Kasus Penyerobotan Lahan 1.564 Hektare Mukhtar & Srimahyuni: Ratu Prabu 08 Surati Polres dan Kuasa Hukum Desak Polres Bertindak Tegas

SINARPOS.com Tebo, Jambi, 25 September 2025 👉🏻 Kasus dugaan penyerobotan lahan seluas 1.564 hektare milik ahli waris Mukhtar dan Sriwahyuni masih terus bergulir dan semakin mencuri perhatian publik. Tiga organisasi berbadan hukum resmi – DPC Ratu Prabu 08 Kabupaten Bungo, Gerakan Pengawal Hukum dan Kebijakan Nasional (Lampung), serta LPK NI Provinsi Jambi – mendatangi Polres Tebo untuk melakukan audiensi dan mendesak percepatan proses hukum.

Surat resmi juga telah dilayangkan oleh DPC Ratu Prabu 08 ke Polres Tebo, sebagai bentuk desakan agar aparat kepolisian segera memanggil dan memeriksa para pihak yang diduga terlibat, termasuk oknum kepala desa di Kecamatan Tengah Ilir.

Akar Masalah: Tanah Warisan Sejak Zaman Kolonial

Tanah yang disengketakan bukanlah tanah garapan biasa. Bukti kepemilikan keluarga pewaris cukup kuat dan historis. Salah satunya berupa Surat Aanslaag – dokumen pembayaran pajak era kolonial Belanda pada 9 Januari 1923 senilai f 1.200 Gulden (setara Rp137 juta dalam nilai rupiah saat ini).

Sejak tahun 1915, tanah tersebut telah diduduki oleh nenek moyang keluarga besar Mukhtar dan Sriwahyuni, dan statusnya diakui oleh pemerintah desa saat itu. Sengketa sempat muncul pada 1984 dengan PT Sadar Nila terkait perbatasan, namun diselesaikan damai. Dari 1984 hingga 1995, tanah warisan ini tidak pernah bermasalah.

Masalah mulai muncul kembali pada 1995 hingga kini, ketika diduga terjadi transaksi ganti rugi dan pengalihan lahan tanpa sepengetahuan ahli waris.

Modus Dugaan Penyerobotan

Investigasi kuasa hukum dan organisasi pendamping menemukan adanya dugaan komersialisasi ilegal oleh Kelompok Tani Sakato Jayo.

  • 15 Agustus 2019, surat bermeterai Rp6.000 ditandatangani Yahya bersama lima saksi.
  • 10 Juli 2021, surat bermeterai Rp10.000 ditandatangani Abd Kahar dengan empat saksi.

Surat-surat ini menggunakan stempel basah desa, sehingga menguatkan dugaan keterlibatan perangkat desa, mulai dari Kepala Desa, RT, hingga Kepala Dusun. Padahal, menurut hukum agraria, surat segel desa tidak memiliki kekuatan hukum sebagai bukti kepemilikan sah.

“Yang mereka keluarkan hanyalah surat segel, bukan sertifikat. Jadi tidak sah menurut hukum. Justru ini yang harus diusut tuntas oleh penyidik Polres,” tegas Advokat Sihombing, kuasa hukum keluarga.

Lambannya Proses Hukum : Ada Intimidasi dan Ancaman Terhadap Pelapor

Selain kehilangan hak warisan, keluarga juga mengalami teror. Beberapa hari setelah laporan masuk, tiga pria tak dikenal mendatangi rumah Sriwahyuni pada pukul 03.00 dini hari dan mencari Mukhtar.

“Kalau dilihat dari waktunya, ini jelas berkaitan dengan laporan kami. Mukhtar tidak mengenal mereka. Ada indikasi intimidasi,” tambah Sihombing.

Meski laporan resmi masuk pada 3 September 2025, hingga kini proses hukum dianggap lambat. Seorang anggota Polres Tebo berinisial A menyebutkan bahwa keterlambatan pemanggilan pihak terkait disebabkan padatnya kasus dan keterbatasan personel.

Namun, kuasa hukum menilai hal ini tidak dapat dijadikan alasan.

“Mestinya sudah ada SP2KP. Kami mengapresiasi ada jadwal pemanggilan pekan depan, tapi publik butuh kepastian hukum yang cepat dan adil,” ujarnya.

