Pengacara Ujang Suhana SH angkat bicara tentang Penanganan Limbah Medis B3: Seruan Tegas untuk Transparansi dan Tindakan
Sinarpos.com – Karawang -rabu (16/4/2025) Dengan maraknya temuan limbah medis yang tidak ditempatkan sesuai aturan, Ujang Suhana SH menyampaikan apresiasi mendalam kepada LSM, ORMAS, Media, dan Jurnalis. Mereka telah bekerja tanpa pamrih demi kepentingan serta keselamatan masyarakat, meskipun sering menghadapi berbagai hujatan dan cacian. Pengabdian mereka jarang diapresiasi oleh masyarakat maupun pemerintah, termasuk lembaga legislatif daerah dan pusat. Dedikasi mereka layak mendapat penghormatan.
Selanjutnya, Ujang Suhana mengucapkan terima kasih kepada Gubernur Jawa Barat dan Bupati Karawang atas sikap tegas mereka dalam upaya bersih-bersih di lingkungan OPD, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Ketegasan ini harus diwujudkan tanpa pandang bulu, tanpa pengecualian, serta dilaksanakan secara menyeluruh.
Terkait kelalaian atau kesengajaan pihak-pihak tertentu, seperti oknum rumah sakit, dalam pengelolaan limbah medis B3, saya menegaskan bahwa tindakan tegas wajib diterapkan kepada siapa saja yang melanggar aturan kesehatan dan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Sebagaimana diatur dalam pasal 104 UU tersebut, pelaku dapat dikenai pidana penjara hingga 3 tahun dan denda sebesar 3 miliar rupiah.
Jika pelanggaran dilakukan oleh perusahaan, ancaman hukuman diperberat menjadi penjara tambahan hingga 15 tahun dan denda sebesar 15 miliar rupiah. Hal ini juga berlaku bagi puskesmas jika pengelolaan limbah B3 tidak sesuai prosedur dan menyebabkan gangguan kesehatan masyarakat, keamanan, serta pencemaran lingkungan. Berdasarkan Pasal 40 (1) UU PPLH, pelaku dapat dipidana penjara antara 4 hingga 10 tahun dan dikenai denda mulai dari Rp 100 juta hingga Rp 5 miliar. UU PPLH juga mengatur tentang sistem perlindungan pengelolaan limbah B3 dalam Pasal 60.
Lebih lanjut, peraturan terkait juga terdapat dalam UU No. 18 Tahun 2008 dan PP No. 81 Tahun 2012, yang mencakup berbagai pasal penting seperti Pasal 1 Ayat 1, Pasal 2 Ayat 1 dan 3, Pasal 13, Pasal 16 UU No. 18 Tahun 2008, serta Pasal 10, 17, 18, dan 21 PP No. 81 Tahun 2012.
Namun, jika hanya diberikan sanksi administrasi kepada pelaku, maka perlu dipertanyakan alasan di balik keputusan tersebut. Jangan sampai ketegasan Gubernur dan Bupati berhenti di level OPD, sementara oknum kepala dinas, oknum dinas, oknum aparat penegak hukum, maupun oknum legislatif yang membidangi persoalan ini malah memanfaatkan kondisi sebagai lahan negosiasi untuk meringankan hukuman. Hal ini menunjukkan adanya “Preman Berdasi,” atau preman intelektual dan profesional, yang harus diberantas dan diberi hukuman berat sesuai aturan undang-undang.
Pelanggaran limbah medis B3 yang terus terulang menunjukkan lemahnya implementasi sanksi yang tegas sesuai aturan UU. Jika pelanggaran dipelihara sebagai bahan negosiasi dan keuntungan bagi pihak tertentu, maka tindakan tersebut melibatkan kolusi berjamaah. Oleh karena itu, saya mengapresiasi upaya LSM, ORMAS, wartawan, serta jurnalis yang telah membantu mengungkap kasus ini. Kita tunggu keberanian Gubernur, Bupati Karawang, dan aparat penegak hukum untuk bertindak tegas. Jika tidak ada langkah nyata, maka sikap bicara lantang untuk bersih-bersih menjadi tidak berarti. Bahkan lebih baik, jika tidak mampu bertindak tegas, pejabat terkait seharusnya mengundurkan diri dari jabatan mereka.
Salam sehat dan terima kasih.
( Iyut Ermawati)
Eksplorasi konten lain dari SINARPOS.com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.