Eks Ketua KPU Jawa Barat Hadirkan Tiga Ahli di Sidang PTUN Jakarta Melawan KPU RI
Ummi Wahyuni Hadirkan Tiga Ahli di Sidang PTUN Jakarta Melawan KPU RI
SINARPOS.com – Jakarta, 28 Mei 2025 || Pada sidang Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang berlangsung pada Selasa, 27 Mei 2025, Ummi Wahyuni, mantan Ketua KPU Provinsi Jawa Barat, melalui tim kuasa hukumnya dari kantor hukum Fitriadi & Permana Lawyers, yang dipimpin oleh Geri Permana, menghadirkan tiga orang ahli untuk memberikan keterangan terkait Keputusan KPU Nomor 1811/2025 yang memberhentikan dirinya dari jabatan Ketua KPU Provinsi Jawa Barat.
Tiga ahli yang dihadirkan adalah Feri Amsari, pakar hukum tata negara dari Fakultas Hukum Universitas Andalas, Abhan, mantan Ketua Bawaslu RI Periode 2017-2022, dan Jeirry Sumampouw, mantan Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Periode 2007-2009.
Keterangan mereka memberikan perspektif mendalam mengenai aspek hukum, tata negara, dan penyelenggaraan pemilu yang relevan dengan perkara yang sedang diuji di PTUN.
Pernyataan Ahli: Konsep Kelembagaan DKPP
Feri Amsari menjelaskan bahwa meskipun Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memainkan peran penting dalam pengawasan pemilu, ia bukanlah lembaga yang disebutkan secara eksplisit dalam UUD 1945.
BACA JUGA : Diberhentikan Dari Jabatannya, Mantan Ketua KPU Kabupaten Garut Tempuh Upaya Administratif
Dalam kajian historis dan implementatif, DKPP dianggap sebagai lembaga kuasi-judisial atau kuasi-eksekutif, bukan lembaga peradilan utama seperti Mahkamah Agung atau Mahkamah Konstitusi.
Amsari menegaskan bahwa keputusan DKPP, meskipun bersifat final dan mengikat, harus diterjemahkan dengan hati-hati dalam konteks hukum yang lebih luas.
Menurutnya, objek sengketa dalam perkara ini adalah Keputusan KPU yang menindaklanjuti Putusan DKPP. Oleh karena itu, tidak perlu ada perdebatan lebih lanjut mengenai objek sengketa ini. Amsari juga menambahkan bahwa jika terdapat kesalahan dalam prosedur atau penerapan norma oleh DKPP, maka hal itu dapat diuji di PTUN.
Ahli Kedua: Abhan Menyoroti Legitimasi Pengaduan di DKPP
Abhan, mantan Ketua Bawaslu RI, mengungkapkan bahwa dalam UU Pemilu, peserta pemilu terbatas pada partai politik untuk Pemilu legislatif dan perseorangan untuk Pemilu DPD, serta pasangan calon yang diusulkan partai politik untuk Pemilu Presiden.
Sehingga, menurut Abhan, seseorang yang mengaku sebagai peserta pemilu harus dapat membuktikan legal standing-nya, misalnya dengan kuasa tertulis dari partai politik yang mengajukan pengaduan.
BACA JUGA : Kuasa Hukum: Gugatan Ummi Wahyuni Terhadap KPU RI Resmi Didaftarkan ke PTUN Jakarta
Jika tidak dapat membuktikan hal tersebut, pengaduan tersebut harusnya tidak diterima.
Ahli Ketiga: Jeirry Sumampouw Soroti Kewenangan KPU dalam Proses Rekapitulasi
Jeirry Sumampouw, yang juga mantan anggota Pokja Pembentukan Peraturan DKPP, berbicara tentang pentingnya reformasi kelembagaan DKPP.
Ia mengungkapkan bahwa meskipun DKPP awalnya dibentuk untuk mengawasi perilaku penyelenggara pemilu, dalam praktiknya banyak putusan DKPP yang dibatalkan oleh PTUN. Oleh karena itu, diperlukan pembaruan kelembagaan DKPP agar lebih efektif ke depannya.
Sumampouw juga menyoroti bahwa proses rekapitulasi hasil pemilu oleh KPU bersifat berjenjang dan kolektif, yang berarti keputusan terkait hasil pemilu tidak bisa dilakukan oleh satu orang saja.
Penetapan hasil akhir suara oleh KPU RI, bukan KPU Provinsi, adalah langkah yang harus diikuti dengan tanggung jawab kolektif, dan kesalahan yang terjadi dalam proses tersebut harus diperbaiki oleh KPU RI, bukan oleh KPU Provinsi.
Harapan Kuasa Hukum Ummi Wahyuni
Geri Permana, pengacara yang mewakili Ummi Wahyuni, menyatakan bahwa argumen yang disampaikan dalam gugatan, serta keterangan dari para ahli, telah menunjukkan kesesuaian dengan fakta-fakta yang ada.
BACA JUGA : Evaluasi Pilkada 2024, KPU Garut Bahas Penurunan Partisipasi Pemilih
Berdasarkan itu, ia berharap Majelis Hakim PTUN Jakarta dapat mempertimbangkan dengan seksama seluruh bukti yang diajukan dan memutuskan perkara ini sesuai dengan permintaan dalam petitum gugatan.
Sidang ini menjadi perhatian penting, karena dapat memberikan preseden hukum terkait kewenangan lembaga pemilu dan tata cara pengawasan dalam proses demokrasi Indonesia.
Ummi Wahyuni berharap agar hak-haknya sebagai seorang penyelenggara pemilu yang sah dapat ditegakkan dengan adil.
(Yd)
Eksplorasi konten lain dari SINARPOS.com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.