Dasar Hukum yang Terindikasi Dilanggar

Beberapa aturan hukum yang relevan dalam kasus ini antara lain:

  • Pasal 385 KUHP: penyerobotan tanah untuk keuntungan diri sendiri atau orang lain.
  • UU No. 5 Tahun 1960 (UUPA): tanah warisan sah tidak dapat dialihkan tanpa persetujuan ahli waris.
  • UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa: kepala desa dilarang menyalahgunakan kewenangan terkait tanah.
  • KUH Perdata Pasal 570–584: perlindungan hak kepemilikan sah atas benda.

Jika terbukti, pihak-pihak terkait dapat dijerat pidana penyerobotan tanah, pemalsuan dokumen, hingga penyalahgunaan wewenang.

Gelaran Konferensi Pers Kasus Penyerobotan Lahan 1.564 Hektare: Kuasa Hukum Minta Polres Tebo Bertindak Tegas

Konferesi Pers yang digelar Kuasa hukum keluarga, Advokat Sihombing, di Kabupaten Tebo yang dihadiri sejumlah awak media Nasional usai pertemuan dengan pihak Polres Tebo.

Dalam keterangannya, Sihombing menjelaskan bahwa laporan resmi telah diajukan ke Polres Tebo pada 3 September 2025. Namun hingga kini, proses hukum dinilai berjalan lamban dan belum menunjukkan titik terang.

“Harapan kami mestinya sudah ada SP2KP. Namun kita memahami kesibukan penyidik. Tadi sudah ada informasi baik, bahwa surat pemanggilan terhadap pelapor dan saksi sudah dijadwalkan pada Kamis minggu depan. Kami sangat mengapresiasi langkah itu,” jelas Sihombing.

Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya menghadirkan mantan kepala desa (Kades yang lama) maupun kepala desa yang masih aktif (Kades saat ini) untuk dimintai keterangan.

“Merekalah yang paling mengetahui akar persoalan tanah ini. Bahkan ada mantan kades yang kini menjadi anggota DPRD aktif dari Partai PAN. Pertanyaannya, mengapa selama ini masalah tanah warisan tidak diselesaikan di jalur politik atau hukum yang benar?” ujarnya.

Sihombing menegaskan bahwa tanah yang disengketakan merupakan tanah warisan resmi dengan dokumen lengkap, termasuk bukti pembayaran pajak sejak lama. Dari total 1.564 hektare, sekitar 200 hektare sudah dijual secara resmi dengan surat keterangan lahan garapan bukan surat kepemilikan tanah yang sah. Sisanya masih milik keluarga.

“Ini tanah keluarga sejak 1915. Bukan tanah garapan, bukan pula tanah yang diserobot. Semua surat dan segel desa jelas, bahkan ada bukti pajak. Jadi, ketika ada kelompok yang mengklaim dengan dalih ‘tanah garapan’, itu tidak berdasar,” tegasnya.

Kuasa hukum juga menyinggung adanya dugaan praktik kongkalikong oknum tertentu dalam penerbitan surat tanah yang tidak sah. Kelompok Tani Sakato Jaya disebut-sebut mengeluarkan surat ganti rugi lahan garapan kepada pihak ketiga, yang menurut Sihombing tidak memiliki dasar hukum kuat, yang dibeli adalah lahan garapan bukan tanah.

“Yang mereka keluarkan hanyalah surat segel, bukan sertifikat sah. Inilah yang harus diselidiki penyidik Polres. Kami bahkan mencatat nama-nama yang terlibat, seperti Amdejal dan Emdaes Deliman,” katanya.

Selain itu, keluarga pelapor juga mengalami intimidasi. Sriwahyuni mengaku didatangi tiga pria tidak dikenal yang menggedor pintu rumahnya pada pukul 03.00 dini hari, beberapa hari setelah laporan masuk ke Polres. Mereka mencari Mukhtar tanpa alasan jelas.

“Kalau dilihat dari waktunya, ini jelas berkaitan dengan laporan kami. Tidak mungkin orang datang jam tiga subuh hanya mencari alamat. Mukhtar sendiri tidak kenal siapa orang tersebut, ada indikasi intimidasi akibat kasus ini,” tambah Sihombing.

