
Sinarpos.com
Medan – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan dan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sumatera Utara (Sumut) mengkritik keras keputusan Pemerintah Kota (Pemko) Medan merehabilitasi Gedung Satreskrim Polrestabes Medan senilai Rp5 miliar.
Dua lembanga ini menegaskan, kebijakan tersebut menandakan arah pembangunan yang tidak berpihak pada kebutuhan masyarakat.
LBH Medan dan FITRA Sumut menilai proyek rehabilitasi gedung polisi tidak peka terhadap kebutuhan publik. Pemko Medan malah mengalihkan anggaran untuk proyek yang tidak mendesak, sementara warga mengeluh terkait jalan rusak di Medan Marelan, Medan Deli, Medan Timur, hingga Medan Tuntungan.
Sejak satu tahun masa kepemimpinan Wali Kota Medan, Rico Waas Tri Putra, pembangunan infrastruktur dasar berjalan lambat dan tidak menunjukkan perubahan signifikan.
Alih-alih memperbaiki fasilitas umum, pemerintah menempatkan proyek rehabilitasi kantor kepolisian sebagai prioritas.
“Keputusan ini jelas mempertegas jauhnya arah kebijakan dari mandat pembangunan yang dijanjikan sendiri,” tegas Direktur LBH Medan, Irvan Saputra, SH.,MH dalam keterangan resminya, Senin (17/11/2025).
Irvan Saputra juga menilai, keputusan Pemko Medan bertentangan dengan 10 Program Unggulan Wali Kota Medan yang seharusnya menjadi fokus utama yakni revitalisasi pasar tradisional, pengembangan ruang terbuka hijau, dan sistem transportasi publik terintegrasi.
Selanjutnya program unggulan lain yaitu edukasi pengelolaan sampah, infrastruktur drainase, pusat kreativitas anak muda, pencegahan stunting, pengembangan pariwisata berbasis ekowisata dan budaya, penyediaan air bersih dan sanitasi layak, dan digitalisasi pendidikan.
“Hingga saat ini, sebagian besar program belum menunjukkan hasil signifikan bagi publik. Anehnya, Pemko Medan memilih membiayai proyek yang tidak mendesak bagi warga,” tutur Irvan Saputra.
LBH Medan dan FITRA Sumut menilai kebijakan ini menimbulkan kecurigaan bahwa pemerintah kota bergeser dari perannya sebagai pelayan publik.
“Pemkot Medan mengalihkan dana daerah untuk proyek yang tidak memiliki urgensi langsung bagi warga,” ucap Irvan Saputra.
Anggaran POLRI Sangat Besar, Mengapa Pemko Tanggung?Ketua FITRA Sumut, Yenni Rahmaini Rambe SH.,MH., menyebutkan, POLRI memiliki pagu anggaran Rp106,6 triliun pada 2025, terbesar kedua setelah Kementerian Pertahanan, termasuk belanja pegawai Rp59,44 triliun.
Dengan anggaran sebesar itu, LBH Medan menilai sangat tidak masuk akal jika Pemkot Medan membiayai rehabilitasi gedung kepolisian.
“Penggunaan dana miliaran untuk proyek ini menegaskan ketidakpekaan Pemko Medan terhadap kebutuhan masyarakat, yang masih menghadapi masalah jalan rusak, drainase buruk, hingga fasilitas pendidikan dan kesehatan yang minim.” ujar Yenni Rahmaini.
Laporan mengenai penetapan durasi rehabilitasi yang hanya 40 hari memperkuat kejanggalan serius dalam proyek ini, terutama karena secara teknis tenggat tersebut hampir mustahil untuk menyelesaikan pekerjaan struktur gedung berskala besar tanpa mengorbankan kualitas dan keselamatan.
Pemerhati konstruksi Erwin Simanjuntak, S.T., menegaskan, pekerjaan struktur seperti pondasi, sloof, kolom, balok, hingga plat lantai tidak mungkin dikebut tanpa risiko besar, sebab beton memerlukan proses curing 21–28 hari. Itu belum termasuk pembesian, pengecoran, hingga pembongkaran bekisting.
Pengamat Pengadaan Pemerintah, Juliandi Depari, menilai jadwal 40 hari merupakan “indikator merah” yang tidak rasional. Hal itu juga bertentangan dengan prinsip pengadaan dalam Perpres 16/2018 jo. 12/2021 yang mengharuskan jadwal bersifat rasional, proporsional, dan terukur.
Juliandi Depari juga menyoroti anomali ketika masa pelaksanaan justru lebih pendek daripada masa penawaran. Ini merupakan sebuah pola yang dalam pengalaman pengadaan kerap mengindikasikan potensi pembatasan persaingan atau pengkondisian tender.
Dalam pernyataan sikapnya, LBH Medan dan FITRA Sumut mendesak Pemko Medan untuk menghentikan proyek rehabilitasi Gedung Satreskrim Polrestabes Medan. Selain itu, Pemko Medan juga perlu mengembalikan arah pembangunan kota sesuai kebutuhan masyarakat.
LBH Medan dan FITRA Sumut mendesak Pemko Medan menghentikan proyek yang tidak memiliki urgensi dan berpotensi merugikan publik, menghindari subsidi untuk institusi dengan DIPA besar seperti Polri dan proyek akhir tahun yang rawan penyimpangan.
“Pemerintah harus memastikan setiap rupiah anggaran untuk pembangunan yang benar-benar kebutuhan masyarakat, dengan mengedepankan prinsip Hak Asasi Manusia,” tegas Yenni Rahmaini.
(ard)






