Search for:
  • Home/
  • OPINI/
  • Mengkhawatirkan, Warga Jabar Jadi Korban TPPO di Myanmar
Mengkhawatirkan, Warga Jabar Jadi Korban TPPO di Myanmar

Mengkhawatirkan, Warga Jabar Jadi Korban TPPO di Myanmar

Sinarpos.com

Sinarpos.com – Kembali, peristiwa tindak pidana perdagangan orang (TPPO) menghebohkan publik Indonesia. Berdasarkan informasi Kepala Bidang Penempatan Perluasan Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada Disnakertrans Jabar Hendra Kusuma Sumantri “bahwa sekitar 75 orang asal jawa barat ini merupakan bagian dari 554 warga negara Indonesia yang menjadi korban TPPO di Myawaddy, Myanmar dan berhasil dipulangkan secara bertahap.” melansir salah satu lamn media online.

Kasus TPPO berdasarkan UU nomor 21 tahun 2007 merupakan tindakan perekrutan, pengangkutan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaankekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan
kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang, atau memberi bayaran atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali orang lain tersebut baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan tereksploitasi.

Selanjutnya perdagangan manusia di era modern ini seolah menjadi problem abadi. Karena memang ada rantai permintaan abadi. Yakni bisnis perdagangan manusia yang menghasilkan cuan terus eksis karena system nilai liberal sekuler yang mempromosikan nilai-nilai kebebasan akut di masyarakat seperti lingkaran setan yang tak berujung.

Dalam pandangan kapitalisme, apapun yang menghasilkan keuntungan sah-sah saja ditransaksikan sekalipun itu manusia. Karena yang jadi ukuran hanya cuan dan cuan.

Selain itu, watak asli kapitalisme yang mensucikan keuntungan materi sebagai tujuan utama dari masyarakat, sehingga tak pelak lagi ini menjadi bahan bakar bagi semangat dehumanisasi dan para pelaku perdagangan manusia.

Sangat kontras dengan kapitalisme, Islam membangun masyarakatnya dengan landasan Aqidah Tauhid, konsep kehidupannya berjalan untuk mentaati perintah-perintah Allah swt danmenjauhi larangan-Nya, dan makna kebahagiaannya adalah ridha Allah SWT. Nilai-nilai hidup Islam tidak akan pernah menempatkan materi diatas moralitas, atau uang di atas harkat manusia, meski mereka miskin sekalipun.

Hal ini juga akan mematahkan gambaran kepribadian materialistik yang fokus hanya pada uang dan materi tanpa peduli konsekuensinya pada orang lain apalagi masyarakat, sehingga akan meminimalisir eksploitasi dan kezaliman terhadap orang lain.

Begitupun kita bisa melihat nilai dan hukum-hukum Islam membuat dunia bisnis berjalan dalam jalur prinsip halal dan haram tanpa mengambil keuntungan dari penderitaan orang lain. Dan negara pun akan fokus membangun kemuliaan peradaban masyarakat berdasarkan aqidah dan syariah Islam.

Sehingga tertunaikanlah sabda Nabi : “Amir (pemimpin) masyarakat adalah pengurus mereka dan dia bertanggung
jawab atas (urusan) rakyatnya.” [HR. Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzidan Ahmad]. WalLahu a’lam bi ash-shawab.
[]

Oleh : Laela Faridah S. Kom.I


Eksplorasi konten lain dari SINARPOS.com

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.