Search for:
  • Home/
  • PEMERINTAHAN/
  • Kang DS Launching Program Cinta Desa, Aplikasi WBS dan SIMPRODAS: Wujudkan Desa Bersih, Damai dan Sejahtera

Kang DS Launching Program Cinta Desa, Aplikasi WBS dan SIMPRODAS: Wujudkan Desa Bersih, Damai dan Sejahtera

KAB. BANDUNG – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung melalui Inspektorat Daerah melaksanakan launching program Cinta Desa bersama Pemerintah Desa di Wilayah Kabupaten Bandung dan Kecamatan serta DPRD Kabupaten Bandung, Kejaksaan Negeri Bale Bandung dan Polresta Bandung.

Pada kesempatan yang sama, Pemkab Bandung yang dilaksanakan langsung Bupati Bandung Dadang Supriatna launching aplikasi Whistle Blowing System (WBS) dan aplikasi SIMPRODAS (Sistem Informasi Pengawasan Probity Bedas) di Degung Grand Ballroom, Hotel Grand Sun Shine Kecamatan Soreang Kabupaten Bandung, Kamis (8/5/2025).

Pelaksanaan launching itu dalam upaya mewujudkan desa yang bersih, damai dan sejahtera. Untuk diketahui, aplikasi Simprodas adalah digunakan untuk pengawasan proyek-proyek strategis Pemerintah Daerah (Pemda) dengan fokus pada integritas, kebenaran, dan kejujuran. Aplikasi ini bertujuan untuk memastikan bahwa pengadaan dan pelaksanaan proyek-proyek Pemda berjalan dengan baik dan sesuai dengan aturan yang berlaku. 

Oplus_131072

Bupati Bandung Dadang Supriatna mengatakan bahwa pelaksanaan launching dan peluncuran aplikasi WBS ini adalah salah satu upaya Pemerintah Kabupaten Bandung melalui Inspektorat Daerah untuk membantu dan mendorong penyelenggaraan pemerintah yang baik.

“Aplikasi WBS ini untuk melindungi kepentingan publik, untuk meningkatkan transparansi dan mengurangi risiko. Aplikasi ini juga sebagai pengawasan preventif, selain memberikan edukasi dan pendampingan. Selain itu untuk melindungi bagi si pelapor, apabila ada temuan dilaporkan melalui suatu sistem. Insya Allah akan melindungi bagi pelapor apabila menemukan sebuah masalah dan sebagainya,” tutur Bupati Bandung dalam keterangannya.

Kang DS, sapaan akrab Dadang Supriatna mengatakan dengan adanya aplikasi WBS ini akan lebih dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, terutama dalam hal transparansinya.

“Bahwa program yang disampaikan Pemerintah Kabupaten Bandung ke desa-desa tolong disampaikan secara transparan dan terbuka,” tegas Kang DS.

Menurutnya, dengan aplikasi ini akan lebih mempermudah dan melihat berapa anggaran di masing-masing desa tersebut.

Ia mengatakan untuk mencegah kepala desa yang terjerat hukum karena dugaan berbagai permasalahan di pemerintahan desa, Pemkab Bandung melalui Inspektorat Daerah sudah menambah tenaga Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) Inspektorat.

Tenaga APIP ini adalah personel yang bertugas melakukan pengawasan internal di lingkungan pemerintahan. Mereka memastikan bahwa kegiatan pemerintah, seperti kebijakan, anggaran, dan kinerja, berjalan sesuai ketentuan yang berlaku. 

“Sekarang ini penambahan APIP sudah 100 persen, dari 40 orang menjadi 87 orang. Setiap orang APIP auditor ini sudah ditugaskan di masing-masing desa. Tinggal kita bagaimana mendorong operasionalnya, supaya bisa turun langsung ke lapangan,” katanya.

Kang DS juga berharap tenaga APIP auditor ini diputar setiap setahun sekali, untuk menghindari kekhawatiran terjadinya korupsi atau kolusi. Ia tidak berharap perputaran tenaga APIP ini dilaksanakan dua sampai tiga tahun sekali.

“Setiap tahunnya tenaga APIP auditor ini dirotasi. Misalnya, tahun ini desa ini, dua tahun kemudian desa lainnya yang dirotasi tenaga APIP auditornya. Orang atau auditornya tidak itu-itu saja,” katanya.

Kang DS berharap pelaksanaan launching program Cinta Desa, aplikasi WBS, dan aplikasi Simprodas ini bisa berjalan baik.

“Melalui aplikasi WBS dan aplikasi Simprodas yang pada hari ini dilaunching, ini dalam rangka meminimalisir persoalan. Melalui aplikasi WBS ini jangan sampai desa melakukan kesalahan. Apabila yang tidak jelas, para kepala desa bisa komunikasi dengan auditor. Tapi jangan diajak korupsi,” katanya.

Ia juga menyebutkan urusan musdes berdasarkan pada Standar Satuan Harga (SSH) yang sudah ditentukan. Selama kepala desa membuat anggaran berdasarkan SSH itu sudah benar.

“Jangan takut. Kalau kepala desa banyak takut, tidak akan bisa membangun. Jangan takut dan bingung itu karena ada pendampingan dari Inspektorat. Kalau ada Inspektorat ke desa, kepala desa jangan takut,” katanya.

Kang DS mengatakan ada perbedaan desa antara dulu saat ia jadi kepala desa pada tahun 1998 dengan saat ini berbeda.

“Pada tahun 1998 itu tidak ada anggaran di desa. Bahkan dirinya menghibahkan pada saat itu sekitar Rp 1 miliar,” katanya.

Setelah pemerintahan Presiden Joko Widodo, katanya, kemudian ada dana desa, ditambah dana ADPD (Alokasi Dana Perimbangan Desa) dari APBD Kabupaten Bandung.

