
Sinarpos.com-MUSI RAWAS UTARA – Dugaan praktik korupsi dalam pengelolaan anggaran kembali menyeruak di lingkungan Pemerintah Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara), khususnya pada Dinas Pertanian dan Perikanan. Indikasi penyalahgunaan anggaran tahun 2023-2024 ditemukan di berbagai kegiatan strategis yang dilaksanakan instansi tersebut.
Berdasarkan data dan informasi yang dihimpun, modus yang digunakan terindikasi kuat mengarah pada pembuatan SPJ fiktif, mark-up anggaran, manipulasi kwitansi dan nota pembelanjaan, serta pengadaan fiktif dalam berbagai program. Beberapa kegiatan yang disoroti antara lain:
- Pengawasan Sumber Daya Perikanan
Luasan areal: 544 m²
Nilai anggaran: Rp 283,2 juta (TA 2023)
Dugaan: SPJ fiktif dan mark-up nota pembelanjaan.
- Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan
Sebelum perubahan: Rp 127,4 juta → Setelah perubahan: Rp 261,4 juta
Dugaan: Rekayasa harga, pembuatan SPJ fiktif.
- Administrasi Keuangan ASN
Nilai anggaran: Rp 4,35 miliar, namun penerima gaji ASN: 0 orang
Dugaan: SPJ fiktif dan pembengkakan biaya.
- Penyediaan Jasa Penunjang Pemerintahan
Komunikasi, listrik, perlengkapan kantor: laporan 0, namun anggaran tetap dicairkan.
Nilai anggaran: Naik dari Rp 1,66 miliar menjadi Rp 1,70 miliar.
- Jasa Pelayanan Umum Kantor
Nilai anggaran: Rp 1,48 miliar tanpa laporan realisasi.
Dugaan: Kwitansi dan nota fiktif, perjalanan dinas tanpa bukti pelaksanaan.
- Pengelolaan Lahan Pertanian Berkelanjutan
Pemangkasan anggaran sebesar Rp 1,27 miliar.
Dugaan: Tidak jelas ke mana alokasi dana selisih.
- Pengendalian OPT Tanaman
Penambahan anggaran sebesar Rp 45 juta.
Dugaan: SPJ fiktif dan manipulasi nota.
- Penyuluhan dan Pengembangan Kapasitas
Penyuluhan, kelembagaan petani dan kelompok: mengalami pengurangan tajam.
Dugaan: Penggunaan dana tidak sesuai peruntukan.
9–12. Pengadaan Sarana Produksi Ikan, Cabe, dan Sayur
Anggaran pengadaan 2024:
Budidaya ikan: Rp 193,57 juta
Produksi cabe: Rp 148,71 juta
Produksi sayuran: Rp 137,96 juta
Dugaan: Manipulasi HPS, mark-up harga, dan kemungkinan barang tidak sesuai spesifikasi.
Dari rangkaian kegiatan di atas, negara diduga mengalami kerugian hingga miliaran rupiah. Selain potensi mark-up, laporan keuangan yang tidak akuntabel juga menunjukkan adanya indikasi kejahatan terstruktur dalam pelaksanaan anggaran di dinas tersebut.
Hal ini sejalan dengan indikasi pelanggaran terhadap Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi:
Pasal 2 Ayat (1):
“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana…”
Dengan ancaman:
Penjara seumur hidup atau
Pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun
Denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar
Kasus ini patut menjadi perhatian serius aparat penegak hukum, termasuk Kejaksaan, Inspektorat, BPK, dan KPK, untuk segera mengaudit dan memeriksa seluruh kegiatan Dinas Pertanian dan Perikanan Muratara. Jika terbukti, maka tindakan hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu demi menjaga integritas pengelolaan keuangan negara.
Masyarakat berhak tahu dan turut mengawasi. Transparansi adalah harga mati dalam penggunaan uang rakyat.pungkas nya (Asep)