Pengakuan Bunda Tiur Simamora: Tanah Bandara, Perjuangan Papua, dan Harapan untuk Pemerintah
SINARPOS.com – Jayawijaya, Papua || Sosok Bunda Tiur Simamora, seorang tokoh perempuan yang memiliki ikatan keluarga erat dengan masyarakat Papua, mengungkapkan kisah panjang perjuangannya demi kesejahteraan wilayah Papua, khususnya terkait pengelolaan tanah dan kontribusi keluarga besarnya terhadap pembangunan di tanah Cendrawasih.
Dalam sebuah pernyataan, Bunda Tiur mengisahkan bahwa sebidang tanah yang kini menjadi lokasi bandara di Jayawijaya merupakan hak milik menantunya.
“Satu HGB bandara, tanah saya punya menantu. Di masa hidup Pak Predin Numberi, orang Papua yang menjadi Menteri Perhubungan, sudah diberikan Rp25 miliar untuk itu,” ujarnya.
Namun hingga kini, ia mengaku belum mendapat kejelasan soal hak tersebut. “Pernah saya tagih ke Kementerian Perhubungan, tapi hanya dijawab sabar-sabar, hingga saya bosan sendiri,” tambahnya.
Menantu yang ia maksud dikenal sebagai “Kayu Hubi”, seorang tokoh yang tak hanya aktif dalam urusan adat dan pembangunan, namun juga menjabat sebagai ketua elema, kelompok pemilik hak ulayat atas tanah di Jayawijaya.
Perannya begitu sentral dalam perjuangan masyarakat adat, hingga disebut-sebut menjadi penggerak utama di berbagai proyek pembangunan, termasuk jalan dan fasilitas kesehatan.
Bunda Tiur juga menyoroti pentingnya pembangunan yang lebih menyentuh aspek kehidupan masyarakat Papua secara langsung.
“Jangan hanya bangun jalan, tapi juga harus untuk kehidupan—pertanian, peternakan, dan perikanan. Di sana menantu saya punya rumah sakit, pernah dapat penghargaan dari Menteri Kesehatan,” katanya.
Sebagai tokoh senior yang pernah aktif di berbagai partai politik seperti Golkar, Hanura, hingga PDI Perjuangan, Bunda Tiur mengaku telah membawa aspirasi Papua ke banyak lingkar kekuasaan.
“Saya selalu bawa Kayu Hubi dari zaman Presiden SBY, Jokowi, Megawati, hingga Prabowo. Saya terlibat langsung,” katanya.
Ia bahkan menyinggung bahwa banyak tokoh penting dan proses politik di Papua melibatkan perannya, termasuk penurunan BMD dan bantuan dari sejumlah pejabat, seperti Prof. Budi Santoso, Kenet Hidayat, Supandi, hingga Menteri Abdul Muiz.
Penutupnya sarat harapan, “Mudah-mudahan Allah beri umur panjang, saya ingin ceritakan semua hingga ke Merauke, Bonpen Digul, tanah tinggi, tempat Bung Karno dan Hatta dulu dibuang. Keturunannya pernah tinggal di rumah saya, dibawa oleh Kayu Hubi.”
Dengan suara penuh keikhlasan, Bunda Tiur meminta perhatian dari pemerintah terhadap keluarga dan masyarakat adat Papua yang selama ini berjuang tanpa lelah untuk tanah mereka.
**Red
Eksplorasi konten lain dari SINARPOS.com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.