“Saat ini di Kabupaten Bandung, paling sedikit Rp 2 miliar dan paling besar Rp 4,5 miliar, bahkan ada yang Rp 5 miliar satu desa,” ujarnya.

Bupati Bedas mengatakan, dengan adanya anggaran dana desa dan ADPD itu ada sebagian kepala desa di Kabupaten Bandung yang tersandung masalah hukum. Hal itu disebabkan karena latar belakang kepala desa, di antaranya dari pengusaha, preman, ormas, petani, tukang parkir, tukang bata, sehingga disaat jadi kepala desa bingung bagaimana mengelola keuangan.

“Kewajiban pemerintah daerah melalui Inspektorat, dan saat ini sudah ada yang mewakili di masing-masing desa, dengan adanya auditor yang sudah ditugaskan Pak Inspektorat itulah upaya pembinaan,” jelasnya.

Orang nomor satu di Kabupaten Bandung ini mengatakan dalam upaya mengahadapi Indonesia Emas, tidak cukup SDM (Sumber Daya Manusia) dan profesional saja.

“Tetapi kalau pengelolaan keuangan tak beres, tetap saja jadi masalah,” ucapnya.

Sementara itu, Kepala Inspektorat Daerah Kabupaten Bandung Marlan Nirsyamsu mengatakan maksud dan tujuan launching dan sosialisasi ini merupakan inovasi Inspektorat Daerah dalam rangka 100 hari kerja Bupati Bandung guna mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan lebih Bedas.

Yaitu melalui program Cinta Desa setiap tahun Inspektorat Daerah melaksanakan audit pengelolaan keuangan desa sebanyak 100 hingga 156 desa dari total 270 desa.

“Banyak permasalahan di desa menjadi atensi pimpinan yaitu Bupati Bandung. Dengan berlatarbelakang beberapa desa yang bermasalah dengan APH (Aparat Penegak Hukum), maka Inspektorat Daerah berinovasi membentuk Tim Consulting Desa yaitu 1 auditor mendampingi minimal 3 desa dalam pengelolaan keuangan dan aset desa mulai dari perencanaan, penatausahaan hingga pelaporan dan pertanggungjawaban,” tuturnya.

Marlan berharap dengan adanya pendampingan consulting ini mengurangi risiko penyelewengan dana desa serta meningkatkan efektivitas pelaksanaan program dan pelayanan publik di desa.

Marlan turut mengungkapkan launching Whistleblowing System (Sistem Penanganan Pengaduan). Peluncuran aplikasi WBS ini dalam rangka penguatan sistem pengawasan internal pemerintah dalam penyelenggaraan mekanisme pelaporan dugaan tindak pidana korupsi.

“Kepada seluruh kepala perangkat daerah, camat dan kepala desa, saya sampaikan bahwa keberadaan sistem ini menuntut perubahan paradigma dalam membangun birokrasi, tidak cukup dengan hanya kepatuhan administrasi,” katanya.

Namun demikian, kata dia, dibutuhan integritas moral, keberanian sikap dan komitmen dalam menciptakan lingkungan kerja yang bersih dan bebas dari penyimpangan.

Lebih lanjut Marlan mengatakan launching aplikasi Simprodas (Sistem Informasi Pengawasan Probity Bedas). Disebutkan, aplikasi ini adalah platform web yang memungkinkan setiap perangkat daerah melaporkan secara real time perkembangan proyek pembangunan fisik, mulai dari perencanaan hingga serah terima.

“Aplikasi ini mendukung Pak Bupati dalam memantau proyek secara langsung. Dimana Pak Bupati mempunyai seluruh hak akses serta berfungsi sebagai alat pelaksanaan Probity Audit oleh APIP,” katanya.

Kata dia, aplikasi Simprodas ditekankan pada paket proyek strategis Kabupaten Bandung sesuai dengan rencana pembangunan daerah dan rencana tata ruang daerah.

“Hal itu berkaitan dengan kepentingan masyarakat banyak, memiliki nilai paket pekerjaan yang tinggi serta kompleksitas atau risiko tinggi, termasuk dalam isu atau janji politis,” jelasnya.

Ia menyebutkan tujuan yang ingin dicapai dengan adanya aplikasi Simprodas adalah meminimalkan potensi permasalahan hukum serta tercapainya prinsip value for money dalam pengadaan barang/jasa pemerintah.

“Saya meminta agar kepala desa agar melaksanakan pengelolaan keuangan dan aset desa dengan berkoordinasi dan bekerja sama dengan auditor/PPUPD (Pengawas Penyelenggaraan Urusan Pemerintah Daerah),” katanya.

Ia juga berharap pengelolaan laporan dlakukan secara profesional dan bertangungjawab dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian, independensi serta keadilan bagi semua pihak.

Marlan juga berharap kepada seluruh jajaran segera mensosialisasikan peraturan Bupati tentang Whistleblowing System di lingkungan kerjanya.

“Aplikasi WBS dan Simprodas dipahami dan dimanfaatkan secara optimal oleh setiap unit kerja sebagai kanal resmi pelaporan,” ujarnya.

Pelaksanaan launching program Cinta Desa, aplikasi WBS dan aplikasi SIMPRODAS yang diselenggarakan Inspektorat Daerah Kabupaten Bandung ini turut dihadiri jajaran Forkopimda Kabupaten Bandung, Sekretaris Daerah Kabupaten Bandung, para Asisten, Kepala Dinas, Kepala Badan, para Camat, Sekretaris Kecamatan, ratusan Kepala Desa, Lurah dan pihak lainnya.**


Eksplorasi konten lain dari SINARPOS.com

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Tinggalkan Balasan