
SINARPOS.COMII-BANDUNG – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Cakra Muhtadin mendesak PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. agar menghentikan praktik yang dinilai merugikan nasabah, khususnya terkait proses lelang agunan yang tidak mempertimbangkan unsur keadilan dan perlindungan konsumen.
Ketua LBH Cakra Muhtadin, Dikdik Sodikin, , S.H., menilai langkah BRI yang tetap melanjutkan proses lelang terhadap agunan nasabah, meskipun terdapat indikasi kuat tindak pidana penipuan yang mendasari perjanjian kredit, merupakan bentuk pelanggaran prinsip kehati-hatian perbankan dan pengabaian terhadap hak-hak nasabah.
“BRI tidak boleh memposisikan diri seolah-olah berada di atas hukum. Ketika ada indikasi bahwa perjanjian kredit lahir karena tipu muslihat, maka seluruh proses hukum, termasuk eksekusi agunan, wajib ditangguhkan sampai persoalan pidana selesai,” tegas Dikdik dalam pernyataan resminya, Rabu (16/10/2025).
LBH Cakra Muhtadin menilai bahwa tindakan BRI tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yang menegaskan kewajiban bank untuk menjalankan kegiatan usaha berdasarkan asas kehati-hatian (prudential banking principle).
Selain itu, Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 14/27/PBI/2012 mengatur kewajiban bank untuk melakukan restrukturisasi kredit dan komunikasi terbuka dengan debitur sebelum mengambil langkah eksekusi.
“Kami melihat adanya kecenderungan lembaga keuangan, termasuk BRI, yang mengabaikan spirit dari regulasi tersebut. Padahal, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui POJK Nomor 1/POJK.07/2013 dengan tegas menempatkan perlindungan konsumen sebagai prioritas,” jelas Dikdik.
Ia juga menyoroti bahwa dalam kasus ini, nasabah BRI menjadi korban penipuan oleh pihak ketiga, namun tetap dibebani tanggung jawab penuh atas kredit yang seharusnya tidak terjadi jika pihak bank menjalankan verifikasi secara cermat.
“Ini bukan hanya soal uang, tapi soal keadilan. Ketika seorang ibu rumah tangga menjadi korban penipuan dan justru asetnya hendak dilelang oleh bank, maka kita harus bertanya: di mana posisi kemanusiaan dan tanggung jawab sosial BRI sebagai bank milik negara?” ujar Dikdik.
LBH Cakra Muhtadin menegaskan langkah hukum yang diambil ,mempersiapkan somasi terbuka kepada BRI didasarkan pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Somasi tersebut menuntut agar BRI menunda pelaksanaan parate eksekusi hak tanggungan, serta membuka ruang mediasi untuk penyelesaian non-litigasi yang adil bagi pihak nasabah.
LBH juga menyerukan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), dan Kementerian Keuangan agar segera melakukan audit kepatuhan terhadap cabang-cabang BRI, khususnya terkait pelaksanaan lelang yang diduga melanggar PMK Nomor 76/PMK.01/2023 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.
“Kami tidak sedang berperang dengan BRI, tapi sedang menegakkan keadilan agar hukum tidak menjadi alat tekanan terhadap rakyat kecil,” pungkas Dikdik Sodikin.
Tentang LBH Cakra Muhtadin
LBH Cakra Muhtadin adalah lembaga non-profit yang fokus pada pendampingan hukum masyarakat lemah, korban ketidakadilan ekonomi, serta penyalahgunaan kekuasaan oleh institusi publik maupun swasta. Lembaga ini aktif di wilayah Jawa Barat dan telah menangani sejumlah perkara publik strategis sejak tahun 2018.