Kasus BBM Bersubsidi dan Praktik Perikanan Ilegal Masih Beroperasi di Sibolga Tapanuli Tengah
SINARPOS.com Sibolga – Tapanuli Tengah (Tapteng) || Berdasarkan informasi, sejak bulan September 2022, Polres Sibolga sudah menetapkan enam tersangka dalam kasus penjualan BBM bersubsidi ilegal jenis solar. Namun Hinga kini, kasus pelanggaran yang terjadi di sibolga nauli masih terus berlanjut dan dugaan adanya kerlibatan oknum aparat hingga pejabat, belum ada penindakan ataupun penangkapan terhadap para pelaku tersebut baik dari pihak Penegak Hukum maupun Pemerintah.
Modus operandi yang digunakan adalah membeli BBM dengan harga murah di tangkahan dan menjualnya kembali ke perairan Pantai Barat Sumatera menggunakan kapal yang tidak sesuai peruntukannya.
BBM disimpan dalam palka kapal untuk mengelabui petugas. Para tersangka dijerat dengan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas, dengan ancaman hukuman maksimal enam tahun penjara dan denda Rp60 miliar.
Beberapa gudang ikan atau tangkahan di Jalan KH Ahmad Dahlan, Kota Sibolga, diduga kuat sebagai tempat penimbunan BBM subsidi jenis solar.
Modusnya melibatkan mobil dump truk yang mengumpulkan BBM dari beberapa SPBU, kemudian disalurkan ke drum atau tangki di dalam gudang menggunakan selang. Praktik ini diduga telah berlangsung lama dan merugikan masyarakat serta negara.
SPBU 15.225.607 di Jalan Sibolga–Barus, Kecamatan Sorkam, Kabupaten Tapanuli Tengah, diduga terlibat dalam praktik penyaluran BBM ilegal. Warga melaporkan adanya pengisian berulang dengan mobil yang sama membawa jerigen, serta penjualan BBM subsidi dengan harga lebih tinggi kepada konsumen.
Dugaan Keterlibatan Pejabat dan Oknum Aparat dalam Praktik Perikanan Ilegal di Perairan Sibolga dan Tapanuli Tengah
Kapal-kapal dengan alat tangkap pukat trawl diduga bebas beroperasi di perairan Kota Sibolga dan Kabupaten Tapanuli Tengah, meskipun dilarang oleh Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 2 Tahun 2015.
Pengusaha kapal pukat trawl di wilayah ini diduga mengabaikan aturan dan tidak memiliki izin resmi, serta beroperasi di area terlarang dekat bibir pantai.
Beberapa kapal pukat harimau yang beroperasi di Pantai Barat Sumatera Utara diduga dimiliki oleh pejabat pemerintah daerah dan dilindungi oleh oknum aparat.
Kapal-kapal ini sering terlihat dikawal oleh oknum berdinas saat membongkar hasil tangkapan, tanpa tindakan hukum yang tegas .
Baca Juga: Dugaan Penyelewengan Minyak Ilegal dan Peredaran Narkoba Rugikan Negara dan Rakyat Sibolga Nauli
Selain pukat trawl, praktik penangkapan ikan menggunakan bom juga dilaporkan terjadi di wilayah ini. Metode ini melanggar Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan dan merusak ekosistem laut.
Nelayan tradisional merasa terhimpit dan kehilangan harapan akibat lemahnya penegakan hukum terhadap praktik illegal fishing ini.
Beredar Video Dua Unit Kapal Trawl diduga Ilegal

Sebuah video yang merekam aktivitas dua unit kapal trawl yang diduga beroperasi ilegal di perairan sekitar Pulau Mursala, Tapanuli Tengah, beredar luas di media sosial.
Berdasarkan informasi yang beredar di media sosial, Video tersebut diunggah melalui akun Facebook milik Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Tapanuli Tengah, Anto Silalahi, Senin (12/5/2025).
Dalam video berdurasi kurang dari dua menit itu, tampak dua kapal trawl sedang beroperasi di perairan dangkal.
Baca Juga: Polres Bangli Gagalkan Penyalahgunaan BBM Pertalite, Pelaku Ditangkap dan Dijerat Pasal Berat
Suara nelayan tradisional terdengar menyuarakan kekesalan atas keberadaan kapal tersebut yang dianggap merusak ekosistem laut dan mengancam mata pencaharian nelayan kecil.
“Itu video nelayan tradisional anggota kita. Kejadiannya kemarin sore,” kata Anto Silalahi saat dikonfirmasi tim media lewat sambungan telepon, Selasa (13/5/2025).
Menurut Anto, nelayan sempat mencoba mendekati dan mengejar kapal tersebut untuk mengidentifikasi nama kapal dan awaknya. Namun, upaya tersebut gagal karena kondisi cuaca buruk dan kapal trawl berukuran besar.
“Dari laporan rekan-rekan kita, nama kapalnya tidak diketahui karena angin kencang dan ombak besar. Kapal nelayan kita kecil, jadi sulit mengejar,” ujarnya.
HNSI Tapteng mengaku telah berulang kali menerima laporan serupa dari para nelayan, terutama di kawasan perairan konservasi dan tangkapan tradisional seperti Pulau Mursala. Aktivitas kapal trawl dinilai melanggar Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan yang melarang penggunaan alat tangkap merusak seperti trawl (pukat hela).
Anto meminta agar aparat penegak hukum dan dinas kelautan segera turun tangan melakukan patroli serta menindak tegas pelaku penangkapan ikan ilegal.
Ia juga mengingatkan bahwa berdiam diri terhadap aktivitas seperti ini hanya akan memperparah konflik antara nelayan kecil dan pelaku penangkapan skala besar yang tidak taat aturan.
“Sampai kapan nelayan kecil terus dirugikan? Kami harap ada tindakan nyata, bukan hanya janji,” pungkasnya.
Sampai berita ini ditayangkan, Tim masih mengumpulkan informasi kepada pihak-pihak yang berkompeten dan konfirmasi ke pihak pihak terkait.
Eksplorasi konten lain dari SINARPOS.com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.