
Sinarpos.com
Medan – Polrestabes Medan mengungkap perkembangan penanganan kasus pembunuhan seorang ibu kandung yang diduga dilakukan oleh putrinya dengan menggunakan metode Scientific Crime Investigation.
Pemaparan tersebut disampaikan dalam konferensi pers di Aula Patriatama Lantai II Polrestabes Medan, Senin (29/12/2025).sore
Konferensi pers dipimpin Kapolrestabes Medan Kombes Jean Calvijn Simanjuntak, didampingi Wakapolrestabes Medan AKBP Rudi Silaen, Kasat Reskrim AKBP Bayu Putro, Kasat Intel Kompol Lengkap Suherman Siregar, serta perwakilan Labfor Polda Sumatera Utara, psikologi forensik, dan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Sejahtera (P3KSU).
Polrestabes Medan membeberkan latar belakang kasus pembunuhan yang diduga dilakukan oleh seorang siswi kelas 6 sekolah dasar (SD) berinisial A terhadap ibu kandungnya sendiri.
Peristiwa tragis ini mengungkap adanya dinamika kekerasan dalam rumah tangga yang telah berlangsung lama sebelum kejadian terjadi.
Kapolrestabes Medan Kombes Pol Calvijn Simanjuntak menjelaskan bahwa tindakan A dipicu oleh perlakuan korban yang kerap melakukan kekerasan fisik serta ancaman terhadap anggota keluarga. Korban disebut sering mengancam suami dan kedua anaknya menggunakan pisau.
“Timeline persiapannya bahwa perlakuan korban terhadap kakak adik ayah pernah mengancam ketiganya dengan pisau,” ujar Calvijn Simanjuntak di Polrestabes Medan, Senin (29/12).
Berdasarkan hasil pemeriksaan penyidik, Calvijn mengungkapkan bahwa A dan kakaknya kerap mengalami kekerasan fisik. Korban diketahui sering memukul menggunakan sapu dan tali pinggang, serta mencubit A ketika marah. Kondisi tersebut memicu tekanan psikologis yang mendalam pada anak tersebut.
“Kakak sering dimarahi dipukul menggunakan sapu dan tali pinggang. Adik sering dimarahi dan dicubit,” jelasnya.
Lebih lanjut, Calvijn menyebutkan bahwa A telah lama memendam amarah akibat perlakuan tersebut.
Bahkan, sempat muncul keinginan untuk melukai korban, meski sebelumnya tidak menemukan kesempatan.
Selain faktor kekerasan dalam keluarga, penyidik juga menemukan adanya pengaruh dari aktivitas digital yang dikonsumsi A.
Menurut Calvijn, A merasa sakit hati setelah ibu kandungnya menghapus game online yang biasa dimainkan di ponselnya.
“Jadi anak atau si adik sakit hati karena game online-nya dihapus,” kata Calvijn.
Calvijn menjelaskan, A diketahui sering memainkan game Murder Mystery serta menonton serial Anime DC. Namun, aktivitas tersebut dihentikan oleh korban, yang kemudian memicu emosi A.
“Dari situlah si A termotivasi. Adik melihat game Murder Mystery pada season Kills Others menggunakan pisau. Dia juga menonton serial Anime Detektif Conan episode 271 pada saat adegan pembunuhan menggunakan pisau. Makanya A menggunakan pisau melakukan tindak pidananya,” paparnya.
Dalam penanganan kasus ini, Polrestabes Medan telah menetapkan A sebagai anak yang berkonflik dengan hukum. Proses hukum dilakukan dengan pendekatan sistem peradilan pidana anak, dengan tetap menjamin hak-hak dasar anak.
“Tentang adik selama di kantor polisi yang paling mendasar bersama pendamping memberikan hak mendasar kepada adik hak beribadah, bermain berkomunikasi memperoleh pendidikan dan hak hak lainnya,” ucapnya.
Diketahui sebelumnya, seorang siswi SD berusia 12 tahun berinisial A diduga menikam FS, yang merupakan ibu kandungnya, hingga meninggal dunia di rumah mereka di Kecamatan Medan Sunggal, Kota Medan, Sumatera Utara, pada Rabu (10/12/2025).
Peristiwa tersebut terjadi saat A terbangun di tengah malam dan melihat ibunya tertidur di sampingnya. Kondisi itu disebut memicu emosi yang telah lama terpendam.
“Adik terlintas berpikir melukai korban tapi tak ada kesempatan. Adik tiba tiba terbangun dan memandang korban yang tidur di sampingnya. Semakin menimbulkan rasa marah,” jelasnya
(ard)






