Diduga Adanya Kelalaian Dalam Proses Persalinan Bayi dan Ibu Tidak Terselamatkan

SINARPOS.com | SUMENEP, JAWA TIMUR – Sefti Wilda (20) dan bayinya, Mohammad Kevin (3,8 kg), meninggal dunia dalam tragedi persalinan yang penuh tanda tanya.

Kematian keduanya diduga kuat akibat kelalaian berat bidan berinisial R dan dugaan kerjasama terselubung dengan RSIA Esto Ebhu yang menempatkan keuntungan finansial di atas keselamatan pasien.

Jumat subuh, 14 November 2025, Sefti Wilda dan keluarganya berangkat penuh harap dari Desa Tengiden, Batuputih, menuju praktik Bidan R di Jalan Trunojoyo X/2, Desa Kolor, Sumenep. Ia ingin melahirkan anak pertamanya dengan aman, namun harapan itu berubah menjadi mimpi buruk.

Sutris, suami Sefti Wilda, menuturkan kepada tim media bahwa satu minggu sebelum tragedi, istrinya telah memeriksakan kandungan ke dokter spesialis kandungan di Sumenep. Dokter berinisial W menyatakan bayi dalam kondisi sehat, namun besar, dengan lilitan tali pusar yang kemudian dinyatakan sudah tidak ada pada pemeriksaan berikutnya.

“”Dokter W bilang bayinya sehat dan besar, ada lilitan tapi setelah beberapa hari diperiksa lagi, lilitan sudah tidak ada,” tutur Sutris menirukan pernyataan dokter tersebut, Rabu (19/11/2025).

Proses persalinan yang Janggal: Disuruh mandi saat kepala bayi sudah muncul

Saat proses persalinan, kepala bayi sempat muncul. Namun, tidak tuntas lahir. Bidan R justru menyuruh Sefti Wilda mandi keramas terlebih dahulu, lalu menanyakan apakah ia masih sanggup melanjutkan.

“Semangat Wilda, Wilda harus bisa bertahan,” kata Bidan R saat itu, diulang Sutris dengan nada getir.

Mohammad Kevin akhirnya lahir dalam kondisi dipaksakan di meja praktik Bidan R, namun terlahir meninggal. Kepala bayi terjepit di jalan lahir, tubuhnya membiru, diduga karena menelan terlalu banyak cairan ketuban atau mengalami kekurangan oksigen akut (asfiksia).

Yang lebih mengejutkan, Bidan R baru merujuk Sefti Wilda ke rumah sakit pada Jumat sore, setelah bayinya meninggal dan kondisi ibu sudah sangat kritis dengan perdarahan hebat dan perut membengkak.

Tanpa pendampingan tenaga medis, Sefti Wilda dibawa keluarga dengan mobil pick-up suaminya. Awalnya keluarga membawa Sefti Wilda ke RSUD dr. H. Moh. Anwar yang lebih dekat. Namun, Bidan R yang telah tiba lebih dulu di RSIA Esto Ebhu memanggil keluarga dan mengatakan rujukan bukan ke RSUD, melainkan ke RSIA Esto Ebhu.

Dalam hitungan jam setelah tiba di RSIA Esto Ebhu, Sefti Wilda menghembuskan napas terakhirnya pada Sabtu dini hari, 15 November 2025. Keluarga ditagih biaya perawatan sebesar Rp38.313.550 dengan rincian 67 macam tagihan.

Yang lebih ironis, ketika keluarga meminta jenazah bayi Mohammad Kevin dari tempat praktik Bidan R, perawat menahan jenazah dengan alasan masih menunggu izin dari Bidan R, dan menuntut keluarga melunasi lebih dulu biaya persalinan sebesar Rp4.500.000. Jenazah bayi dijadikan sandera tagihan.

Tim media telah mengirimkan pertanyaan krusial kepada Bidan R via WhatsApp: – Kapan tepatnya komplikasi mulai terdeteksi? – Mengapa rujukan baru dilakukan setelah bayi meninggal? – Apakah ada pencatatan medis lengkap selama proses persalinan? – Apakah keluarga diberikan informed consent tentang risiko?

Tidak ada jawaban. Tidak ada penjelasan. Tidak ada tanggung jawab.

Hingga saat ini, Bidan R sama sekali tidak pernah menghubungi keluarga korban untuk memberikan penjelasan, permintaan maaf, atau bentuk tanggungjawab apa pun.

Lebih parah lagi, buku hasil pemeriksaan berkala dari Bidan Desa Tengiden yang seharusnya menjadi dokumen penting untuk investigasi, sampai saat ini masih belum dikembalikan oleh Bidan R kepada keluarga almarhumah Sefti Wilda.

Yang lebih mencurigakan, dr. Moh. Ibnu Hajar, Direktur RSIA Esto Ebhu, memilih kabur saat dikonfirmasi langsung oleh tim media di halaman rumah sakit pada Sabtu (16/11/2025).

