
SINARPOSII-Garut — Kemarahan publik atas dugaan pengalihan tanah wakaf menjadi sertifikat pribadi di Jalan Otto Iskandardinata No. 66A, Desa Langensari, Kecamatan Tarogong Kaler, semakin membara.
Tokoh masyarakat Garut, Riyadi Hidayat, yang akrab disapa Themank, mengecam keras tindakan tersebut dan mendesak pemerintah untuk segera menghentikan pembangunan sebelum rakyat turun tangan sendiri.
Tanah yang sejak 1976 dikenal sebagai wakaf pendidikan Islam Yayasan Baitul Hikmah Al-Ma’muni (YBHM) kini berubah fungsi. Di atasnya berdiri tembok bangunan yang disebut-sebut akan dijadikan pertokoan modern “Yoma”. Bagi Themank, perubahan itu bukan hanya pelanggaran hukum, tapi juga penghinaan terhadap nilai-nilai keagamaan dan sejarah sosial masyarakat Garut.
“Tanah Wakaf Itu Amanah, Bukan Komoditas!”
Dalam keterangannya kepada awak media, Jumat (1/11/2025), Riyadi Hidayat (Themank) menyatakan dengan nada geram bahwa tanah wakaf tidak boleh diperjualbelikan, dialihkan, apalagi disertifikatkan atas nama pribadi. Ia menegaskan, tindakan itu sama saja dengan menodai amanah umat dan menghina kehormatan para wakif (pemberi wakaf) yang telah menyerahkan tanah untuk kepentingan pendidikan dan ibadah.
“Tanah wakaf itu suci. Bukan komoditas yang bisa dijadikan alat mencari untung. Jangan kotoran dunia dijadikan alasan untuk menjual surga!” — ujar Themank, dengan nada tegas.
Ia juga memperingatkan pihak-pihak yang mencoba menutup mata terhadap persoalan ini, termasuk pemerintah daerah dan Satpol PP, agar tidak membiarkan keserakahan menginjak-injak hukum agama dan sosial.
Hentikan Pembangunan Sebelum Rakyat Bertindak
Themank mengaku kecewa dengan tidak adanya langkah cepat dari Satpol PP Garut, yang seharusnya menegakkan Peraturan Daerah dan menghentikan sementara aktivitas pembangunan yang belum jelas status perizinannya.
“Jangan tunggu rakyat marah. Kalau pemerintah diam, publik bisa bertindak. Ini bukan ancaman, ini suara keadilan!” tegasnya.
Ia meminta Bupati dan Wakil Bupati Garut untuk turun langsung ke lokasi dan memerintahkan Satpol PP menghentikan pembangunan secara resmi, sambil membuka audit status tanah dan izin bangunan kepada publik.
“Kalau ini dibiarkan, rakyat akan kehilangan kepercayaan pada pemerintah. Dan itu jauh lebih berbahaya daripada tembok yang mereka bangun,” lanjutnya.
zona pendidikan dan sosial-keagamaan.
Selain itu, pembangunan yang tengah berjalan diduga belum memiliki Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) sebagaimana diatur dalam PP No. 16 Tahun 2021.
“Kami akan laporkan ini secara resmi. Kalau benar tanah wakaf berubah jadi sertifikat, itu bukan hanya pelanggaran administratif, tapi bisa masuk ranah pidana,” kata themank
Seruan Moral dan Tanggung Jawab Sosial
Themank menilai, peristiwa ini seharusnya menjadi tamparan keras bagi aparat daerah, terutama bagi Satpol PP yang kini disorot publik karena dinilai pasif dalam menjalankan tugasnya sebagai penegak Perda.
“Jangan biarkan hukum tumpul terhadap yang berduit. Satpol PP harus berani, jangan cuma gagah di apel pagi!” sindirnya.
Ia juga mengajak masyarakat Garut untuk bersatu menjaga marwah tanah wakaf sebagai warisan spiritual dan sosial umat Islam.
“Garut dikenal dengan nilai agamanya, bukan dengan permainan sertifikatnya. Kalau tanah wakaf saja dijual, apalagi harga nurani?” pungkasnya.






