Desakan Keadilan: Tuntaskan dan Adili Mafia Tanah yang Menyengsarakan Rakyat Kecil
SINARPOS.com – Jakarta, 12 Maret 2025 || Ketua Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Anti Korupsi dan Penyimpangan Anggaran Nasional (DPP GAKORPAN), Dr. Bernard, bersama Dian Wibowo, SH., MH., dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Presisi, menegaskan perlunya tindakan tegas terhadap dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh PT Pasangkayu dan PT Agro Lestari di Provinsi Sulawesi Barat.
Perusahaan tersebut diduga terlibat dalam perambahan kawasan hutan lindung, penyerobotan tanah adat, dan pelanggaran izin Hak Guna Usaha (HGU) yang berujung pada penderitaan masyarakat kecil dan kerusakan ekosistem.

Dr. Bernard menyoroti bahwa tindakan ini tidak hanya melanggar hukum agraria tetapi juga melanggar hak asasi manusia. “Kami mendesak aparat penegak hukum untuk segera mengusut tuntas kasus ini. Masyarakat kecil membutuhkan perlindungan hukum yang adil. Ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut karena menyangkut keadilan rakyat dan kelestarian lingkungan,” tegasnya dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta.
Dian Wibowo menambahkan bahwa pelanggaran yang dilakukan oleh PT Pasangkayu harus mendapatkan perhatian serius dari pemerintah pusat. Dia juga menekankan pentingnya peran aktif lembaga penegak hukum untuk membawa para pelaku ke pengadilan.
“Hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu agar ada efek jera bagi mafia tanah dan korporasi yang melanggar aturan,” jelas Dian.
Laporan ke Presiden dan Jaksa Agung atas Kerugian Lingkungan dan Sosial
Masyarakat adat yang terdampak, bersama LBH Pers dan Gerakan Solidaritas Nasional RPG.08, telah mengajukan laporan resmi kepada Presiden Jenderal (Purn) H. Prabowo Subianto serta Jaksa Agung RI, Prof. Dr. Sanitar Burhanudin, SH., MH. Mereka menuntut tindakan tegas yang menjadi sinyal kuat pemberantasan mafia tanah dan spekulan yang merugikan rakyat kecil.
Dr. Bernard juga mendukung keberadaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) mengenai hukuman mati bagi koruptor yang telah disahkan oleh DPR RI. “Langkah ini penting sebagai komitmen negara dalam memberantas praktik korupsi dan mafia tanah,” ungkapnya.
PT. Pasangkayu diduga melanggar UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), yang dapat dikenakan sanksi berat, termasuk pidana penjara hingga 10 tahun dan denda maksimum Rp10 miliar.
Selain itu, aktivitas perusahaan ini menyebabkan kerusakan hutan lindung serta mengganggu kehidupan masyarakat adat yang telah lama bergantung pada lahan tersebut.
Aktivis lingkungan, Dedi, menyebutkan bahwa pelaporan kasus ini bertujuan untuk memulihkan keadilan ekologis sekaligus menyelamatkan kawasan hutan yang tersisa.
“Kami ingin menyampaikan pesan bahwa penegakan hukum adalah kunci untuk melindungi hak masyarakat dan ekosistem,” tegas Dedi dalam wawancara singkat.
Masyarakat Pasangkayu dan para aktivis berharap agar aparat penegak hukum segera bertindak untuk menyelesaikan masalah ini secara tuntas dan adil. Mereka juga mengingatkan bahwa keadilan sosial dan lingkungan harus menjadi prioritas utama pemerintah.
Sebagai langkah selanjutnya, pengawasan langsung oleh media, lembaga hukum, dan masyarakat sangat diperlukan agar kasus ini tidak hanya menciptakan efek jera bagi para pelaku, tetapi juga memastikan terwujudnya keadilan yang sesungguhnya.
**Redaksi SINARPOS.com Jakarta : Dr. Bernard Burdju Siagian, SH dan Tim
Eksplorasi konten lain dari SINARPOS.com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.