
SINARPOS.com Bandung, 7 Agustus 2025 👉🏻 Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Dinas Pendidikan menegaskan komitmennya dalam melindungi hak anak atas pendidikan melalui program Pencegahan Anak Putus Sekolah (PAPS) Tahun 2025, yang digagas langsung oleh Gubernur Jawa Barat.
Program ini menuai perhatian publik usai digugat oleh Forum Kepala Sekolah Swasta ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Namun, Pemprov Jabar menyatakan tidak gentar dan siap membuktikan bahwa kebijakan ini berpihak pada rakyat, bukan melanggar hukum.
Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Jawa Barat, Purwanto, dalam Konferensi Pers di Kantor Disdik Jabar, Kamis (7/8/2025), menegaskan bahwa kebijakan PAPS merupakan bentuk nyata hadirnya negara dalam menjamin hak anak untuk memperoleh pendidikan yang layak dan setara, terutama bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu atau rentan sosial.
“Kebijakan ini adalah respons konkret Gubernur terhadap kondisi pendidikan di Jawa Barat yang masih dihantui oleh tingginya angka anak putus sekolah. Negara tidak boleh tinggal diam. Negara harus hadir, terutama dalam hal pelayanan dasar seperti pendidikan,” tegas Purwanto.
Gugatan Tidak Berdasar: Program PAPS Demi Kepentingan Publik

Menanggapi gugatan dari Forum Kepala Sekolah Swasta ke PTUN, Kadisdik menilai bahwa gugatan tersebut tidak memiliki dasar yang kuat, baik dari sisi hukum maupun logika sosial.
“Kami sangat yakin kebijakan ini tidak melanggar hukum. Sebaliknya, ini justru bentuk keberpihakan pemerintah terhadap rakyat. Pemerintah wajib memberikan layanan kepada masyarakat, bukan hanya kepada kelompok tertentu,” ujarnya.
Ia juga menyampaikan bahwa Pemprov Jabar telah menurunkan tim advokasi dari Biro Hukum dan HAM Setda Jabar serta tim advokasi Pemprov Jabar untuk menyiapkan pembelaan dan penguatan argumentasi hukum.
Kepala Biro Hukum dan HAM Setda Jabar, Yogi Gautama Jaelani, menambahkan bahwa pihaknya telah memberikan informasi lengkap kepada pihak pengadilan dan siap mengikuti seluruh proses hukum, termasuk mediasi.
“Secara filosofis, sosiologis, dan yuridis, kebijakan ini tidak bertentangan dengan norma hukum. Justru inilah bentuk pelaksanaan nilai-nilai konstitusi yang mengamanatkan negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa,” tegas Yogi.
Baca Juga :
Tim Advokasi: Kalau Program Ini Dicabut, Siapa yang Peduli pada Nasib Anak-Anak?
Sikap tegas juga datang dari Jutek Bongso, perwakilan Tim Advokasi Pemprov Jabar. Ia mempertanyakan logika di balik gugatan terhadap kebijakan yang justru menyasar kelompok paling rentan, yaitu anak-anak yang terancam putus sekolah.
“Kalau pemerintah harus mencabut kebijakan ini karena kalah di pengadilan, bagaimana nasib puluhan ribu anak yang tidak bisa melanjutkan pendidikan? Apakah kita tega mengorbankan masa depan mereka?” ungkapnya dengan nada kecewa.
Menurutnya, kebijakan Gubernur tersebut sudah melalui kajian menyeluruh, dan bahkan menjadi solusi atas ketimpangan akses pendidikan yang terjadi selama ini.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat pun mengajak seluruh elemen masyarakat untuk memberikan dukungan terhadap kebijakan ini, dan melihatnya secara jernih, tidak hanya dari kepentingan sektoral.
“Mari kita berpikir logis dan jernih. Ini bukan soal menang atau kalah di pengadilan. Ini soal menyelamatkan masa depan anak-anak kita. Jangan jadikan pendidikan sebagai arena konflik kepentingan,” ujar Jutek.
Baca Juga :
Pihaknya juga berharap, pihak penggugat dapat mempertimbangkan ulang langkah hukum yang telah diambil dan memilih jalan dialog demi kepentingan yang lebih besar.
Kebijakan PAPS 2025 adalah wujud nyata dari keberpihakan pemerintah terhadap rakyat kecil. Negara tidak boleh kalah oleh kepentingan ekonomi segelintir pihak yang mengedepankan sektor komersial dalam pendidikan. Di tengah tantangan ketimpangan dan keterbatasan ekonomi, program ini menjadi harapan bagi ribuan anak yang nyaris kehilangan masa depan karena tak mampu melanjutkan sekolah.