Jejak Hitam Segitiga Emas dan Cahaya Penyelamat

Sinarpos.com

Sinarpos.com || Opini – Malam itu sunyi di sebuah rumah sederhana di pinggiran Bandung. Televisi menyala menayangkan berita yang membuat dada Raka terasa sesak.


“Direktorat Narkoba Polda Jawa Barat kembali membongkar jaringan narkotika internasional. Sebanyak 7 kilogram sabu asal Segitiga Emas, Myanmar, Thailand, dan Laos, berhasil diamankan sepanjang Agustus 2025. Empat orang tersangka ditangkap, terancam hukuman seumur hidup hingga hukuman mati…”

Raka mengepalkan tangannya. Ia teringat wajah sahabatnya, Jaya, yang kini terpuruk di penjara karena narkoba. “Kenapa negeri ini tak kunjung lepas dari jerat racun putih itu?” gumamnya lirih.

Ibunya, yang duduk di sebelahnya, menatap penuh haru. “Nak, narkoba bukan sekadar barang haram. Ia adalah senjata yang menghancurkan generasi.

Jika sabda Rasulullah saw. mengingatkan kita bahwa setiap zat yang memabukkan itu haram, maka sungguh jelas, kita sedang diserang dengan sesuatu yang bukan hanya merusak tubuh, tapi juga iman.”

Esoknya, Raka mendatangi ustaznya, seorang alim yang sering ia jadikan tempat bertanya.
“Ustaz,” kata Raka, “mengapa narkoba terus masuk ke negeri kita? Padahal aparat sudah menangkap, sudah menghukum, bahkan ancaman mati sekalipun tetap tidak membuat jera. Apakah masalah ini tidak akan pernah selesai?”

Sang ustaz menarik napas panjang, lalu menjawab dengan suara mantap.
“Raka, masalah narkoba ini ibarat akar yang dalam. Para pelaku yang ditangkap bukanlah aktor utama. Ada jaringan besar yang bermain, ada kartel yang menguasai jalur laut dan udara. Selama sistem hukum hanya menyentuh kulit, selama hukuman hanya menjadi ancaman di atas kertas, maka lingkaran setan itu tidak akan pernah putus.”
Raka terdiam. Kata-kata itu menohok batinnya. “Jadi, hukuman seumur hidup atau mati pun tidak cukup?” tanyanya ragu.

“Tidak, Nak,” jawab sang ustaz, “karena hukuman itu berdiri di atas sistem yang pincang. Selama negara masih membuka celah perdagangan internasional tanpa penjagaan yang kokoh, narkoba akan terus lolos. Sementara para bandar besar tetap aman, hanya kaki tangan yang ditumbalkan.”

Cahaya dari Islam

Raka menunduk. Air matanya menetes ketika ustaz itu melanjutkan penjelasan.
“Ketahuilah, Islam bukan hanya agama ritual. Islam adalah sistem hidup yang sempurna. Rasulullah saw. bersabda, ‘Rasulullah melarang setiap zat yang memabukkan dan menenangkan (mufattir).’ (HR Abu Dawud dan Ahmad).”

“Para ulama seperti Ibnu Taymiyah dan ash-Shan’ani telah menegaskan keharamannya. Dalam Islam, narkoba tidak dianggap sebagai barang ekonomi, tidak boleh diproduksi, tidak boleh didistribusikan, apalagi dikonsumsi.”

“Lalu, bagaimana Islam menindak pelaku narkoba, Ustaz?” tanya Raka dengan mata berbinar.
“Dalam sistem Islam,” jawab ustaznya, “setiap bentuk narkoba dianggap jarimah. Hukumannya takzir, bisa berupa cambuk, denda, penjara, hingga hukuman mati, tergantung dampak dan bahayanya bagi masyarakat. Tujuannya bukan sekadar menghukum, tapi mencegah agar orang lain tidak berani mengulanginya, sekaligus menebus dosa pelaku di hadapan Allah.”

“Namun lebih dari itu,” lanjut sang ustaz, “Sistem Islam menjaga setiap jalur perdagangan internasional dengan pengawasan ketat. Tidak ada kompromi terhadap barang haram. Aparat yang dipilih adalah orang-orang amanah dan bertakwa, bukan mereka yang mudah dibeli.”

“Pendidikan Islam juga ditegakkan untuk membentuk generasi yang memahami bahwa narkoba adalah dosa besar. Maka perlawanan terhadap narkoba bukan hanya dengan senjata, tetapi juga dengan iman.”

Raka terdiam lama. Ia membayangkan jika negeri ini benar-benar menerapkan syariat Islam secara kafah, betapa kokohnya benteng pertahanan umat dari racun dunia.

“Berarti solusi sesungguhnya bukan sekadar penangkapan dan penjara ya, Ustaz,” katanya lirih, “tapi kembali pada Islam, risalah yang Allah Swt. turunkan untuk menuntun kita.”

Sang ustaz tersenyum, “Benar, Nak. Selama kita hanya mengandalkan hukum buatan manusia, masalah ini akan terus berulang. Tetapi jika Islam ditegakkan secara kafah, maka keadilan dan ketegasan akan menyelamatkan generasi dari kehancuran.”

Malam itu, Raka kembali pulang. Ia memandang langit yang bertabur bintang. Dalam hatinya ia berdoa, “Ya Allah, jangan biarkan bangsa ini hancur karena racun narkoba. Bangkitkanlah pemimpin yang menegakkan hukum-Mu, agar generasi kami selamat di dunia dan akhirat.”

Air matanya menetes, tetapi hatinya mulai dipenuhi harapan. Ia yakin, kegelapan Segitiga Emas hanya bisa dipatahkan oleh cahaya emas Islam.

Oleh: Ummu Fahhala, S. Pd.(Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi)

BERITA TERKAIT

BERITA KHUSUS (VIDEO STREAMING)

GIIAS 2025

Belasan Media Nasional Kawal Kasus Kematian Imam Komaini Sidik: Dugaan Pembunuhan Terencana, Hanya Satu Tersangka Ditahan?

Belasan Media Nasional Kawal Kasus Kematian Imam Komaini Sidik: Dugaan Pembunuhan Terencana, Hanya Satu Tersangka Ditahan?

Keluarga Korban Pembunuhan Imam Komaini Sidik Desak Pengungkapan Komplotan Pelaku: “Kami Percaya Ini Bukan Ulah Satu Orang”

Keluarga Korban Pembunuhan Imam Komaini Sidik Desak Pengungkapan Komplotan Pelaku: “Kami Percaya Ini Bukan Ulah Satu Orang”

Kantor Penasehat Hukum Hendri C Saragi, SH Desak Otopsi Jenazah Imam Komaini Sidik Oleh Tim Medis TNI: Mengungkap Tabir Kematian yang Penuh Tanda Tanya

Kantor Penasehat Hukum Hendri C Saragi, SH Desak Otopsi Jenazah Imam Komaini Sidik Oleh Tim Medis TNI: Mengungkap Tabir Kematian yang Penuh Tanda Tanya

Tragedi Pembunuhan Menyimpan Tanda Tanya, Ada Apa di Balik Peritiwa ini ?

Tragedi Pembunuhan Menyimpan Tanda Tanya, Ada Apa di Balik Peritiwa ini ?

Jalan Rusak di Daerah Pesantren Kelapa Sawit: Suara Warga yang Tak Kunjung Didengar

Jalan Rusak di Daerah Pesantren Kelapa Sawit: Suara Warga yang Tak Kunjung Didengar