
FORKOMALA Berdiri Bersama Rakyat: Mendukung Gubernur Melawan Oligarki Singkong
SINARPOS.com Lampung, 29 Juni 2025 || Forum Komunitas Masyarakat Lampung (FORKOMALA), sebuah organisasi kemasyarakatan yang dikenal vokal membela kepentingan rakyat kecil, menyatakan dukungan penuh dan menyeluruh kepada Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal, dalam perjuangannya melawan dominasi oligarki industri tapioka yang telah lama menekan petani singkong di provinsi tersebut.
Ketua Umum FORKOMALA, Yunizar Makmun, SH, menegaskan bahwa pihaknya memantau secara serius jalannya dinamika kebijakan terkait singkong, baik dari aspek politik, hukum, maupun ekonomi. Ia menyebut langkah Gubernur Mirza sebagai contoh nyata keberpihakan pemimpin daerah terhadap rakyatnya yang selama ini menjadi korban sistem ekonomi yang timpang.
“Kami FORKOMALA tidak akan tinggal diam. Ini bukan sekadar soal singkong, tapi soal keadilan. Ketika rakyat dilucuti haknya oleh sistem yang dikendalikan segelintir pihak, negara harus hadir,” tegas Yunizar.
Awal Masalah: Harga Murah, Potongan Berat, Petani Menjerit
Kisah ini bermula dari anjloknya harga jual singkong di tingkat petani yang hanya dihargai Rp400 hingga Rp500 per kilogram. Selain itu, mereka juga dikenakan potongan berat hingga 40% oleh pihak pabrik, dengan dalih kadar pati rendah—tanpa mekanisme transparansi dan verifikasi yang adil.
Situasi ini mendorong para petani untuk berunjuk rasa ke DPRD dan Pemerintah Provinsi Lampung, meminta intervensi terhadap harga dan sistem tata niaga yang dinilai sangat merugikan.
Menanggapi desakan itu, Gubernur Mirza bergerak cepat dengan menerbitkan Instruksi Gubernur Lampung Nomor 2 Tahun 2025, yang menetapkan harga beli singkong Rp1.350 per kilogram dengan potongan maksimal 30%, tanpa mengukur kadar pati.
Namun, kebijakan tersebut tidak diindahkan oleh sebagian besar pabrik besar yang diduga dikuasai kelompok oligarki industri. Lebih parah, Pemerintah Pusat justru berencana melakukan impor tapioka, yang semakin mengancam eksistensi industri lokal dan kesejahteraan petani.
Merespons ancaman sistemik tersebut, Gubernur Lampung mengambil langkah strategis dengan membawa aspirasi petani dan pengusaha lokal ke Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) terkait RUU tentang Komoditas Strategis di Senayan, Rabu (25/6/2025).
“Saya datang ke DPR RI bukan sebagai gubernur saja, tapi sebagai perwakilan dari jutaan rakyat Lampung yang hidup dari singkong. Ini bukan hanya soal harga, tapi soal keberlangsungan hidup mereka,” ujar Gubernur Mirza.
Gubernur menyampaikan bahwa Lampung menyumbang 51 persen produksi singkong nasional, dengan volume mencapai 7,9 juta ton. Dari total PDRB Lampung senilai Rp483 triliun, sebanyak Rp50 triliun berasal dari singkong dan produk turunannya. Ini menandakan bahwa singkong bukan hanya komoditas—tapi penopang ekonomi daerah.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa harga lokal tidak mampu bersaing dengan produk impor karena singkong luar negeri bebas pajak masuk dan dijual dengan harga lebih murah. Hal ini membuat para pelaku industri lokal tidak mampu membeli hasil panen petani dan memilih menutup pabrik.
“Kalau ini terus dibiarkan, para petani menyatakan siap meninggalkan singkong dan beralih ke komoditas lain. Artinya, kita akan kehilangan kekuatan nasional dalam produksi pangan lokal,” tegas Gubernur Mirza.
Baca Juga:
Pimpinan DPRD Provinsi Lampung Beserta Anggota Hadiri Sertijab Gubernur Lampung
Selain itu, ketidaktaatan pabrik terhadap harga resmi juga berdampak langsung pada berkurangnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor ini, serta menciptakan kesenjangan distribusi yang tidak adil.
FORKOMALA: Perlawanan Daerah untuk Keadilan Nasional

FORKOMALA menyatakan bahwa dukungan terhadap Gubernur Rahmat Mirzani Djausal bukan hanya soal loyalitas politik, tapi bentuk perlawanan moral terhadap sistem ekonomi eksploitatif. Mereka menyerukan seluruh masyarakat sipil, ormas, akademisi, hingga mahasiswa untuk bersatu dalam gerakan menolak ketimpangan struktural yang terjadi akibat liberalisasi pangan tanpa kontrol.
“Kita sedang menghadapi ujian besar. Apakah negara berpihak pada rakyat atau pada pemilik modal? FORKOMALA akan terus berdiri bersama rakyat,” pungkas Yunizar.
Selain itu, Ketua Perhimpunan Pengusaha Tepung Tapioka Indonesia (PPTTI) Lampung, Welly Soegiono, bersama Ketua Perkumpulan Petani Ubi Kayu Indonesia (PPUKI), Dasrul Aswin, dalam forum RDPU sepakat menyuarakan satu tuntutan utama:
“Stop impor sekarang juga. Karena kalau tidak, semua akan hancur—petani, pengusaha, dan ekonomi daerah,” kata Welly.
Welly mengungkapkan bahwa praktik tengkulak atau pelapak yang memanipulasi harga merupakan bagian dari strategi perusahaan untuk membeli bahan baku dengan harga serendah mungkin. Akibatnya, petani tidak memperoleh keuntungan meski harga resmi telah ditetapkan.
Kabar baik datang dari DPR RI. Anggota Baleg, Firman Soebagyo, menyatakan bahwa RUU Pangan yang tengah dibahas akan menjadikan singkong sebagai komoditas strategis nasional. Selain itu, peran Bulog juga akan diperluas untuk menjadi penyangga harga dan buffer stock singkong.
Baca Juga:
Ahmad Giri Akbar, S.E., M.B.A Hadiri Silaturahmi FORKOPIMDA Bersama Gubernur Terpilih 2025-2030
“Kita akan pastikan singkong dilindungi dalam UU Pangan. Ini penting untuk menjaga harga dan melindungi petani,” ujar Firman.
Jika regulasi ini terwujud, maka harga singkong akan masuk dalam sistem jaminan pemerintah, layaknya beras, jagung, dan kedelai.