai imam di Masjid Ubudiyah Simpang Tangsi Brandan, Pangkalan Brandan, Kabupaten Langkat, langsung pulang ke kampung halamannya di Desa Bandar Tengah, Kecamatan Bandar Kalipah, Kabupaten Serdang Bedagai.
BACA JUGA : Pengalaman Mistis Ibu Tiur Simamora di Tol Gabus: “Seperti Masuk Gua, Jalan Tak Terlihat!”
Ia meninggalkan pekerjaannya dan merawat sang ayah dengan penuh cinta selama tiga bulan.
Takdir kembali memisahkan mereka, karena pada Agustus 2019, ayahanda Ustaz Zul menghembuskan nafas terakhir.
Meskipun kesedihan mendalam menghampiri keluarga, Ustaz Zul merasakan berkah dari kesabaran dan keikhlasannya dalam merawat sang ayah hingga akhir hayat.
Keberkahan yang Mengalir: Lulus CPNS dan Mendapatkan Kesempatan Haji
Setelah melalui masa-masa berat, keberkahan yang didapatkan pun tak terduga. Ustaz Zul berhasil lulus CPNS pada tahun 2020 dan mendapatkan posisi sebagai Penghulu di Kementerian Agama Kabupaten Pakpak Bharat.
Namun, berkah yang paling menggembirakan datang ketika Allah memberi kesempatan kepadanya untuk berangkat haji, menggantikan posisi orang tuanya yang telah tiada.
BACA JUGA : Mimpi Mukjizat Pengobatan Alami Ibu Tiur Simamora, Ramuan Tradisional Penyembuh Penyakit Dalam
Sesuai kesepakatan dengan ahli waris, Ustaz Zul dipilih sebagai pengganti ayahnya untuk memenuhi panggilan Allah ke Baitullah.
Tahun 2025 menjadi tahun yang penuh harapan bagi Ustaz Zul. Niatnya untuk menunaikan ibadah haji bersama ibunda tercinta telah tumbuh lama dalam hatinya.
Namun, takdir kembali berpihak pada ujian, karena sang ibunda kini juga tengah terbaring sakit, tubuhnya semakin melemah dari hari ke hari.
Impian untuk bersama-sama menunaikan ibadah haji bersama ibunya kini hanya bisa terbayang sebagai angan-angan yang masih menggantung di langit doa.
Doa Anak kepada Ibu yang Sakit: Harapan yang Tak Pernah Pudar
Dalam momen-momen penuh harapan ini, Ustaz Zul hanya bisa menatap ibunya dengan penuh kasih sayang dan harapan. Hatinya dipenuhi doa-doa yang tak pernah putus, berharap Allah memberikan kesembuhan, keberkahan, dan usia panjang bagi ibunda tercinta.
BACA JUGA : Tingkatkan Kesejahteraan Papua: Dedikasi dan Pesan Tokoh Fenomenal Bunda Tiur Purba Simamora
“Kami anak-anakmu masih ingin berlama-lama bersamamu, Mak,” bisiknya dalam hati, seolah berharap waktu dapat berhenti sejenak agar ia bisa tetap berada di samping ibunya.
Kenangan akan sang ayah pun datang begitu kuat dalam ingatan Ustaz Zul. Ayahanda tercinta telah lebih dulu meninggalkan dunia ini, mendahului perjalanan ke Baitullah yang dulu menjadi cita-cita bersama.
Kini, yang bisa dilakukan Ustaz Zul hanyalah mendoakan ayahnya dari kejauhan, dengan penuh kerinduan dan ketundukan.
“Ya Allah,” ujarnya lirih dalam setiap sujud, “lapangkanlah kubur ayahandaku, ampuni segala dosa dan khilafnya, terimalah seluruh amal ibadahnya selama hidup di dunia. Tempatkanlah ia di sisi-Mu yang terbaik, di surga-Mu yang paling indah. Jadikanlah kuburnya laksana taman dari taman-taman surga-Mu, bukan lubang dari lubang-lubang.”
Air Mata dan Keikhlasan dalam Ikhtiar
Air mata sering kali jatuh tanpa bisa dibendung. Bukan karena kelemahan hati, namun karena dalamnya cinta dan kerinduan yang belum sempat terwujudkan.
Dalam setiap doa yang terucap, Ustaz Zul memohon kepada Allah, berharap agar segala ikhtiar, harapan, dan takdir yang datang bisa terwujud dengan penuh keberkahan.
“Ya Allah,” doanya dalam diam yang pilu, “kabulkanlah doa dan pintaku ini.”
Kisah Ustaz Zul adalah contoh nyata dari keikhlasan seorang anak dalam menjaga orang tua dan bagaimana berkah dari Allah datang dalam bentuk yang tak terduga.
Perjalanan hidupnya mengajarkan kita untuk senantiasa berharap dan berdoa, meski takdir terkadang membawa kita pada jalan yang berliku.
Semoga Ustaz Zul dan keluarga senantiasa diberkahi, dan semoga impian untuk menunaikan ibadah haji bersama ibunda tercinta bisa terwujud, meskipun dalam bentuk yang berbeda.
(ard/Humas)
Eksplorasi konten lain dari SINARPOS.com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.