
SINARPOS.COMII-GARUT — Ketua Garut Indeks Perubahan Strategis (GIPS), Ade Sudrajat, menilai peluncuran Garut Hebat Super Apps oleh Pemerintah Kabupaten Garut masih sebatas pencitraan digital tanpa arah jelas terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Menurutnya, langkah digitalisasi pelayanan publik memang terlihat modern dan futuristik, namun belum menyentuh akar permasalahan pembangunan manusia di Garut yang masih tertinggal.
“Kita patut apresiasi semangat digitalisasi, tapi jangan lupa: Garut bukan kekurangan aplikasi, Garut kekurangan kebijakan yang berpihak pada rakyat,” tegas Ade di Garut, Rabu (16/10/2025).
IPM Garut Terendah Kedua di Jawa Barat, Ade menyoroti fakta bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Garut masih stagnan di angka 69,21 (BPS 2024), menempatkannya sebagai daerah dengan IPM terendah kedua di Jawa Barat. “Artinya, pendidikan, kesehatan, dan pendapatan masyarakat belum bergerak signifikan. Kita bicara super apps, sementara ribuan anak masih putus sekolah dan ratusan desa kekurangan tenaga medis,” ujarnya.
Ia menilai, semangat digitalisasi pemerintah seolah menutupi ketimpangan struktural yang belum tersentuh.
“Kebijakan digital itu bagus, tapi kalau manusia yang menjalankannya masih lapar, sakit, dan miskin, lalu siapa yang mau menikmati teknologi itu?” sindirnya.
Digitalisasi Tanpa Fondasi Sosial, Ade menilai peluncuran Garut Hebat Super Apps belum memiliki fondasi sosial yang kuat.
Menurutnya, proyek digitalisasi seharusnya tidak berhenti pada pelayanan administratif seperti e-KTP, KK, atau sistem pengaduan daring, tetapi diarahkan untuk mengurai persoalan kemiskinan, pengangguran, dan rendahnya kualitas pendidikan.
“Aplikasi ini efisien di meja birokrasi, tapi nihil efek di dapur rakyat,” ucapnya.
Ia juga mengingatkan potensi kesenjangan digital (digital divide) yang justru makin memperlebar jurang sosial. “Coba lihat wilayah selatan, banyak desa masih blank spot sinyal. Jadi bagaimana mereka bisa menikmati layanan digital? Digitalisasi tanpa infrastruktur hanya mempercantik laporan, bukan memperbaiki kenyataan,” ujar Ade.
Digitalisasi Harus Mengubah Hidup, Bukan Sekadar Layar
Melalui kajian GIPS, Ade menegaskan, digitalisasi hanya akan berarti bila menjadi alat percepatan perubahan kualitas hidup, bukan sekadar etalase modernisasi.
Ia menyebut tiga langkah mendesak yang harus dilakukan Pemkab Garut:
1.Ubah Arah Anggaran.
Fokus pembangunan mesti dikembalikan ke akar: pendidikan, kesehatan, dan pengentasan kemiskinan ekstrem. “Bukan memperbanyak proyek digital tanpa arah sosial,” katanya.
2.Gunakan Teknologi untuk Memperkuat IPM.
Platform digital harus diarahkan ke hal-hal substantif seperti pemantauan stunting, data anak putus sekolah, hingga sistem beasiswa berbasis data otomatis.
3.Tutup Kesenjangan Digital.
Sediakan kios digital desa dan layanan keliling agar masyarakat pelosok bisa ikut dalam arus digitalisasi.
“Kalau digitalisasi tak mampu menurunkan angka stunting dan kemiskinan, itu bukan inovasi. Itu ilusi kebijakan,” tegas Ade.
GIPS: Pembangunan Garut Harus Berbasis Manusia, Bukan Mesin
Ade menegaskan, pembangunan Garut ke depan tidak boleh hanya diukur dari seberapa cepat birokrasi beralih digital, tetapi dari seberapa besar rakyatnya mengalami perubahan nyata dalam hidup.
“Garut hebat bukan karena aplikasinya keren, tapi karena manusianya kuat, sehat, dan cerdas,” pungkasnya.
“Teknologi boleh maju, tapi jangan sampai akal kebijakan tertinggal.”
DIKDIK SINARPOS.COM JAWA BARAT