Search for:
  • Home/
  • OPINI/
  • Darurat Judol, Tantangan Serius di Era Digital
Darurat Judol, Tantangan Serius di Era Digital

Darurat Judol, Tantangan Serius di Era Digital

Sinarpos.com

Sinarpos.com – Laporan terbaru dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kembali mengguncang publik. Jawa Barat, provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia, kembali dinobatkan sebagai “juara bertahan” dalam kasus judi online (judol). Tak tanggung-tanggung, gelar ini dipegang dua tahun berturut-turut—2024 dan kuartal pertama 2025—dengan DKI Jakarta menyusul di peringkat kedua.

Masalah judol bukan sekadar pelanggaran hukum, melainkan gejala dari kerusakan sistemik. Sementara itu, para pelaku di lapangan, yakni masyarakat pengguna, hanya menjadi korban dari sistem yang membiarkan gaya hidup serba instan dan serba untung.

Minimnya edukasi moral dan spiritual di ruang publik membuat judi tampil seolah sebagai solusi ekonomi singkat—padahal jalan kehancuran jangka panjang. Maka perlu solusi sistemik untuk membasmi sampai ke akarnya.

Pemerintah memang telah berupaya membendung arus judol dengan langkah-langkah administratif seperti pemblokiran rekening dan situs. Namun, realitas menunjukkan bahwa judol tetap menjamur.

Bandar-bandar besar judol umumnya beroperasi dari luar negeri. Dalam sistem internasional kapitalistik yang menjunjung tinggi batas negara dan kepentingan ekonomi, penindakan lintas negara menjadi sangat terbatas dan rumit. Situs yang diblokir hari ini, bisa dengan mudah hidup kembali esok hari dengan domain dan server baru.

Sebagai provinsi dengan jumlah penduduk tertinggi, Jabar memang menyimpan potensi besar dalam hal apapun, termasuk dalam jumlah pengguna internet dan penetrasi teknologi. Sayangnya, potensi itu belum seluruhnya diarahkan untuk kemaslahatan.

Budaya digital yang tak diimbangi filter keimanan dan pengawasan sosial menjadi ladang subur bagi judol. Ketika ruang-ruang kosong dalam jiwa dan dompet tak dipenuhi dengan aktivitas produktif dan bermanfaat, godaan judi online pun terasa “menggiurkan”. Ini bukan hanya soal ekonomi, tapi juga soal sistem nilai yang rapuh.

Solusi Islam

Dalam Islam, judi (maysir) dilarang dengan tegas sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Ma’idah ayat 90:
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu beruntung.”

Larangan ini bukan hanya bersifat moral, tapi juga diikuti dengan sistem pencegahan dan penegakan yang tegas. Dalam sejarah peradaban Islam, judi tak sekadar dilarang, tapi benar-benar dicegah keberadaannya melalui mekanisme kontrol pasar dan teknologi oleh negara, bukan diserahkan kepada kebebasan industri. Pendidikan akidah dan akhlak yang intensif sejak dini. Penegakan hukum syariah yang tidak pandang bulu dan bebas dari tekanan kapital. Serta Penyediaan lapangan kerja dan solusi ekonomi riil agar rakyat tidak mencari “pelarian” melalui judi.

Dalam sistem Islam, negara adalah raa’in (pengurus urusan rakyat) bukan sekadar regulator pasif. Negara tidak akan membiarkan masyarakatnya “bertaruh” demi bertahan hidup.

Oleh : Ummu Fahhala, S.Pd.
(Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi)


Eksplorasi konten lain dari SINARPOS.com

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

1 Comment

Comments are closed.