
Damai Itu Indah
Sinarpos | Konkep. Dalam kehidupan bermasyarakat, konflik hampir tidak bisa dihindari. Perbedaan kepentingan, kesalahpahaman, hingga ego yang tak terkendali kerap melahirkan pertentangan. Namun, cara kita memilih untuk menyelesaikan konflik akan menentukan apakah hubungan semakin rusak atau justru tumbuh lebih kuat.
Di antara berbagai metode penyelesaian sengketa, mediasi hadir sebagai jalan tengah yang damai. Berbeda dengan jalur litigasi di pengadilan yang kerap menimbulkan hasil “menang-kalah” (win-lose), mediasi menawarkan solusi “menang-menang” (win-win). Para pihak diberi ruang untuk berbicara, mendengar, dan saling memahami.
“Mediasi bukan sekadar mencari kompromi, melainkan membangun kembali komunikasi yang retak. Ketika seseorang didengarkan dengan tulus, rasa marah perlahan luluh, dan pintu hati mulai terbuka,” ujar Advokat Loren, yang juga Advokat dari FP-NTT Cendana Wangi, Sulawesi Tenggara.
Efektivitas mediasi telah terbukti di berbagai bidang: sengketa keluarga, pertanahan, bisnis, hingga konflik sosial. Dengan biaya lebih ringan, waktu lebih cepat, serta hasil yang lebih mengikat secara moral, mediasi menjadi pilihan bijak. Bahkan dalam sistem hukum Indonesia, mediasi diakui dan difasilitasi pengadilan sebagai langkah wajib sebelum perkara diperiksa lebih lanjut.
Namun, lebih dari sekadar aturan, mediasi adalah falsafah hidup: mengutamakan musyawarah, mengedepankan perdamaian, dan menjaga harmoni. Dalam budaya Nusantara, nilai rukun selalu dijunjung tinggi, karena masyarakat percaya bahwa damai itu indah.
Kasus Nining & Erwin: Damai Melalui Restorative Justice
Prinsip mediasi dan perdamaian tersebut juga tercermin dalam penyelesaian konflik antara Nining dan Erwin Masrin. Melalui dinamika panjang dan berbagai proses hukum yang sempat menyita perhatian publik, kedua belah pihak akhirnya sepakat menyelesaikan persoalan dengan pendekatan Restorative Justice atau keadilan restoratif.
Proses ini ditempuh dengan mengedepankan musyawarah, perdamaian, dan pemulihan hubungan sosial. Baik pihak Nining maupun Erwin, didampingi keluarga dan penasihat hukum masing-masing, menyatakan kesediaannya untuk menutup perbedaan dan kembali membangun hubungan yang lebih baik di tengah masyarakat.
Dengan adanya kesepakatan tersebut, perkara hukum yang sempat bergulir dapat dihentikan secara damai. Prinsip Restorative Justice tidak hanya menekankan penyelesaian masalah hukum semata, tetapi juga pemulihan keadilan bagi korban, pelaku, sekaligus masyarakat.
“Kami bersyukur bahwa akhirnya persoalan ini dapat diselesaikan tanpa harus berlarut-larut di kepolisian hingga pengadilan. Kedua belah pihak sudah sepakat untuk berdamai dan saling memaafkan,” jelas Advokat Loren, yang turut hadir dalam proses mediasi tersebut.
Sebagai alumni Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah, Loren menegaskan bahwa penyelesaian melalui Restorative Justice ini diharapkan dapat menjadi contoh baik bagi masyarakat. Bahwa jalan damai, musyawarah, dan saling menghargai dapat menjadi solusi efektif dalam menyelesaikan konflik.
Penutup: Damai Adalah Warisan Terbaik
Kasus Nining dan Erwin menjadi bukti nyata bahwa keadilan sejati tidak selalu harus ditempuh lewat jalur pengadilan. Dengan musyawarah, saling memaafkan, dan mengedepankan perdamaian, harmoni sosial dapat kembali dijaga.
Konflik memang tak terelakkan, tetapi permusuhan bukanlah satu-satunya jalan. Tidak ada kemenangan yang lebih mulia daripada ketika perdamaian terwujud, dan tidak ada warisan yang lebih berharga selain menjaga hubungan baik antarsesama.