
Sinarpos.com – Terlihat di balik gedung-gedung tinggi Bandung, matahari baru saja tenggelam. Lampu jalan menyala satu per satu, menandai awal malam di kota yang tak pernah benar-benar sepi. Di trotoar dekat alun-alun, seorang ayah duduk bersandar pada gerobak baksonya yang sudah dingin. Anak lelakinya yang kelas lima SD duduk di sampingnya menatap jalanan ramai.
“Pak, hari ini cuma laku tiga mangkok ya?” tanya sang anak pelan.
Sang ayah hanya tersenyum tipis. “Iya, Nak. Tapi jangan sedih, besok kita coba lagi. Kota ini besar, rezeki Allah juga luas.”
Di tengah kemeriahan kota, keluarga kecil itu merasakan sisi lain kehidupan. Data BPS baru-baru ini mencatat, kemiskinan di perkotaan Jawa Barat meningkat menjadi 6,76 persen pada Maret 2025, naik dari 6,65 persen di September 2024. Sementara di desa, angka kemiskinan justru menurun. Kota yang tampak gemerlap, ternyata menyimpan banyak hati yang berjuang dalam diam.
Ketika Harapan Bertemu Teknologi
Di hari lain, seorang pemuda bernama Arif berdiri di depan sebuah kantor pencari kerja. Ia baru saja di-PHK dari pabrik tekstil karena efisiensi produksi. “Pekerjaan makin sulit, tapi kebutuhan tak bisa berhenti,” gumamnya.
Data menunjukkan bahwa penganggur di Jawa Barat menembus angka 1,81 juta pada Februari 2025. Naik dari 1,77 juta tahun sebelumnya.
Namun, sebuah harapan baru datang. Pemerintah Jawa Barat meluncurkan aplikasi digital untuk menghubungkan pencari kerja seperti Arif dengan perusahaan yang membutuhkan tenaga. Arif mengunduhnya di ponselnya yang layar retak. Malam itu, untuk pertama kalinya ia tersenyum melihat notifikasi lowongan yang sesuai keterampilannya.
Di Balik Angka, Ada Nyawa
Setiap angka kemiskinan dan pengangguran adalah cerita. Ada tangis seorang ibu yang menahan lapar agar anaknya tetap makan. Ada pemuda yang menahan malu karena harus kembali ke kampung tanpa pekerjaan.
Digitalisasi memberi secercah jalan keluar, namun masalah ini tidak sederhana. Ketimpangan dan pengangguran lahir dari sistem ekonomi yang memihak pada segelintir orang. Jika akar masalahnya tidak disentuh, maka setiap upaya hanya menjadi tambal sulam di permukaan.
Cahaya dari Ajaran Islam
Di tengah gelombang keresahan itu, Islam menghadirkan cahaya. Rasulullah saw. pernah bersabda, “Tidaklah seorang pemimpin mengunci pintunya dari rakyat yang membutuhkan, melainkan Allah akan menutup pintu langit baginya di hari kiamat.” (HR. Ahmad)
Pada masa kepemimpinan Islam, baitul mal atau kas negara menjadi tempat rakyat menggantungkan harapan. Dari sanalah modal usaha diberikan, pasar dibangun, dan setiap orang punya kesempatan bekerja. Tidak ada warga yang dibiarkan lapar atau kehilangan masa depan.
Sistem ekonomi Islam tidak hanya memberi bantuan sesaat, tetapi menata ulang peredaran harta agar semua orang bisa hidup layak. Zakat, wakaf, dan distribusi kekayaan menjadi mekanisme nyata untuk melawan kemiskinan dan pengangguran.
Langkah Kecil yang Menjadi Perubahan
Malam itu, ayah penjual bakso menatap layar ponselnya. Ia baru saja mendaftar di aplikasi digital pemerintah yang menghubungkan warga miskin kota dengan bantuan modal usaha. Di saat yang sama, Arif menerima pesan wawancara kerja pertamanya sejak ia kehilangan pekerjaan.
Mereka berdua tersenyum, bukan karena masalah langsung hilang, tapi karena harapan kembali hadir. Langkah kecil hari ini bisa menjadi pintu perubahan besar esok hari, karena jalan panjang menanti.
Dan di tengah hiruk-pikuk kota, keyakinan pun berbisik, “Allah tidak akan membiarkan hamba-Nya berjuang sendirian.”
Oleh: Ummu Fahhala, S. Pd.(Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi)