
SINARPOS.com | Riau, 27 Juli 2025 👉🏻 Keresahan masyarakat di wilayah perbatasan Provinsi Riau dan Sumatera Barat kian memuncak. Informasi yang diterima redaksi SINARPOS.com pada 23 Juli 2025 lalu mengungkap dugaan skandal serius terkait aktivitas sebuah perusahaan perkebunan raksasa milik pengusaha asal Singapura bernama PT YBS. Perusahaan ini diduga kuat beroperasi tanpa izin resmi dan menyerobot kawasan hutan lindung serta areal konservasi nasional yang seharusnya dijaga ketat oleh negara.
Berdasarkan penelusuran tim media, PT YBS yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit dan pengolahan hasilnya, disinyalir tidak mengantongi izin legal baik dari pemerintah daerah maupun dari pemerintah pusat. Lebih parah lagi, lokasi operasi perkebunan tersebut disebut-sebut berada di atas hutan lindung yang merupakan bagian dari kawasan konservasi nasional.
Hutan lindung bukan sekadar kawasan pepohonan—melainkan penyangga ekosistem, perlindungan flora dan fauna, serta bagian dari paru-paru dunia. Oleh karena itu, segala bentuk aktivitas komersial di kawasan tersebut bertentangan dengan hukum dan berpotensi merusak lingkungan secara permanen.
Isu Nasional yang Mengancam Kedaulatan dan Stabilitas Sosial dan Dugaan Keterlibatan Oknum Berpangkat atas Kepemilikan Tanah di Bogor

Sumber internal dari Riau, Sumatera Barat, Jambi, dan bahkan dari Bogor mengindikasikan adanya dugaan keterlibatan sejumlah pihak berpengaruh dan berpangkat dalam aktivitas perusahaan ini. Diduga, beberapa oknum tersebut memiliki hubungan dengan kepemilikan lahan yang diklaim berada di kawasan Bogor, dan berkaitan langsung dengan ekspansi bisnis PT YBS.
“Siapa orang-orang ini yang merasa kebal hukum di negeri ini? Apakah peraturan negara, mulai dari Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Perpres, hingga Perda, tidak berlaku untuk mereka?” ujar salah satu narasumber dari Sumatera Barat yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Fenomena ini kini telah menjadi isu nasional yang harus mendapat perhatian serius dari pemerintah pusat, khususnya Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta Kementerian ATR/BPN.
Diduga, perusahaan PT YBS memanfaatkan ratusan ribu hektare lahan yang membentang dari Riau, Sumbar hingga Jambi untuk kepentingan bisnis pribadi, tanpa memperdulikan aspek legalitas, kelestarian lingkungan, maupun kesejahteraan masyarakat lokal.
Yang lebih mengkhawatirkan, menurut berbagai sumber, PT YBS disebut bersikap arogan dan tertutup terhadap pihak luar, seolah memiliki ‘kekuasaan besi’ yang tak tersentuh hukum. Bahkan aparat daerah disebut-sebut tidak berani mengambil tindakan karena adanya tekanan atau perlindungan dari “atas.”
Kondisi ini jelas memantik kemarahan masyarakat lokal yang merasa haknya dirampas dan lingkungannya dirusak. Organisasi RATU PRABU 08 Kabupaten Bungo, Jambi, telah menyatakan kesiapannya untuk melakukan penelusuran dan investigasi langsung ke lokasi, termasuk menemui empat pejabat tinggi PT YBS yang berada di Riau dan Bogor.
Masyarakat mendesak agar Presiden Republik Indonesia segera menginstruksikan penyelidikan dan penertiban terhadap perusahaan asing tersebut. Bila hal ini terus dibiarkan, tidak tertutup kemungkinan konflik horizontal dan tindakan brutal dari warga dapat terjadi, yang tentunya akan menimbulkan korban dan mencoreng wajah penegakan hukum di negeri ini.
“Kami masyarakat Riau, Sumbar, dan Jambi bukan anti investasi, tapi kami tidak bisa diam melihat negara ini dilecehkan oleh oknum asing yang tak peduli pada hukum dan lingkungan,” tegas salah satu tokoh masyarakat dari Kabupaten Rokan Hilir.
Pemerintah pusat didesak segera melakukan audit total, penghentian operasi sementara, dan investigasi menyeluruh terhadap PT YBS. Jika terbukti bersalah, penegakan hukum harus dilakukan tanpa pandang bulu, demi menjaga kedaulatan negara, hukum yang adil, dan hak hidup masyarakat lokal.
Kasus PT YBS adalah cermin dari bahaya laten investasi asing tanpa kontrol dan lemahnya pengawasan lapangan. Saatnya negara bersikap. Sebelum hutan habis, masyarakat marah, dan hukum runtuh di tangan kekuasaan yang tidak bertanggung jawab.