
Sinarpos.com – Mencermati kondisi generasi saat ini, maka kita akan sepakat bahwa begitu banyak masalah yang menimpa mereka. Masalah yang tidak kunjung selesai, bahkan semakin parah. Dekadensi moral khususnya terkait dengan seks bebas, pornografi dan pornoaksi adalah salah satunya.
Fakta dan data remaja yang terlibat dalam seks bebas membuat rasa pesimis yang luar biasa terhadap nasib generasi bangsa ke depan dan tidak hanya berdampak buruk pada akal, perasaan dan tingkah lakunya, melainkan juga berakibat pada hilangnya nyawa.
Pengelola Program KPA ProvinsiJawa Barat menyebut pergaulan bebas di kalangan anak dan remaja telah meluas tanpa batas menjadi penyebab tren peningkatan Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) padaremaja. Fakta miris juga terungkap pada remaja yang telah terjangkit virus mematikan ini, yaitu mereka melakukan hubungan seksual di rumah ketika orangtua tidak ada. Tragisnya, sebagian ada remaja yang melakukan hubungan seksual dengan lebih dari satu pasangan dalam satu waktu.
Jawa Barat menunjukkan peningkatan angka orang dengan
HIV/AIDS (ODHA), tercatat hingga tahun 2024 sebanyak 10.405 ODHA dengan jumlah yang mengkhawatirkan berasal dari kelompok anak dan remaja.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan, sebanyak 107 ODHA berasal dari kelompok usia 5-14 tahun, 645 orang di rentang 15-19 tahun, dan 2.164 orang di usia 20-24 tahun. Hal ini menunjukkan lebih dari 2.900 anak dan remaja menjadi bagian dari statistik HIV di Jawa Barat.
Fenomena inilah yang menjangkiti umat, termasuk perempuan dan generasi muda. Wabah seksualisasi yang melanda kaum pemuda, serta didukung oleh industri hiburan dan media telah secara masif terus merasuki generasi muda, mendorong mereka memiliki cara pandang yang ‘murah’ terhadap hubungan laki-laki dan perempuan yakni hanya dalam konteks pemuasan nafsusesaat. Wabah ini jelas akan menjadikan kaum pemuda melakukan kesalahan yang sama sehingga akan merusak tatanan sosial di masyarakat.
Dipihak lain, godaan kehidupan kapitalis materialistik membuat mereka haus untuk selalu menikmatinya. Gaya hidup hedonis yang tumbuh subur di era liberal ini membuat mereka nyaman dengan sekularisme.
Kenyataan inilah yang seharusnya dipahami, direnungkan dan menjadi alasan untuk berjuang mengubah hidup yang rusak ini. Dalam Islam hukuman bagi pelaku zina adalah dicambuk sebanyak 100 kali bagi yang belum pernah menikah. Sedangkan bagi pezina laki-laki dan perempuan yang sudah pernah menikah dikenai sanksi hukuman rajam (dilempari batu ukuran sedang dan tubuh ditanam di tanah setinggi dada) hingga meninggal. Hukuman ini hanya bisa dijatuhkan jika ada empat orang saksi yang adil, pengakuan pelaku, atau bukti kehamilan wanita dengan disertai pengakuan. Semua bukti-bukti tersebut harus dikemukakan di pengadilan dan bukan karena dipaksa untuk melakukan zina.
Demikian juga penolakan total Islam terhadap pelaku “sesama”, sebagaimana dituturkan lisan mulia Rasulullah saw., “Sesungguhnya Allah Swt. melaknat siapa saja yang melakukan perbuatan kaum Luth (liwat).” Beliau saw. mengulangi ucapan itu sebanyak tiga kali. (HR. Nasai).
Juga sabdanya, “Barang siapa yang kalian dapati melakukan perbuatan kaum Luth, bunuhlah kedua pelakunya.” (HR. Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad).
Dengan hukuman seperti ini, orang-orang yang akan melakukan tindakan berzina akan berpikir beribu kali sebelum melakukannya. Islam memiliki solusi mengakar untuk menciptakan masyarakat yang sehat jiwanya. Islam dengan seluruh risalahnya yang luhur telah menjaga bangunan masyarakat dengan penjagaan yang sempurna. Akidah dan
hukum-hukum Islam telah menjaga 8 hal yang ada dalam masyarakat, yakni: (1)memelihara agama; (2) memelihara jiwa; (3) memelihara akal; (4) memelihara keturunan; (5) memelihara harta benda; (6)memelihara kehormatan; (7) memelihara keamanan; (8)memelihara negara.
Maka, untuk menjamin kehormatan dan keamanan masyarakat cukup dengan Islam. Sejarah gemilang peradaban Islam terbukti menjamin kehormatan anak-anak generasi penerus Islam.
Sistem hukum, sosial, dan politik ekonominya berpadu menjaga dan menjamin tumbuh kembang generasi emas yang kuat, produktif, dan bertakwa. Islam menolak nilai-nilai liberal murahan yang melakukan seksualisasi pada masyarakat, sebaliknya justru terus mempromosikan cara pandang mulia dalam melihat hubungan antara laki-laki dan perempuan.
Islam akan fokus membina anak-anak laki-laki sebagai calon pemimpin, pelindung kaum perempuan dengan penuh rasa tanggung jawab untuk masa depan. Di saat yang sama, Islam akan menempatkan perempuan dalam kehormatan dan perlindungan dengan penerapan syariat Islam yang komprehensif tentang pakaian, pergaulan sosial, dan jaminan perwalian mereka. Adalah kembalinya Islam sebagai satu kesatuan sistem inilah yang akan menjadi perisai sekaligus obat dari wabah seksualisasi kaum pemuda, seperti sabda Rasulullah saw. : “Islam itu tinggi dan tidak ada yang mengalahkan ketinggiannya”. [HR. Daruqthni].
Oleh : Laela Faridah S. Kom.I