
SINARPOS.com TEBO – 9 Oktober 2025 👉🏻 Kantor DPRD Tebo di Jalan Lintas Sumatra KM 12 mendadak menjadi sorotan publik setelah tim GASAK (Gabungan Anti Suap & Anti Korupsi) melakukan kunjungan investigatif untuk mengonfirmasi dugaan penyimpangan yang dilakukan oleh seorang kepala desa di Kecamatan Tengah Ilir, Desa Lubuk Madrasah, Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi.
Namun, kunjungan itu justru memunculkan fakta mengejutkan. Menurut keterangan tiga pegawai DPRD Tebo kepada media SINARPOS.com mengatakan :
“Hari ini tidak satu pun anggota DPRD Tebo yang masuk kantor, Pak,” ujar seorang pegawai yang enggan disebutkan namanya.
Kondisi tersebut menimbulkan tanda tanya besar terkait komitmen dan etika kerja wakil rakyat yang digaji menggunakan uang negara. Tim GASAK menilai hal ini sebagai bentuk ketidakhadiran fungsional DPRD dalam menjalankan amanat pengawasan publik.
Koordinator Tim GASAK, Laiden Sihombing, menyatakan bahwa temuan tersebut mencerminkan lemahnya pengawasan terhadap jalannya pemerintahan desa.
“Berdasarkan hasil temuan kami di lapangan, masalah utama berawal dari lemahnya kontrol dan tanggung jawab aparatur pemerintah desa, yang seharusnya mendapat pengawasan langsung dari DPRD,” ujarnya.
Menurutnya, ketidakhadiran anggota DPRD di kantor menimbulkan persepsi publik bahwa mereka hanya menerima gaji tanpa menjalankan fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran. Kondisi ini di mata masyarakat dianggap sebagai ‘makan gaji buta’.
Warga Geram: DPRD Dianggap “Dewan Pencekik Rakyat”
Di waktu berbeda, masyarakat dari Sungai Bengkal dan Kilis juga menyampaikan kekecewaan mereka melalui sambungan telepon kepada media ini.
Beberapa warga berinisial YS, MT, ML, JS, dan NS menyuarakan dukungan agar DPRD Tebo dibubarkan, karena dianggap tidak lagi berpihak pada rakyat kecil.
“DPR sekarang itu singkatan dari Dewan Pencekik Rakyat. Janji politik mereka tak pernah ditepati, visi misinya kabur, dan rakyat kecil terus dikecewakan,” ujar salah satu warga dengan nada geram.
Selain itu, masyarakat juga menyoroti dugaan adanya penyalahgunaan wewenang oleh perangkat Desa Lubuk Madrasah terkait peralihan hak dan jabatan yang menguntungkan pihak tertentu serta merugikan warga.
Menindaklanjuti temuan tersebut, Tim GASAK meminta KPK, Kejaksaan, Tipikor, Inspektorat Daerah, serta Ombudsman Republik Indonesia untuk melakukan audit menyeluruh terhadap penggunaan dana dan belanja desa Lubuk Madrasah.
Langkah ini dinilai perlu guna mencegah kebocoran anggaran dan pemborosan keuangan negara, serta menegakkan prinsip akuntabilitas publik sebagaimana diamanatkan undang-undang.
Landasan Hukum dan Tanggung Jawab Publik

Dalam konteks hukum, tindakan oknum pejabat publik yang lalai atau menyalahgunakan kewenangan dapat dijerat melalui:
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,
khususnya Pasal 154 dan Pasal 155, yang menegaskan fungsi DPRD sebagai pembentuk perda, pengawas pelaksanaan peraturan, dan pengawal aspirasi masyarakat. - Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa setiap pejabat publik yang menyalahgunakan wewenang untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dan merugikan keuangan negara, dapat dipidana penjara seumur hidup atau penjara paling lama 20 tahun. - Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah,
yang menegaskan pentingnya transparansi, efektivitas, dan efisiensi penggunaan dana publik, termasuk dalam pengelolaan dana desa.
“Pelanggaran terhadap prinsip ini bukan hanya pelanggaran moral, tetapi juga pelanggaran hukum. Negara harus hadir untuk menegakkan keadilan dan memberantas perilaku koruptif hingga ke tingkat desa,” tegas Laiden Sihombing, menutup pernyataannya.