
SINARPOS.com Bungo, 29 November 2025 👉🏼 Ketegangan warga Dusun Telang Selungko, Kecamatan Pelayang, kian memuncak. Sebanyak 21 Kepala Keluarga (KK) yang terdampak limbah dan kerusakan lingkungan akibat aktivitas PT KIM mendesak Datuk Rio Telang Selungko, Zulkarnaen, untuk segera menuntaskan persoalan yang telah berlangsung bertahun-tahun tanpa kejelasan.
Salah seorang warga terdampak, T (53), saat ditemui di Telang Selungko pada 19 Oktober 2025, mengungkapkan bahwa kesabaran warga hampir habis.
Mereka merasa perusahaan tidak menunjukkan kepedulian terhadap nasib masyarakat dan hasil pertanian yang rusak.
Keluhan serupa kembali disuarakan warga lain, S dan K, pada 18 November 2025. Keduanya menegaskan bahwa lahan pertanian mereka seluas 2 hektare kini tidak lagi berpenghasilan, namun hingga kini PT KIM belum memberikan ganti rugi.
Mandat DLH: Rio Sebagai Mediator
Hasil musyawarah di Kantor DLH Bungo menetapkan bahwa penyelesaian masalah ini diserahkan kepada Rio Zulkarnaen sebagai mediator antara warga dan pihak perusahaan. Namun warga menilai proses tersebut tak kunjung menunjukkan hasil.
Dua warga berinisial H dan E, dengan nada tinggi, menegaskan:
“Rio harus tanggung jawab! Kalau tidak, akses ke perusahaan akan kami putus,” ujar keduanya penuh emosi.
Rio Minta Warga Tidak Bertindak Sendiri
Menanggapi desakan tersebut, Rio Zulkarnaen melalui komentarnya usai rapat di halaman DLH meminta warga tetap tenang.
“Jangan bertindak sendiri. PT KIM selama ini juga memberikan CSR kepada warga,” ujarnya.
Namun pernyataan tersebut langsung ditanggapi oleh pemerhati warga, S, yang juga aktivis lingkungan.
“CSR itu kewajiban perusahaan, sudah diatur dalam undang-undang. Jangan dijadikan tameng,” ujarnya sebelum meninggalkan lokasi.
Deadlock & Ultimatum Warga
Dalam forum musyawarah di Aula DLH, perwakilan warga terdampak lumpur, EP, menyampaikan peringatan tegas:
“Kami beri tempo sampai tanggal 22–23 November 2025. Masalah ini harus selesai oleh Datuk Rio Telang Selungko. Kalau tidak—jangan salahkan kami,” tegas EP.
Ia menambahkan bahwa warga siap mengambil langkah dengan memutus akses jalan menuju perusahaan sebagai bentuk protes keras atas lambannya penanganan. Menurut EP, penderitaan warga sudah berlangsung terlalu lama, sementara peran Rio sebagai pemangku adat tidak membuahkan penyelesaian.
“Kesabaran kami sudah habis. Bertahun-tahun menunggu, tapi tidak ada hasilnya,” tutup EP.
➡️ **Laporan: Laiden Sihombing – SINARPOS.com






