Kebijakan Negara dalam Memenuhi Kebutuhan Listrik Masyarakat
Sinarpos.com -.Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Jatigede yang memiliki kapasitas 2 x 55 megawatt (MW) telah diresmikan oleh Presiden Prabowo Subianto pada Senin, 20 Januari 2025.
PLTA Jatigede diharapkan dapat mempercepat realisasi program Jabar Caang sekaligus memenuhi kebutuhan listrik bagi 121.871 rumah di 1.737 desa yang tersebar di 26 kabupaten/kota di Jawa Barat yang belum teraliri listrik hingga 2025, berdasarkan data Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jawa Barat.
Wakil Ketua DPRD Jawa Barat, Iwan Suryawan menyatakan bahwa PLTA Jatigede yang memanfaatkan Waduk Jatigede sebagai waduk terbesar kedua di Indonesia ini diharapkan dapat mendukung program Pemprov Jawa Barat salah satunya program Jabar Caang.
Menurut Iwan, dengan potensi besar yang dimiliki PLTA dan Waduk Jatigede, masyarakat Jabar optimis bahwa program Jabar Caang dapat terwujud, memberikan manfaat luas bagi rumah tangga, sektor pertanian, hingga industri.
Tidak hanya mendukung pembangkit listrik, Waduk Jatigede yang dibangun dengan anggaran Rp4,4 triliun ini, juga memiliki fungsi lain seperti irigasi, penyediaan air baku, pengendalian banjir, dan pengembangan pariwisata.
Keberadaan PLTA dan Waduk Jatigede ini membawa harapan baru bagi masyarakat Jawa Barat untuk meraih kehidupan yang lebih baik, dengan akses listrik, peningkatan hasil pertanian, serta pengendalian banjir yang lebih baik di masa depan.
Liberalisasi Listrik
Masih banyak di negeri ini, wilayah yang belum mendapat layanan listrik. Listrik masih menjadi persoalan hari ini, di zaman yang sudah serba digital. Layanan listrik belum merata hingga wilayah pelosok atau terpencil. Hal ini terjadi akibat liberalisasi listrik, menjadikan layanan listrik berbayar. Dominasi swasta tampak dalam mengelola kebutuhan dasar hidup masyarakat.
Pihak swasta hadir seolah sangat membantu negara dalam membangun sebuah pembangkit listrik yang memerlukan biaya cukup besar dan waktu pembangunan yang cukup lama. Hal ini menjadi pembenaran kerjasama dengan pihak swasta.
Liberalisasi listrik makin deras dengan terbitnya Undang-Undang No 30 Tahun 2009 tentang ketenagalistrikan yang menyebut bahwa penyediaan listrik dilakukan oleh negara, tetapi badan swasta tetap bisa berperan sebagai pihak penyedia energi listrik. Undang-Undang ini menjadi alasan percepatan pemerataan listrik di seluruh wilayah Indonesia dengan cara menggandeng pihak swasta.
Dalam pembangunan pembangkit listrik membutuhkan biaya yang tidak sedikit, sebagai pihak swasta pasti menginginkan keuntungan yang besar. Mereka hanya mau berinvestasi membangun pembangkit listrik di wilayah-wilayah pusat beban listrik yang dianggap menguntungkan mereka.
Realitas di atas, jelas tampak adanya liberalisasi listrik. Kesulitan mengakses layanan listrik akan terus dialami masyarakat pelosok atau terpencil.
Masyarakat harus mengeluarkan uang untuk membayar layanan listrik. Akses listrik makin sulit digapai masyarakat pelosok atau terpencil, dan sungguh berat beban ekonomi masyarakat saat ini. Mereka harus memenuhi sendiri semua kebutuhan dasar berupa sandang, pangan, papan, pendidikan, dan keamanan.
Kenaikan berbagai tarif, seperti pajak, listrik, dan sebagainya, membuat kehidupan masyarakat makin tercekik. Peran negara di sini hanya sebagai regulator dan fasilitator, yang berpihak hanya kepada para kapitalis, sedangkan masyarakat harus menanggung beban hidup mereka sendiri.
Kebebasan pengelolaan listrik oleh pihak swasta mengakibatkan negara yang berkewajiban mengelola dan mendistribusikan listrik kepada masyarakat memiliki beban berkali lipat membeli tenaga listrik dengan biaya besar, lalu mendistribusikannya dengan infrastruktur yang terbatas ke wilayah pelosok atau terpencil. Bukti negara lalai dalam melayani kebutuhan masyarakat.
Pengelolaan Listrik dalam Pandangan Islam
Listrik merupakan kepemilikan umum yang wajib dikelola oleh negara. Sebagaimana Rasulullah saw. bersabda, “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara: padang rumput, air, dan api.”(HR Abu Dawud dan Ahmad). Di sini, listrik termasuk ke dalam kategori api.
Negara wajib memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, termasuk kebutuhan listrik, di antaranya, negara wajib membangun sarana dan prasarana pembangkit listrik yang mampu menjangkau hingga ke pelosok, negara wajib melakukan eksplorasi sumber energi listrik secara mandiri dan tidak tergantung dengan swasta bahkan asing, negara wajib mendistribusikan pasokan listrik kepada masyarakat dengan harga murah bahkan gratis, negara akan mengambil keuntungan pengelolaan listrik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat lainnya, seperti pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan.
Negara dapat mengelola listrik berdasarkan syariat Islam. Pemimpin negara juga dapat menjalankan amanahnya dengan optimal. Kebutuhan listrik masyarakat pun akan terpenuhi. Masyarakat pelosok atau terpencil akan mudah mengakses layanan publik termasuk listrik dengan biaya relatif murah bahkan gratis jika melihat potensi sumber daya alam tambang yang sangat melimpah di negeri ini.
Wallahualam bissawab.
Oleh Yanyan Supiyanti, A.Md.Pendidik Generasi
Eksplorasi konten lain dari SINARPOS.com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.