Ia menolak memberikan keterangan apa pun tentang: – Kondisi pasien saat tiba di RSIA Esto Ebhu – Upaya medis yang dilakukan untuk menyelamatkan Sefti Wilda – Mengapa pasien meninggal hanya dalam hitungan jam – Apakah ada visum et repertum atau autopsi untuk menentukan penyebab kematian

Bidan RSIA Esto Ebhu yang ditemui wartawan juga tidak berani memberikan keterangan dengan alasan ada kuasa hukum dan mengarahkan media kepada direktur yang justru kabur.

Kasus ini memunculkan dugaan keras adanya kerja sama terselubung antara Bidan R dan RSIA Esto Ebhu:

1. Rujukan ditunda hingga kritis – Bidan R tidak segera merujuk meski ada tanda komplikasi, menunggu hingga kondisi pasien sangat kritis dan bayi meninggal.

2. Rujukan selektif – Rujukan hanya diarahkan ke RSIA Esto Ebhu, bukan ke RSUD dr. H. Moh. Anwar yang lebih dekat dan merupakan rumah sakit umum daerah.

3. Kompak bungkam – Kedua pihak kompak menghilang dan menolak memberikan penjelasan ketika dimintai pertanggungjawaban.

4. Penguasaan dokumen medis – Bidan R menahan buku pemeriksaan berkala yang menjadi bukti penting.

Apakah ada sistem rujukan tertutup antara Bidan R dan RSIA Esto Ebhu? Apakah ada motif finansial di balik pola rujukan ini? Apakah ini bukan kali pertama terjadi?

Jika terbukti ada kesepakatan merujuk pasien demi keuntungan finansial tanpa memperhatikan keselamatan pasien, ini adalah tindak pidana korporasi dan malapraktik terorganisir yang dapat dijatuhi sanksi berlipat ganda.

Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Bidan R dan RSIA Esto Ebhu berpotensi dijerat dengan pasal-pasal pidana berlapis:

1. UU No. 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan – Pasal 46 ayat (1): Bidan wajib merujuk pasien yang mengalami komplikasi atau keadaan darurat ke fasilitas kesehatan yang lebih mampu – Pasal 79: Bidan yang tidak melaksanakan kewajiban merujuk sehingga mengakibatkan hilangnya nyawa pasien atau janin dipidana penjara maksimal 3 tahun atau denda maksimal Rp300 juta

KUHP Pasal 359 (Kelalaian Menyebabkan Kematian) – Ancaman pidana penjara maksimal 5 tahun jika terbukti kelalaian menyebabkan kematian

KUHP Pasal 263 (Pemalsuan Dokumen) – Jika terbukti memanipulasi atau tidak membuat rekam medis yang lengkap, serta menahan dokumen medis milik pasien

UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 190 – Pidana penjara maksimal 10 tahun atas kelalaian tenaga kesehatan yang mengakibatkan kematian.

UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit – Pasal 29: Kewajiban memberikan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien – Pasal 32 ayat (1): Kewajiban memberikan informasi yang benar tentang pelayanan rumah sakit kepada masyarakat – Pasal 62: Pidana penjara maksimal 5 tahun atau denda maksimal Rp500 juta atas pelanggaran standar pelayanan

KUHP Pasal 55 (Turut Serta Melakukan Tindak Pidana) – Jika terbukti ada mufakat jahat atau penyembunyian bukti antara Bidan R dan pihak rumah sakit

UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 190 – Sanksi pidana berlaku juga untuk fasilitas kesehatan yang lalai

C. JIKA TERBUKTI ADA KONGKALIKONG FINANSIAL:

Tindak Pidana Korporasi: Sanksi pidana dan denda berlipat ganda – Pencabutan Izin Operasional:Rumah sakit dapat ditutup permanen – Tuntutan Perdata: Keluarga korban dapat menuntut ganti rugi materiil dan imateriil.

TOTAL ANCAMAN MAKSIMAL: Penjara 10 tahun + denda ratusan juta rupiah + pencabutan izin praktik + tuntutan ganti rugi.

