
Kepala Puskesmas Akui Tak Paham Sistem RME Penanganan Medis Almarhum Imam Komaini Sidik
SINARPOS.com Bungo, 23 Juli 2025 || Kematian tragis Imam Komaini Sidik (28), warga Rimbo Bujang, Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi, masih menyisakan tanda tanya besar dan menimbulkan gelombang keprihatinan publik. Sorotan kini tertuju pada kinerja Puskesmas Unit II Wirotho Agung, setelah Kepala Puskesmas, dr. Sugiono, secara terbuka mengakui bahwa dirinya tidak memahami sistem Rekam Medis Elektronik (RME) yang diterapkan dalam penanganan pasien.
Pernyataan mengejutkan ini disampaikan langsung oleh dr. Sugiono kepada awak media SINARPOS pada Rabu, 23 Juli 2025, pukul 17.56 WIB, di ruang kerjanya di Puskesmas Wirotho Agung, Jalan Pahlawan, Unit II Rimbo Bujang.
“Saya terus terang, saya tidak paham sistem RME itu. Jadi walau korban sudah dalam keadaan sekarat, saya tetap menunggu izin dari pihak keluarga untuk penanganan lebih lanjut,” ungkap dr. Sugiono dengan nada gugup.
Pengakuan ini menyusul pertanyaan media mengenai keterlambatan penanganan medis terhadap almarhum Imam Komaini Sidik, yang diduga mengalami kekerasan berat sebelum akhirnya meninggal dunia pada 19 Juni 2025 lalu. Menurut dr. Sugiono, saat itu ia menunggu persetujuan dari keluarga almarhum sebelum mengambil tindakan medis lebih lanjut, meskipun kondisi korban sudah dalam keadaan kritis sejak pukul 04.00 dini hari.
Dalam visum et repertum yang dikeluarkan atas permintaan kepolisian, dr. Sugiono mencatat bahwa luka-luka yang ditemukan terdapat pada bagian kepala dan wajah korban.
“Ada luka cukup parah di sekitar kepala, lebam di mata dan mulut, serta luka robek di telinga yang tampak seperti terpotong membentuk segitiga. Dari hidung, telinga, dan mulut juga keluar darah,” tutur dr. Sugiono menjelaskan kondisi korban saat pertama kali diperiksa.
Yang mengejutkan, dr. Sugiono juga menyatakan bahwa ia baru pertama kali menangani kasus luka berat seperti itu dan belum pernah sebelumnya membuat visum untuk keperluan penyelidikan polisi.
“Saya baru ini menangani luka seperti itu. Saya pun baru pertama kali membuat surat keterangan yang diminta oleh kepolisian,” ujarnya menambahkan.
Dugaan Maladministrasi dan Ketiadaan SDM yang Mumpuni

Pernyataan dr. Sugiono memunculkan kekhawatiran serius mengenai kesiapan dan kapasitas sumber daya manusia di fasilitas kesehatan tingkat pertama, khususnya di daerah pedesaan. Ia menyebut tidak tersedianya SDM yang mumpuni dalam mengoperasikan sistem RME sebagai kendala utama dalam proses penanganan.
“Sistem RME itu butuh skill dan pelatihan khusus, sedangkan kami di sini belum memiliki SDM yang benar-benar siap. Saya pun mengaku belum menguasai sistem tersebut secara menyeluruh,” ujarnya.
Baca Juga:
Permasalahan ini mengindikasikan adanya potensi maladministrasi dalam proses pelayanan medis, termasuk kemungkinan pelanggaran terhadap Standar Operasional Prosedur (SOP) penanganan gawat darurat.
Terkait pertanyaan lanjutan tentang penyebab pasti kematian Imam Komaini Sidik, dr. Sugiono justru mengarahkan media untuk mengonfirmasi lebih lanjut ke Polsek Unit II Rimbo Bujang. Hal ini memperkuat dugaan bahwa ada aspek yang belum sepenuhnya terbuka kepada publik, termasuk kemungkinan unsur kekerasan yang menyebabkan kematian korban.
Pihak keluarga almarhum, termasuk adik kandungnya Fahri, sebelumnya sempat menyampaikan kekecewaan atas lambannya respons tenaga medis dan kurangnya kejelasan prosedur penanganan darurat saat itu.
Peristiwa ini menimbulkan keprihatinan luas dan mendorong desakan masyarakat sipil agar Dinas Kesehatan Kabupaten Bungo serta Kementerian Kesehatan RI segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap implementasi sistem RME di puskesmas-puskesmas daerah, khususnya di wilayah dengan keterbatasan tenaga medis profesional.
Kasus ini juga membuka wacana perlunya pengawasan ketat terhadap proses penanganan pasien gawat darurat dan transparansi dalam penyusunan laporan visum.
Baca Juga:
Jika ditemukan pelanggaran administratif atau etik profesi, tidak tertutup kemungkinan adanya pertanggungjawaban pidana maupun etik.