SINARPOS.com MUSI RAWAS UTARA (MURATARA || Indikasi penyimpangan dalam pengelolaan anggaran negara kembali mencuat, kali ini di tubuh Dinas Pendidikan Kabupaten Musi Rawas Utara (Disdik Muratara). Berdasarkan penelusuran terhadap **Dokumen Pelaksanaan Pergeseran Anggaran (DPPA-Rincian Belanja) Tahun Anggaran 2023**, ditemukan indikasi kuat adanya **ketidakwajaran dalam realisasi Belanja Perjalanan Dinas**.
Dalam rincian anggaran yang ditandatangani langsung oleh Plt. Kepala Dinas Pendidikan Zazili, S.Sos. dan disahkan oleh Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD), tertera bahwa total **Belanja Perjalanan Dinas** mencapai angka **Rp347.808.000**, seluruhnya dialokasikan untuk kegiatan dalam negeri. Angka ini terdiri atas:
* Belanja Perjalanan Dinas Biasa:** Rp344.208.000
* Belanja Perjalanan Dalam Kota:** Rp3.600.000
Salah satu rincian kegiatan adalah “Pemilihan Guru dan Tenaga Kependidikan Berprestasi dan Berdedikasi tingkat SD dan SMP“, yang tercatat menghabiskan anggaran perjalanan dinas sebesar **Rp7.324.000** hanya untuk satu kegiatan saja.
Namun, yang menjadi sorotan adalah minimnya transparansi pelaksanaan kegiatan tersebut. Tim media telah berusaha menghubungi Zazili, S.Sos. selaku Plt. Kadis Pendidikan Muratara, baik melalui pesan WhatsApp maupun telepon langsung, namun hingga berita ini dirilis, tidak ada jawaban yang diberikan.
Upaya klarifikasi lanjutan juga telah dilakukan dengan mendatangi langsung kantor Dinas Pendidikan Muratara, namun pejabat terkait tidak pernah berhasil ditemui di tempat.
Kondisi ini menimbulkan kecurigaan kuat bahwa terjadi penggunaan anggaran yang tidak sesuai peruntukan (maladministrasi) atau bahkan penyalahgunaan dana perjalanan dinas yang bersumber dari Dana Transfer Umum—Dana Alokasi Umum (DAU).
Terlebih lagi, pada dokumen DPPA yang memuat 10 halaman rincian tersebut, seluruh komponen belanja, termasuk transportasi, penginapan, dan uang harian, tertulis identik sebelum dan sesudah pergeseran, tanpa indikasi perubahan volume kegiatan maupun hasil kinerja nyata.
Apabila dugaan ini benar, maka dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap prinsip akuntabilitas keuangan negara dan bisa mengarah pada pelanggaran hukum pidana korupsi.
“Kami mencoba beberapa kali menghubungi Kepala Dinas Pendidikan Zazili, baik melalui WhatsApp maupun ke kantornya langsung untuk mendapat klarifikasi, namun selalu bungkam dan tidak pernah berhasil ditemui,” ungkap salah satu wartawan yang menginvestigasi kasus ini.
Sikap tidak kooperatif dari pejabat publik menambah sorotan tajam masyarakat terhadap pentingnya transparansi dan tanggung jawab dalam pengelolaan dana pendidikan, yang seharusnya digunakan untuk peningkatan kualitas guru dan tenaga kependidikan, bukan sekadar untuk kegiatan seremonial berbiaya tinggi.pungkas nya (Asep)