TIGA INSTITUSI DIMINTA SEGERA BERGERAK:

1. POLRES SUMENEP – BUKA PENYIDIKAN SEGERA – Periksa rekam medis lengkap dari Bidan R dan RSIA Esto Ebhu – Investigasi hubungan bisnis/kerja sama antara Bidan R dan RSIA Esto Ebhu – Lakukan visum et repertum untuk menentukan penyebab kematian pasti – Telusuri kemungkinan adanya kasus serupa sebelumnya dengan pola yang sama – Sita buku pemeriksaan berkala yang ditahan Bidan R sebagai barang bukti

2. DINAS KESEHATAN KABUPATEN SUMENEP – AUDIT MENYELURUH – Bekukan izin praktik Bidan R hingga investigasi tuntas – Audit seluruh dokumen rujukan dari Bidan R ke RSIA Esto Ebhu dalam 6 bulan terakhir – Evaluasi kelayakan operasional dan standar pelayanan RSIA Esto Ebhu – Periksa apakah ada pola rujukan mencurigakan dari tenaga kesehatan lain ke RS tersebut

3. IBI, IDI, dan KARS – TEGAKKAN KODE ETIK – Sidang Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) – Sanksi pencabutan Surat Tanda Registrasi (STR) jika terbukti bersalah – Blacklist rumah sakit yang terlibat malapraktik sistemik – Audit akreditasi RSIA Esto Ebhu

Hingga berita ini diturunkan, Bidan R tetap menghilang dan dr. Moh. Ibnu Hajar tetap menghindar dari tanggung jawab.

Suara keluarga Sefti Wilda menyuarakan kekecewaan yang mendalam: “Saya tidak ridha, Pak !.”

Kalimat sederhana itu merangkum penderitaan keluarga yang kehilangan dua nyawa sekaligus seorang ibu muda dan bayi yang bahkan belum sempat menangis.

Dua nyawa telah hilang. Keluarga berduka. Masyarakat murka. Keadilan tidak boleh ikut terkubur.

Polres Sumenep harus segera membuka penyidikan, menetapkan tersangka, dan mengungkap kebenaran di balik tragedi ini. Jika terbukti ada malapraktik dan kongkalikong, pelaku harus dihukum seberat-beratnya sebagai efe

Dinas Kesehatan Kabupaten Sumenep tidak boleh tinggal diam. Audit menyeluruh harus dilakukan untuk mencegah korban berikutnya.

Dan kepada Bidan R serta dr. Moh. Ibnu Hajar: Kebungkaman Anda berbicara lebih keras daripada kata-kata. Di mata publik, diam adalah pengakuan bersalah.

Media ini telah menghubungi Bidan R (via WhatsApp, tidak ada respons) dan dr. Moh. Ibnu Hajar, Direktur RSIA Esto Ebhu (menolak memberikan keterangan langsung).

Sesuai prinsip praduga tak bersalah dan kode etik jurnalistik, pintu klarifikasi tetap terbuka untuk semua pihak yang disebutkan dalam pemberitaan ini. Kami siap memberikan hak jawab yang setara apabila ada penjelasan resmi dari pihak terkait.

Masyarakat menunggu. Hukum harus bicara. Keadilan harus ditegakkan.

Berita ini disusun berdasarkan keterangan keluarga korban, dokumentasi yang ada, dan upaya konfirmasi kepada pihak-pihak terkait. Kami menjunjung tinggi prinsip “cover both sides” dan memberikan kesempatan yang sama kepada semua pihak untuk menyampaikan versi mereka.

BERITA TERKAIT

BERITA KHUSUS (VIDEO STREAMING)

Kasus Penyerobotan Lahan 1.564 Hektare Mukhtar & Srimahyuni: Ratu Prabu 08 Surati Polres dan Kuasa Hukum Desak Polres Bertindak Tegas

Kasus Penyerobotan Lahan 1.564 Hektare Mukhtar & Srimahyuni: Ratu Prabu 08 Surati Polres dan Kuasa Hukum Desak Polres Bertindak Tegas

Exhumasi Imam Komaini Sidik: Bongkar Tabir Kebohongan Kasus Pembunuhan di Rimbo Bujang

Exhumasi Imam Komaini Sidik: Bongkar Tabir Kebohongan Kasus Pembunuhan di Rimbo Bujang

GIIAS 2025

Belasan Media Nasional Kawal Kasus Kematian Imam Komaini Sidik: Dugaan Pembunuhan Terencana, Hanya Satu Tersangka Ditahan?

Belasan Media Nasional Kawal Kasus Kematian Imam Komaini Sidik: Dugaan Pembunuhan Terencana, Hanya Satu Tersangka Ditahan?

Keluarga Korban Pembunuhan Imam Komaini Sidik Desak Pengungkapan Komplotan Pelaku: “Kami Percaya Ini Bukan Ulah Satu Orang”

Keluarga Korban Pembunuhan Imam Komaini Sidik Desak Pengungkapan Komplotan Pelaku: “Kami Percaya Ini Bukan Ulah Satu Orang”

Kantor Penasehat Hukum Hendri C Saragi, SH Desak Otopsi Jenazah Imam Komaini Sidik Oleh Tim Medis TNI: Mengungkap Tabir Kematian yang Penuh Tanda Tanya

Kantor Penasehat Hukum Hendri C Saragi, SH Desak Otopsi Jenazah Imam Komaini Sidik Oleh Tim Medis TNI: Mengungkap Tabir Kematian yang Penuh Tanda Tanya
error: Maaf.. Berita ini diprotek