
Sinarpos.com
Medan – Sidang pembacaan nota pembelaan (pledoi) empat debt collector digelar di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (3/10/2025). Keempat terdakwa — Badia Simarmata, Yusrizal Agustian Siagian, Rindu Tambunan, dan Andy Kennedy Marpaung — diadili atas dugaan pemerasan dalam penarikan satu unit Toyota Avanza milik Lia Praselia di kawasan Jalan Stadion, Medan Kota.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut masing-masing terdakwa dengan hukuman tiga tahun penjara, menilai mereka terbukti melakukan pemerasan sebagaimana diatur dalam Pasal 368 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Namun, kuasa hukum terdakwa, Beresman Sialagan, menegaskan bahwa kliennya bekerja berdasarkan surat kuasa resmi dari perusahaan pembiayaan dan tidak melakukan tindakan kriminal.
“Para terdakwa menjalankan tugas resmi berdasarkan dokumen perusahaan. Mobil tersebut dinyatakan hilang sejak tahun 2015, dan tidak ada unsur pemerasan sedikit pun,” tegas Beresman di hadapan majelis hakim.
Menurutnya, kendaraan yang ditarik merupakan milik seseorang bernama Usman, yang dilaporkan hilang sejak 2015 dan telah dilaporkan ke polisi pada 2017. Pada Juni 2025, Usman menerima informasi bahwa mobilnya berada di Medan.
Pihak perusahaan pembiayaan kemudian mengutus tim lapangan untuk melakukan penarikan sesuai prosedur hukum. Kuasa hukum berharap majelis hakim dapat membebaskan para terdakwa, demi memulihkan nama baik dan menegakkan keadilan bagi pekerja lapangan.
Menanggapi perkara tersebut, Pengurus Cabang Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (PC ISNU) Kota Medan meminta agar proses hukum dijalankan secara objektif dan berbasis fakta persidangan, tanpa mengkriminalisasi pekerja yang menjalankan tugas sesuai aturan.
Ketua PC ISNU Kota Medan, Eriza, menegaskan bahwa penegakan hukum harus berpijak pada fakta dan keadilan substantif.“Kami menghormati proses hukum. Namun apabila terbukti para terdakwa bekerja berdasarkan surat kuasa resmi dan tanpa unsur pemerasan, maka pembebasan adalah langkah yang adil demi kepastian hukum,” ujarnya dalam rilis resmi.
Eriza juga menekankan bahwa negara wajib memberikan perlindungan hukum kepada para pekerja lapangan yang melaksanakan kewenangan secara sah.“Setiap warga negara yang bekerja sesuai prosedur wajib mendapat perlindungan hukum. Jangan ada kriminalisasi terhadap pekerja yang menjalankan tugas secara legal,” tambahnya.
ISNU juga berharap kasus ini menjadi momentum pembenahan tata kelola penarikan kendaraan oleh perusahaan pembiayaan agar lebih tertib, transparan, dan manusiawi.
Kasus ini kini menjadi perhatian luas, karena menyangkut perlindungan hukum bagi para pekerja penarikan kendaraan yang beroperasi berdasarkan aturan perusahaan.
Sidang putusan dijadwalkan digelar dalam waktu dekat. Publik berharap majelis hakim dapat memberikan putusan objektif berdasarkan fakta persidangan, bukan tekanan opini publik.
(ard)






