
Sinarpos.com – Memprihatinkan, peristiwa tindak pidana perdagangan orang (TPPO) makin meningkat di tanah air. Berdasarkan data resmi milik Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) bahwa sepanjang Januari hingga 5 Agustus 2025 tercatat sebanyak 450 warga Indonesia menjadi korban tindak pindana perdagangan orang (TPPO).
Hal yang menjadi sorotan adalah tingginya kasus korban tindak pindana perdagangan orang (TPPO) di wilayah Jawa
Barat, setelah terjadi pengungkapan kasus perdagangan bayi di wilayah Jawa Barat. Terdapat enam orang perempuan yang ditangkap karena diduga menjadi
bagian dari sindikat perdagangan bayi lintas negara. Modus perdagangan dilakukan melalui media sosial dan rumah sakit, serta melibatkan calo dan jaringan luar negeri. Polisi menyebutkan bahwa sindikat ini telah menjual sedikitnya 25 bayi sejak 2023.
Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) berdasarkan UU nomor 21 tahun 2007 merupakan tindakan perekrutan, pengangkutan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang, atau memberi bayaran atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali orang lain tersebut baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan tereksploitasi.
Selanjutnya perdagangan manusia di era modern ini seolah menjadi problem abadi. Karena memang ada rantai permintaan abadi. Yakni bisnis perdagangan manusia yang menghasilkan cuan terus eksis karena sistem nilai liberal sekuler yang mempromosikan nilai-nilai kebebasan akut di masyarakat seperti lingkaran setan yang tak berujung.
Dalam pandangan kapitalisme, apapun yang menghasilkan keuntungan sah-sah saja ditransaksikan sekalipun itu manusia. Karena yang jadi ukuran hanya cuan dan cuan.
Selain itu, watak asli kapitalisme yang mensucikan keuntungan materi sebagai tujuan utama dari masyarakat, sehingga tak pelak lagi ini menjadi bahan bakar bagi semangat dehumanisasi dan para pelaku perdagangan manusia.
Dalam kitab sistem pergaulan dalam Islam yang ditulis oleh Syekh Taqiyuddin An-Nabhani menjelaskan bahwa pengasuhan anak merupakan suatu kewajiban, karena dengan menelantarkan anak, dia akan binasa. Pengasuhan anak termasuk kategori menjaga jiwa (hifzh al-nafs) yang
telah diwajibkan Allah SWT.
Jiwa anak wajib dijaga agar terhindar darikebinasaan, sekaligus diselamatkan dari segala sesuatu yang dapat membinasakannya. Islam juga membangun masyarakatnya dengan landasan Aqidah Tauhid, konsep kehidupannya berjalan untuk mentaati perintah-perintah Allah swt dan menjauhi larangan-Nya, dan makna kebahagiaannya adalah Ridha Allah swt.
Sangat kontras dengan kapitalisme, nilai-nilai hidup Islam tidak akan pernah menempatkan materi diatas moralitas, atau uang di atas harkat manusia, meski mereka miskin sekalipun.Hal ini juga akan mematahkan gambaran kepribadian materialistis yang fokus hanya pada uang dan materi tanpa peduli konsekuensinya pada orang lain apalagi masyarakat, sehingga akan meminimalisir eksploitasi dan kezaliman terhadap orang lain.
Begitupun kita bisa melihat nilai dan hukum-hukum Islam membuat dunia bisnis berjalan dalam jalur prinsip halal dan haram tanpa mengambil keuntungan dari penderitaan orang lain. Dan negara pun akan fokus membangun kemuliaan peradaban masyarakat berdasarkan Aqidah dan Syariah Islam.
Sehingga tertunaikanlah sabda Nabi : “Amir (pemimpin) masyarakat adalah pengurus mereka dan dia bertanggung
jawab atas (urusan) rakyatnya.” [HR. Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzidan Ahmad]. WalLahu a’lam bi ash-shawab. []
Oleh : Laela Faridah S.Kom.I