Search for:
Optimalisasi Pembangunan Daerah Dalam Paradigma Islam

Optimalisasi Pembangunan Daerah Dalam Paradigma Islam

Sinarpos.com

Sinarpos.com – Guna mendorong penguatan peran penyelenggaraan kecamatan dalam optimalisasi pembangunan daerah, diketahui Pemerintah pusat mendorong penguatan peran kecamatan untuk penyelenggaraan urusan pemerintahan umum melalui program West Java District Empowerment (WJDE).

Pemerintah mengklaim hal tersebut sesuai dengan penyelenggaraan pemerintah daerah, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Pembangunan infrastruktur sepertinya memang tengah digalakkan, namun dengan adanya Program WJDE seolah memperlihatkan upaya berlepas tangannya pemerintah pusat terhadap pengurusan rakyatnya di daerah, serta menjadikan kecamatan sebagai pusat penggerak pembangunan dan ekonomi.

Ditengah maraknya kontroversi berbagai pengesahan peraturan yang dilakukan pemerintah pusat saat ini. Program WJDE menjadi inidkasi manuver yang dilakukan oleh pemerintahan di sistem Kapitalisme-demokrasi untuk meminimalkan kerja pemerintah pusat. Namun tetap dapat memanfaatkan kecamatan sebagai target eksploitasi, contohnya yaitu pintu liberalisasi makin terbuka, masuknya kerasama dengan pihak luar atau pembangunan wisata.

Maka seyogyanya kita mengevaluasi ulang tata kelola pembangunan hari ini. Hal ini karena pembangunan di kecamatan maupun kota saat ini sama-sama tidak menghasilkan kesejahteraan bagi rakyat. Mengapa demikian?

Di antara hal-hal yang menjadi penyebab diantaranya yang pertama, pembangunan desa dan kota bercorak kapitalisme. Hal ini tampak dari realisasi pembangunan yang bertumpu pada investasi. Ini menegaskan bahwa pembangunan di tingkat kecamatan bukan berdasarkan pada maslahat masyarakat melainkan berbasis keuntungan korporasi.

Sebagai contohnya, pembangunan tempat wisata yang memanfaatkan potensi alam suatu desa di kecamatan dan katanya untuk menciptakan lapangan pekerjaan bagi warga setempat. Namun kebanyakan yang terjadi, justru yang mendapatkan keuntungan adalah pemilik modal yang berinvestasi di sektor pariwisata tersebut.

Sementara rakyat tidak mendapatkan apa-apa kecuali hanya sedikit. Sudah menjadi rahasia umum, bisnis kecil warga sekitar seperti pengadaan penginapan dan tempat makan, akan kalah dengan resort dan restoran mewah milik pengusaha besar.

Kedua, negara terindikasi abai dalam memfasilitasi kebutuhan publik. Tata kelola negara yang kapitalistik berkonsekuensi pada penyerahan seluruh urusan masyarakat pada swasta. Kondisi ini semakin menjadikan negara lalai terhadap kebutuhan rakyat. Sebagai contohnya, pembangunan sarana dan prasarana transportasi yang hanya berfokus pada area pusat ekonomi. Untuk itu, jika ditemukan jembatan reyot di pedesaan memang akan dibiarkan karena dianggap tidak bernilai ekonomi.

Ketiga, politik APBN negara bersistem kapitalisme seperti saat ini menjadikan kas negara selalu saja defisit, sehingga tidak memiliki kemampuan secara mandiri dalam membangun negara, termasuk desa dan kecamatan. Maka, negara yang seperti ini akan selalu lemah karena menjadikan pajak sebagai tumpuan pemasukan negara, padahal negeri ini memiliki SDA yang melimpah. Namun tata kelola negara yang kapitalistik mengakibatkan SDA yang melimpah itu diliberalisasi.

Maka dari sini jelas, pembangunan kecamatan yang berbasis kapitalisme jelas tidak akan pernah mampu mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya. Kendati sudah mendapatkan penggelontoran dana untuk desa yang besar-besaran dari APBN, nyatanya tidak terbukti efektif dalam membangun desa dan menyejahterakan rakyat.

Berbeda dengan paradigma Islam, pembangunan dalam sudut pandang Islam telah terbukti mampu menyejahterakan rakyatnya secara merata, baik di desa dan di kota tanpa menghilangkan ciri khas yang melekat pada ruang hidup masyarakat kota dan desa.

Adapun mekanismenya sebagai berikut. Pertama, paradigma pembangunannya adalah pelayanan oleh penguasa kepada rakyatnya, bukan dalam konsep transaksi jual beli seperti yang ada pada sistem kapitalisme. Hal ini sesuia dengan syariat Islam yang menjadikan negara memiliki kewajiban untuk menjamin seluruh kebutuhan rakyatnya mulai dari sandang, pangan, dan papan, serta pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Inilah yang semestinya menjadi standar jaminan pemerataan pembangunan di kota dan desa, sebab setiap warga memiliki hak yang sama yaitu mendapatkan fasilitas hidup layak.

