Kunjungan Ketua Umum PW FRN ke Makam Sultan Demak Diikuti Mimpi Misterius Harimau Coklat, Tanda Alam yang Rusak

SINARPOS.comJakarta, 24 Mei 2025 || Setelah melakukan kunjungan dan ziarah ke makam Sultan Tronggono, Raden Pattah, dan Adipati Yunus (Pangeran Sabrang Lor) di Kesultanan Demak, Ketua Umum Perkumpulan Wartawan Fast Respon (PW FRN), R. Mas MH Agus Rugiarto SH, mengalami pengalaman mistis saat tidur.

Ia dikunjungi oleh sosok harimau coklat dalam mimpinya. Hal ini menurutnya merupakan pertanda buruk, sebagai simbol bahwa alam hutan tidak berada dalam kondisi baik.

Mengacu pada tafsiran mimpi yang ditemukan di situs pencarian Google, harimau coklat gaib diyakini sebagai sebuah pesan kuat bahwa ada kesalahan besar yang telah dilakukan terhadap alam, lingkungan, dan sesama manusia.

Dalam beberapa interpretasi, mimpi seperti ini bisa mencerminkan perusakan alam atau pelanggaran norma-norma sosial.

Menurut salah satu artikel di Google, arti mimpi tentang harimau coklat gaib adalah sebagai berikut:

“Adanya harimau gaib diyakini sebagai pesan bahwa ada kesalahan yang telah dilakukan, baik terhadap lingkungan, manusia, atau hal-hal yang bersifat gaib. Ini bisa berupa tindakan yang merusak alam, perbuatan yang melanggar norma, atau tindakan yang merugikan orang lain.”

Pada kesempatan tersebut, Agus Rugiarto menyampaikan pesan kepada masyarakat, terutama mereka yang terlibat dalam kegiatan merusak alam, seperti penambangan ilegal atau pembalakan hutan, untuk berhenti merusak kekayaan alam.

“Raja hutan (singa) sudah mulai marah,” ungkapnya.

“Jika mengikuti saran saya, tidak masalah. Namun jika tidak ingin, itu juga terserah,” tambahnya.

Agus juga menyebutkan bahwa tanda-tanda seperti ini sering kali datang menjelang bencana besar, seperti yang pernah dialaminya sebelumnya sebelum Tsunami Aceh, di mana ia sempat bermimpi melihat tengkorak berserakan.

Begitu juga sebelum bencana di Sulteng, di mana ia memimpikan petir yang membela tanah, dan beberapa kejadian lainnya.

“Biasanya, tanda-tanda ini datang sebagai fasilitator untuk disampaikan kepada manusia lainnya. Mau diterima atau tidak, itu pilihan kita masing-masing,” ujarnya, yang dikenal dengan julukan “Agus Flores.”

Ketika ditanya tentang solusi untuk menghindari bencana alam, Agus mengungkapkan bahwa tidak ada solusi langsung, selain dengan mengurangi perilaku merusak alam dan berdoa kepada Tuhan untuk menghilangkan bala tersebut.

“Kita adalah ciptaan Allah, dan seharusnya manusia mengikuti petunjuk Allah. Jika Tuhan memberikan peringatan seperti ini, saya sangat sedih melihat mereka yang tidak bersalah menjadi korban,” tegasnya.

Agus mencontohkan beberapa bencana alam yang terjadi di Indonesia, seperti gempa di Bengkulu, banjir di berbagai daerah, banjir rob di Jawa Tengah, dan banyak lagi.

Ia menambahkan, “Kita hanya bisa pasrah. Syukurlah, Tuhan masih mengingatkan kita. Jika Tuhan tidak memberikan peringatan lagi, bencana yang lebih parah mungkin akan terjadi.”

BERITA TERKAIT

BERITA KHUSUS (VIDEO STREAMING)

GIIAS 2025

Belasan Media Nasional Kawal Kasus Kematian Imam Komaini Sidik: Dugaan Pembunuhan Terencana, Hanya Satu Tersangka Ditahan?

Belasan Media Nasional Kawal Kasus Kematian Imam Komaini Sidik: Dugaan Pembunuhan Terencana, Hanya Satu Tersangka Ditahan?

Keluarga Korban Pembunuhan Imam Komaini Sidik Desak Pengungkapan Komplotan Pelaku: “Kami Percaya Ini Bukan Ulah Satu Orang”

Keluarga Korban Pembunuhan Imam Komaini Sidik Desak Pengungkapan Komplotan Pelaku: “Kami Percaya Ini Bukan Ulah Satu Orang”

Kantor Penasehat Hukum Hendri C Saragi, SH Desak Otopsi Jenazah Imam Komaini Sidik Oleh Tim Medis TNI: Mengungkap Tabir Kematian yang Penuh Tanda Tanya

Kantor Penasehat Hukum Hendri C Saragi, SH Desak Otopsi Jenazah Imam Komaini Sidik Oleh Tim Medis TNI: Mengungkap Tabir Kematian yang Penuh Tanda Tanya

Tragedi Pembunuhan Menyimpan Tanda Tanya, Ada Apa di Balik Peritiwa ini ?

Tragedi Pembunuhan Menyimpan Tanda Tanya, Ada Apa di Balik Peritiwa ini ?

Jalan Rusak di Daerah Pesantren Kelapa Sawit: Suara Warga yang Tak Kunjung Didengar

Jalan Rusak di Daerah Pesantren Kelapa Sawit: Suara Warga yang Tak Kunjung Didengar