
DPRD Garut Didesak Segera Atur Standar Teknis Usai Keracunan Massal MBG
GARUT — Keracunan massal ratusan siswa di Kecamatan Kadungora, Kabupaten Garut, kembali memantik sorotan terhadap pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Insiden ini tidak hanya menunjukkan kelalaian teknis, tetapi juga lemahnya regulasi daerah yang seharusnya menjamin keamanan pangan dan perlindungan anak.
Keracunan terjadi di empat sekolah: MA Maarif Cilageni, SMA Siti Aisyah, SMP Siti Aisyah, dan SDN 2 Mandalasari. Siswa mengalami mual, muntah, hingga diare setelah mengonsumsi makanan dari MBG. Aparat kepolisian menutup sementara dapur penyedia makanan di Kadungora sambil menunggu hasil uji laboratorium.
Advokat dan pemerhati kebijakan publik, Dadan Nugraha, menegaskan insiden ini menyoroti kekosongan hukum. “Vendor bisa beroperasi tanpa Sertifikat Higienis, tanpa ahli gizi yang memastikan menu, dan tanpa SOP pengawasan. Ini jelas kesenjangan regulasi yang harus segera diisi DPRD Garut,” kata Dadan, Jumat (3/10/2025).
Dasar Hukum Perlindungan Anak dan Keamanan Pangan
Dadan mengutip sejumlah peraturan yang menegaskan kewajiban pemerintah daerah:
UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 236: DPRD bersama kepala daerah berwenang membuat Perda untuk melaksanakan urusan pemerintahan.
UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, Pasal 86 & 91: Pemerintah daerah bertanggung jawab atas keamanan pangan, setiap penyedia wajib memenuhi standar sanitasi dan higienis.
UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Pasal 72: Pemerintah daerah wajib melindungi anak dari risiko pangan berbahaya.
UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 111 & 113: Makanan/minuman yang diedarkan harus memenuhi standar kesehatan, pengawasan menjadi tanggung jawab Pemda.
UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 4 & 19: Konsumen berhak atas keamanan pangan, pelaku usaha wajib memberikan ganti rugi jika terjadi kerugian.
UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Pasal 4 huruf d: Masyarakat berhak memperoleh layanan publik yang aman, nyaman, dan sehat.
KUHP Pasal 360–361: Kelalaian yang menyebabkan orang lain sakit dapat dipidana, terutama jika dilakukan dalam konteks pekerjaan atau usaha.
PP No. 86 Tahun 2019 tentang Keamanan Pangan: Mengatur standar higienitas dan sertifikasi pangan.
Permenkes No. 1096/Menkes/Per/VI/2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga: Setiap penyelenggara jasa boga harus memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi dari Dinas Kesehatan.
Perizinan Dapur MBG Wajib Dipenuhi
Dadan menjelaskan, dapur MBG wajib memiliki perizinan: Sertifikat Higienis Sanitasi Makanan, Sertifikat Ahli Gizi, Izin Edar BPOM (untuk makanan kemasan), Sertifikat Halal, dan Nomor Induk Berusaha (NIB).
Jika pembangunan dapur dilakukan melalui proyek konstruksi, izin yang relevan meliputi: Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), Sertifikat Laik Fungsi (SLF), dan UKL-UPL untuk mitigasi dampak lingkungan.
“Tanpa izin lengkap, dapur MBG bisa jadi bom waktu. Anak-anak menjadi korban hanya karena lemahnya pengawasan,” tegas Dadan.
DPRD Diminta Bertindak Cepat
Dadan mendesak DPRD Garut segera menyusun aturan teknis distribusi MBG yang mencakup standar dapur, audit higienitas, sertifikasi vendor, dan pengawasan lintas sektor. Ia menekankan kasus Kadungora harus menjadi momentum perbaikan total.
“Kalau DPRD serius, Garut bisa jadi daerah pertama yang memiliki regulasi perlindungan anak di bidang pangan. Solusinya bukan pembubaran program, tapi perbaikan total: seleksi vendor ketat, pengawasan berjalan efektif. Itu tanggung jawab moral sekaligus hukum DPRD,” pungkasnya.
DIKDIK SODIKIN, S.H. KAPERWIL JAWA BARAT SINARPOS