Sinarpos.com
Medan – Dua korban yang perkaranya melibatkan oknum anggota TNI, Lenny Damanik dan Eva Meliani Pasaribu, resmi mengajukan permohonan uji materiil atau judicial review (JR) terhadap Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Pidana Militer ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin 15 Desember 2025.
Langkah hukum ini diambil menyusul kekecewaan Para Pemohon atas penanganan perkara di Pengadilan Militer yang dinilai “jauh dari Keadilan”.
Para Pemohon, yang didampingi LBH Medan, Kontras, Imparsial, dan Themis Indonesia Law Firm, menguji Pasal 9 angka 1, Pasal 43 ayat 3, dan Pasal 127 UU Nomor 31 Tahun 1997.
Menurut Para Pemohon, Frasa “Mengadili Tindak Pidana” dalam Pasal 9 ayat 1 menimbulkan ketidakpastian hukum, karena memungkinkan anggota TNI yang diduga melakukan tindak pidana umum tetap disidangkan di Pengadilan Militer. Hal ini dianggap bertentangan dengan Pasal 65 ayat (2) UU TNI dan merugikan hak konstitusional korban.
”Ketidakadilan Peradilian Militer terlihat jelas ketika anggota TNI yang menjadi terdakwa harus diadili oleh Hakim, dituntut Oditur dan dibela Penasehat Hukum yang keseluruhanya merupakan anggota TNI,” demikian pernyataan dalam keterangan pers yang diterima, Selasa (16/12/2025).
Untuk diketahui, terdakwa Sertu Riza Pahlivi hanya dijatuhi hukuman 10 bulan penjara, setelah Oditur Militer menuntut 1 tahun dalam kasus tersebut.
Sementara itu, dalam kasus Eva Meliani Pasaribu, meskipun tiga terdakwa sipil telah dihukum seumur hidup, dugaan keterlibatan oknum TNI, Koptu HB, belum ditindaklanjuti.
“Kami sudah menghadirkan alat bukti kepada penyidik Pomdam I/BB, tetapi sampai sekarang POMDAM I/BB belum juga menetapkan tersangka,” ujar Eva Meliani Pasaribu, mengungkapkan harapannya agar “ke depan tidak ada lagi korban yang tidak mendapatkan Keadilan”.
Para Pemohon berharap judicial review ini dapat dikabulkan MK karena dinilai krusial untuk mencegah Peradilan Militer menjadi “tempat pelanggengan Impunitas”.
(ard/LBH Medan)






