
Sinarpos. com Karawang – Mediasi yang digelar di Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kabupaten Karawang di dalam ruangan mediasi pada hari Selasa (12/8/2025) teridentifikasi adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak terhadap seorang pekerja difabel di PT Unicorn Handbag Factory. Tindakan tersebut dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya Pasal 5 dan Pasal 6 yang melarang diskriminasi terhadap pekerja, termasuk karena alasan disabilitas.
Pasal 5 UU Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa setiap pekerja berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha. Pasal 6 menegaskan hal serupa, yakni larangan diskriminasi dalam perlakuan terhadap pekerja.
Deden Supriatna sebagai Ketua Serikat Buruh Mandiri Unicorn (SBMU) menyampaikan, pekerja bernama Narim telah bekerja selama dua tahun di perusahaan tersebut tanpa pernah dibuatkan perjanjian kerja sejak awal.
“Di dalam undang-undang, terkait masa percobaan (probation) bahwa kontrak yang dibuat perusahaan berstatus PKWT. Jika sejak awal tidak dibuat perjanjian kerja, maka status PKWT itu batal demi hukum dan Saudara Narim seharusnya berstatus karyawan tetap,” kata Deden.
Sementara itu, Ketua Federasi Buruh Kerakyatan (FBK), Syarifudin alias Acil, menyoroti dugaan pelanggaran jam kerja. Menurutnya, Narim pernah diminta bekerja hingga 24 jam tanpa diberi makan. Rekan-rekan sesama buruh menyebut, Narim yang merupakan warga Desa Wanajaya telah memberikan kontribusi besar bagi perusahaan. Namun dari enam pekerja yang ada, hanya Narim yang diberhentikan.
Acil menegaskan, baik mengacu pada UU Nomor 13 Tahun 2003 maupun Undang-Undang Cipta Kerja, ketentuannya sama: jika perjanjian kerja tidak dibuat sejak awal, maka status PKWT yang diberikan perusahaan batal demi hukum.
“PT Unicorn sudah berdiri hampir empat tahun, bukan perusahaan baru. Dengan sifat pekerjaan yang terus-menerus, seharusnya status Narim adalah PKWTT (Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tentu),” pungkas Acil.
Iyut Ermawati