Selain itu, pembangunan kecamatan akan mandiri tanpa intervensi pihak luar, baik melalui skema investasi ataupun utang luar negeri. Melaluo kekuatan baitulmal akan meniscayakan hal tersebut. Hal ini pulalah yang menjadi jaminan pembangunan di desa, yakni berfokus pada kemaslahatan umat bukan kepentingan korporasi. Dengan begitu, jembatan reyot maupun jalanan rusak, akan sangat diperhatikan oleh negara.

Kedua, pembangunannya bersifat sentralistik, yaitu seluruhnya dalam pantauan pemerintah pusat.

Hal ini bertujuan guna pemerintah pusat mengetahui segala sesuatu yang menjadi kebutuhan suatu daerah dan yang menjadi surplus daerah tersebut. Sebagai contoh, saat paceklik terjadi di suatu wilayah, pemerintah pusat akan turut sigap mencari daerah yang surplus untuk memenuhi kebutuhan wilayah yang sedang paceklik.

Dengan begitu, pembangunan kecamatan tidaklah dinilai berdasarkan nominal pendapatan daerahnya, melainkan sesuai dengan kebutuhan rakyat di dalamnya. Bagi kecamatan pendapatan daerahnya minim tersebab SDAnya sedikit, maka negara akan menyuntik dana yang cukup untuk kebutuhannya. Begitu pula dengan wilayah yang surplus karena ada banyak SDA di sana, maka negara akan memberikan sebagian pendapatannya kepada wilayah yang kekurangan. Inilah gambaran pemerataan pembangunan pada desa dan kota.

Ketiga, negara yang berlandaskan Islam sangat memperhatikan karakteristik desa dan kota yang memiliki ruang hidup yang berbeda. Kecamatan adalah tempat dengan lahan yang luas sehingga pertanian, perkebunan, juga perikanan sangat cocok dikembangkan di sini. Peningkatan produktivitas pertanian akan menambah insentif para petani sehingga bisa meningkatkan taraf hidup rakyat perdesaan.

Oleh karena itu untuk mengentaskan warga perdesaan yang ada dalam lingkup kecamatan dari kemiskinan,bisa dengan mengoptimalkan produksi pertanian dengan pemberian subsidi terhadap saprotan atau pemberian lahan kepada rakyat yang tidak memiliki lahan untuk bertani. Pemerintah juga harus memperhatikan rantai pasok sehingga produk pertanian bisa diserap pasar dengan baik. Dengan ini, tidak harus dibangun sektor pariwisata di desa yang justru bisa mengganggu produktivitas pertanian. Selanjutnya, tingginya produktivitas pertanian akan mengantarkan pada kedaulatan pangan.

Keempat, baitulmal akan menopang seluruh pembangunan baik di desa dan kota. Sebab pemasukan baitulmal begitu melimpah, khususnya pada pos kepemilikan umum. Haramnya penguasaan dan pengelolaan SDA melimpah oleh swasta menjadikan negara mandiri dalam mengelola SDAnya. Dari sini akan didapat keuntungan yang besar untuk bisa dikembalikan kepada umat dalam bentuk fasilitas atau barang siap konsumsi.

Kelima, penguasa yang amanah akan menjadikan seluruh program berjalan dengan baik. Pejabat pusat dan daerah bahu-membahu memberikan kinerja terbaik bagi rakyatnya, bukan saling mencari celah untuk memperkaya diri sendiri. Walhasil, kehidupan rakyat akan sejahtera, baik di kota maupun di desa.

Pada akhirnya, urbanisasi tidak akan terjadi secara besar-besaran di dalam tata kelola negara Islam karena di wilayah mana pun, rakyat akan menemukan kesejahteraannya. Hidup di kota ataupun di desa adalah pilihan bagi setiap rakyat tanpa melihat salah satunya lebih unggul menurut paradigma komoditas ekonomi.

Keenam, terbukanya jalur komunikasi antara rakyat dan penguasa agar ketika terjadi kelalaian penguasa dalam memenuhi hak rakyatnya, mereka bisa menyampaikan aspirasinya baik langsung secara individu ataupun dengan peran partai politik, Majelis Umat, dan Mahkamah Mazhalim. Empat perangkat inilah yang berperan melakukan muhasabah lil hukam (mengoreksi penguasa). Jalur komunikasi yang baik dan tingginya kepedulian umat ini akan menihilkan celah korupsi sebab oknum pejabat yang berwatak koruptor sudah terdeteksi sejak dini.

Dengan ini jelas, sungguh pembangunan desa menurut perspektif Islam urgen untuk diterapkan karena terbukti mampu menyelesaikan persoalan ketimpangan kota dan desa. Atas ijin Allah masyarakat yang hidup dalam naungan bersistem Islam akan makmur dan sejahtera.

Ditulis oleh : Ummu Ilyas ( Guru dan Pegiat Literasi)

Bagaimana Tanggapan Anda Tentang Informasi Ini !!!