
Oleh: Yunizar, S.H. – Ketua Forum Komunikasi Masyarakat Lampung (FORKOMALA)
SINARPOS.com LAMPUNG, 9 Juli 2025 Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga independen yang dibentuk untuk mengawasi sektor jasa keuangan secara profesional dan menjaga stabilitas sistem keuangan nasional. Namun, belakangan ini muncul kekhawatiran serius bahwa OJK mulai menjalankan perannya melewati batas-batas kewenangan hukum, seolah menjadi negara dalam negara—mengintervensi secara sepihak urusan internal bank daerah tanpa mengindahkan dasar hukum lokal yang sah.
Salah satu bentuk intervensi yang memicu kontroversi adalah pemaksaan skema Kelompok Usaha Bank (KUB) terhadap bank pembangunan daerah, termasuk Bank Lampung. OJK mendorong bank daerah untuk memenuhi ketentuan modal inti minimum melalui konsolidasi, merger, atau masuknya investor baru, meski tidak semua langkah tersebut sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) yang menjadi landasan hukum pendirian bank-bank tersebut.
Bank daerah bukan entitas keuangan biasa. Mereka didirikan oleh pemerintah daerah berdasarkan Perda yang mengatur struktur kepemilikan, model pengelolaan, dan orientasi ekonomi kerakyatan.
Ketika OJK mulai mendorong model konsolidasi dengan cara yang mengabaikan atau bahkan bertentangan dengan Perda, maka itu adalah bentuk intervensi yang melanggar prinsip hukum otonomi daerah yang dijamin oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Pertanyaan mendasarnya adalah: Apakah OJK berwenang memaksakan perubahan struktur modal atau kepemilikan tanpa persetujuan dan revisi terhadap Perda yang berlaku? Jika tidak, maka tindakan tersebut tidak hanya cacat secara hukum, tapi juga dapat dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran terhadap asas legalitas dan supremasi hukum lokal.
Kedaulatan dan Tata Kelola Keuangan Daerah Terancam
Pendekatan OJK yang bertumpu semata-mata pada aspek kuantitatif modal, tanpa mempertimbangkan kualitas tata kelola, kepentingan daerah, dan keadilan distribusi ekonomi, berpotensi menimbulkan kerugian jangka panjang. Kedaulatan daerah atas institusi keuangannya sendiri terancam, terutama jika bank daerah dipaksa untuk ‘menjual diri’ kepada pemodal luar hanya demi memenuhi standar modal semu yang tidak realistis.
Hal ini tidak hanya melemahkan daya tawar pemerintah daerah, tapi juga membuka celah bagi masuknya oligarki ke dalam struktur keuangan daerah yang selama ini menjadi penyangga utama bagi sektor riil, UMKM, dan layanan publik berbasis lokal.
Baca Juga:
Kemenekraf Perkuat Sinergi dengan OJK dan Kemenkeu untuk Dukung Akses Permodalan Industri Kreatif
Sebagai regulator, OJK memiliki mandat untuk menjaga sistem keuangan tetap sehat dan stabil. Namun mandat itu tidak boleh dijalankan dengan mengabaikan prinsip konstitusional, kearifan lokal, dan kerangka hukum daerah. OJK harus menjadi fasilitator, bukan pemaksaan satu model kebijakan bagi semua entitas bank daerah.
Indonesia adalah negara hukum yang menjunjung tinggi prinsip otonomi daerah. Maka dalam setiap kebijakan nasional yang bersinggungan langsung dengan struktur pemerintahan daerah, harus ada dialog yang terbuka dan berbasis partisipasi hukum serta sosial-politik lokal. Tidak bisa dibiarkan ada kebijakan top-down yang sewenang-wenang tanpa landasan hukum yang sinkron.
Tegakkan Hukum, Jaga Kedaulatan Daerah
Kebijakan sektor keuangan nasional tidak boleh menyingkirkan keragaman struktur hukum lokal. Pemaksaan model tunggal atas nama stabilitas modal hanya akan melahirkan instabilitas hukum dan sosial di level daerah.
OJK bukan negara dalam negara. Regulator harus tunduk pada prinsip hukum, menjunjung asas otonomi daerah, dan bekerja sebagai pengawal yang adil dan bijak bagi ekosistem keuangan nasional—bukan sebagai penguasa tunggal yang tak tersentuh koreksi.
Baca Juga:
FORKOMALA Dukung Gubernur Lampung Lawan Oligarki: Bela Petani Singkong, Tolak Impor Tapioka
FORKOMALA bersama elemen masyarakat Lampung menyerukan evaluasi mendalam terhadap kebijakan OJK yang menyangkut bank daerah.
Kami mendesak adanya klarifikasi terbuka, konsultasi publik, dan keterlibatan pemerintah daerah dalam setiap keputusan strategis yang menyangkut eksistensi dan masa depan lembaga keuangan milik daerah.
Yunizar, S.H. – Ketua Forum Komunikasi Masyarakat Lampung (FORKOMALA)