
Sinarpos.com – Keracunan MBG kembali terjadi di berbagai daerah, diantaranya di Kabupaten Lebong, Bengkulu sebanyak 456 anak dan 4 guru mengalami pusing dan muntah-muntah, di Lampung Timur sebanyak 20 anak yang mengeluhkan pusing dan mual, di SMP 3 Berbah Sleman sebanyak 135 siswa, dan di sejumlah daerah lain. Hasil uji laboratorium atas sampel makanan dilaporkan adanya bakteri (umumnya bakteri Escherichia Coli) pada makanan yang menyebabkan keracunan, hal ini menjadi indikasi buruknya sanitasi di lingkungan SPPG (Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi) terkait.
Gubernur Bengkulu, Helmi Hasan mengumumkan penghentian sementara semua kegiatan MBG di Kabupaten Lebong dan fokus pada pemulihan para korban serta mengawasi penyelidikan yang sedang berlangsung. Sementara Badan Gizi Nasional melalui Kepala Regional SPPG Provinsi Bengkulu menyampaikan keprihatinan dan permintaan maaf sebesar-besarnya atas kejadian luar biasa tersebut dan berkomitmen untuk meningkatkan pengawasan, kualitas, dan keamanan dalam program MBG tersebut.
Terjadinya keracunan berulang di sejumlah daerah menunjukkan ketidaksiapan dan kelalaian khususnya dalam menyiapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) dan pengawasan SPPG. Alih-alih anak-anak mendapatkan makanan bergizi, kelalaian ini membahayakan kesehatan bahkan nyawa mereka.
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan janji kampanye Presiden untuk mengatasi masalah malnutrisi dan stunting pada anak-anak dan ibu hamil serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal melalui pemanfaatan pangan lokal.
MBG ini bukanlah solusi tunggal untuk menyelesaikan persoalan gizi pada anak sekolah dan ibu hamil, apalagi mencegah stunting. Selama ini pemerintah sudah mengupayakan penyelesaian masalah pencegahan stunting diantaranya intervensi spesifik fokus gizi dan kesehatan seperti pemberian ASI Eksklusif selama enam bulan pertama, pemantauan tumbuh kembang anak di Posyandu, imunisasi dan penyuluhan kesehatan. Kemudian intervensi spesifik fokus lingkungan dan sosial seperti penyediaan air bersih dan sanitasi, akses terhadap perlindungan sosial dan lain-lain.
Namun dengan berbagai upaya tersebut, pravalensi stunting nasional tidak mengalami penurunan secara signifikan. Hal ini dikarenakan semua upaya tidak mengarah kepada permasalahan utama yang dialami masyarakat yakni ketidaksejahteraan, tidak terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat yaitu sandang, pangan dan papan yang layak, pendidikan yang murah dan berkualitas, serta ketersediaan lapangan pekerjaan.
Berbagai benang kusut masalah negara bermula dari pengambilan sistem yang keliru, yang kemudian merembet ke berbagai sektor kehidupan. Dalam sistem ekonomi, diakui atau tidak selama ini Indonesia mengemban sistem ekonomi kapitalis di mana adanya kepemilikan atas alat-alat produksi seperti pabrik, tanah, dan modal yang sebagian besar dimiliki oleh individu atau perusahaan swasta, bukan negara.
Hal ini dikuatkan dengan adanya pemaknaan yang longgar di dalam konsep penguasaan SDA beserta lemahnya pengelolaan yang terdapat pada Pasal 33 UUD 1945 yang berbunyi : Cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Akibatnya tampaklah bahwa berbagai SDA yang melimpah dan menyangkut hajat hidup orang banyak ini dikuasai oleh perorangan dan bahkan asing, tidak menjadikan masyarakat sejahtera seluruhnya. Terlebih lagi, menurut data Badan Pusat Statistik mengungkapkan bahwa sumber pendapatan negara yang berasal dari SDA ini hanya menyumbang sebesar 7,4%, sedangkan dari sektor pajak menyumbang sebesar 82,4% (Sumber : BPS APBN 2024).
Dalam persfektif hukum Islam melalui sistem yang berbasis syariah,negara wajib sebagai raain yang bertanggung jawab mewujudkan kesejahteraan rakyat, di antaranya dengan memenuhi kebutuhan pokok masyarakat dengan berbagai mekanisme sesuai syariat secara langsung maupun tidak langsung.
Negara akan mempunyai sumber pemasukan yang besar diantaranya dari sektor Sumber Daya Alam yang mempunyai hukum yang jelas, tegas dan adil tentang penguasaan dan pengelolaan Sumber Daya Alam tersebut. Dengan pemasukan yang besar, tentunya negara akan dapat mensejahterakan masyarakatnya terutama dalam pemenuhan hak-hak dasar bagi warga negara.
Jika negara dengan sistem Islam mempunyai kewajiban untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat sesuai dengan hukum syariat yang didasarkan kepada sumber hukum tertinggi yaitu Al Quran dan sunnah Nabi sebagai bentuk ibadah kepada Allah SWT, maka orang-orang yang bekerja kepada negara wajib mematuhi aturan tersebut sebagaimana disebutkan dalam Al Quran surat An Nisa ayat 59 : “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya) dan ulil amri di antara kamu.”
Dengan landasan ini bekerja kepada negara dan taat kepada negara adalah salah satu bentuk ketaatan kepada Allah, sehingga orang-orang yang bekerja di dalamnya akan menguatkan niatnya sehingga akan bekerja dengan sebaik-baiknya. Tentunya hal ini akan berbeda nilainya ketika bekerja kepada yang tidak bersumber kepada hukum Allah.
Orang-orang akan condong meraih keuntungan dan melalaikan aspek keamanan pangan sebagaimana yang terjadi saat ini.
Oleh : Ati Yuniarti ( Pendidik )