Harapan Keadilan dan Desakan Organisasi Pendamping

LSM dan Penegak Hukum Dukung Mukhtar & Sriwahyuni Laporkan Ancaman, Kasus Penyerobotan Lahan 1.564 Hektare di Bungo Jadi Sorotan Nasional

Kuasa hukum berharap Polres Tebo segera menuntaskan perkara ini. Jika di tingkat Polres tidak ada perkembangan, pihaknya membuka opsi melanjutkan kasus ke Polda Jambi atau bahkan Mabes Polri.

“Kami tidak ingin menuduh, tapi bila proses ini berlarut tanpa kepastian, publik bisa saja menduga ada permainan. Namun kami tetap percaya penyidik profesional. Harapan kami sederhana: percepat proses, hadirkan pihak-pihak terkait, dan tegakkan hukum seadil-adilnya,” tegas Sihombing.

Di akhir jumpa pers, ia menekankan bahwa keluarga pelapor hanyalah rakyat kecil yang berjuang mempertahankan hak waris mereka.

“Puluhan tahun keluarga ini mempertahankan tanahnya. Semua dokumen ada, bukti jelas. Tapi tanah warisan mereka dikuasai orang lain. Pertanyaannya, di mana keadilan di Negeri kita ini?” pungkasnya.

Selain itu, di tempat yang sama, ketiga organisasi pendamping pun menegaskan komitmennya untuk terus mengawal kasus ini. Pimpinan Ratu Prabu 08 dari Jambi hingga pusat di Jakarta bahkan telah menginstruksikan agar kasus ini dikawal hingga tuntas.

“Jika Polres Tebo tidak mampu menyelesaikan, kasus ini akan dilanjutkan ke Polda Jambi, bahkan ke Mabes Polri dan kementerian terkait di Jakarta,” tegas perwakilan organisasi.

Di akhir jumpa pers, Sihombing menyampaikan harapan sederhana keluarga pewaris: agar hukum berpihak pada rakyat kecil.


➡️ **Laiden Sihombing

BERITA TERKAIT

Ketua JPKP Konkep Bongkar Dugaan Pelanggaran: Kontraktor Pembangunan Masjid Raya Konkep Gunakan Pasir Laut, Langgar Aturan Hukum

Sinar pos / Konawe Kepulauan –…

SELENGKAPNYA

BERITA KHUSUS (VIDEO STREAMING)

Kasus Penyerobotan Lahan 1.564 Hektare Mukhtar & Srimahyuni: Ratu Prabu 08 Surati Polres dan Kuasa Hukum Desak Polres Bertindak Tegas

Kasus Penyerobotan Lahan 1.564 Hektare Mukhtar & Srimahyuni: Ratu Prabu 08 Surati Polres dan Kuasa Hukum Desak Polres Bertindak Tegas

Exhumasi Imam Komaini Sidik: Bongkar Tabir Kebohongan Kasus Pembunuhan di Rimbo Bujang

Exhumasi Imam Komaini Sidik: Bongkar Tabir Kebohongan Kasus Pembunuhan di Rimbo Bujang

GIIAS 2025

Belasan Media Nasional Kawal Kasus Kematian Imam Komaini Sidik: Dugaan Pembunuhan Terencana, Hanya Satu Tersangka Ditahan?

Belasan Media Nasional Kawal Kasus Kematian Imam Komaini Sidik: Dugaan Pembunuhan Terencana, Hanya Satu Tersangka Ditahan?

Keluarga Korban Pembunuhan Imam Komaini Sidik Desak Pengungkapan Komplotan Pelaku: “Kami Percaya Ini Bukan Ulah Satu Orang”

Keluarga Korban Pembunuhan Imam Komaini Sidik Desak Pengungkapan Komplotan Pelaku: “Kami Percaya Ini Bukan Ulah Satu Orang”

Kantor Penasehat Hukum Hendri C Saragi, SH Desak Otopsi Jenazah Imam Komaini Sidik Oleh Tim Medis TNI: Mengungkap Tabir Kematian yang Penuh Tanda Tanya

Kantor Penasehat Hukum Hendri C Saragi, SH Desak Otopsi Jenazah Imam Komaini Sidik Oleh Tim Medis TNI: Mengungkap Tabir Kematian yang Penuh Tanda Tanya
error: Maaf.. Berita ini di protek