
SINARPOS.com – Denpasar/Bali 12 Juni 2025 || Sebuah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) good ponsel”5480525 yang berlokasi ketewel jln. I. B Mantra kawasan gianyar , Bali, tengah menjadi sorotan publik setelah enam karyawannya memilih untuk angkat kaki dari tempat kerja. Alasan mereka? Gaji yang tidak sesuai dengan standar Upah Minimum Kabupaten (UMK) dan potongan gaji yang tidak jelas serta dianggap merugikan secara sepihak.
Para mantan karyawan yang terdiri dari LN, AJK, AMR, dan tiga orang lainnya membongkar dugaan praktik tidak adil yang mereka alami selama bekerja. Kepada tim media, mereka menjelaskan secara gamblang bagaimana sistem penggajian di SPBU tersebut dinilai melanggar hak dasar pekerja, bahkan mencederai nilai-nilai kemanusiaan.
LN, salah satu dari enam mantan karyawan, mengungkapkan kekecewaannya yang mendalam:
“Saya tidak pernah melakukan pelanggaran apapun selama bekerja. Tapi dalam slip gaji saya, ada banyak potongan yang tidak bisa saya pahami. Bahkan untuk hal-hal yang tidak saya lakukan,” ujar LN dengan suara bergetar.
Sebagai seorang perantau yang datang ke Bali demi menghidupi keluarganya di kampung halaman, LN merasa harapannya untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik justru berubah menjadi mimpi buruk.
“Saya datang untuk bekerja dengan jujur, bukan untuk diperlakukan seperti ini. Setiap potongan yang tak jelas itu seolah , saya bodohi ” tambahnya.
Yang lebih mengejutkan, menurut pengakuan para karyawan, praktik seperti ini bukan hal baru. Sebelum mereka bekerja, sudah ada karyawan lain yang pernah melakukan aksi protes internal menuntut kejelasan hak mereka.
Namun, semua tuntutan tersebut tampaknya hanya berakhir di meja manajemen, tanpa ada tindak lanjut berarti.
“Sudah ada yang demo sebelum kami. Tapi hasilnya nihil. Tidak ada perbaikan yang berarti,” ungkap salah satu karyawan yang kabur.
HRD dan Manajer Bersuara Lain
Dalam upaya menggali informasi lebih lanjut, tim media menghubungi pengawas SPBU berinisial DMS, yang baru menjabat selama dua minggu. Ia mengaku terkejut dan menyatakan ketidaktahuannya tentang sistem penggajian di tempat tersebut.
“Saya juga bingung. Saya sempat lihat struk gaji mereka, Tapi saya belum paham penuh aturannya karena saya masih baru,” ujar DMS.
Namun berbeda dengan DMS, pihak HRD bernama Chika dan manajer SPBU memberikan pernyataan yang bertolak belakang. Mereka menyatakan bahwa semua potongan gaji sudah sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku di internal perusahaan.
Pernyataan ini justru semakin memperkeruh suasana dan memicu pertanyaan besar: SOP seperti apa yang membolehkan potongan gaji tanpa kejelasan kepada karyawan yang tidak melakukan pelanggaran???
Mengacu pada Pasal 90 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, membayar upah di bawah UMK adalah pelanggaran hukum serius. Dalam undang-undang tersebut, perusahaan yang melanggar ketentuan pengupahan dapat dikenakan sanksi:
- Sanksi administratif: Pencabutan izin usaha, pembekuan kegiatan usaha, atau denda administratif. Tuntutan Keadilan dan Harapan Para Korban
Baca juga:
Ditreskrimsus polda banten tangkap pelaku oplosan pertamax
Para mantan karyawan SPBU Dentim kini menuntut keadilan atas hak-hak mereka yang dianggap dilanggar. Mereka berharap pihak berwenang segera turun tangan dan menyelidiki dugaan pelanggaran ini secara menyeluruh.
“Ini bukan hanya tentang uang. Ini tentang hak kami sebagai pekerja dan manusia. Jangan ada korban berikutnya,” ujar AMR penuh harap.
Tim media pun mempertanyakan kepada pihak SPBU: “Di mana letak kemanusiaan ketika karyawan diperlakukan tidak adil dan hak dasarnya diabaikan? Bagaimana manusia bisa memanusiakan manusia jika keadilan dikaburkan oleh SOP?”
Skandal gaji yang mencuat dari SPBU ketewel bukan hanya persoalan internal perusahaan, tetapi menjadi isu publik yang menyentuh ranah kesejahteraan tenaga kerja, integritas bisnis, dan penegakan hukum.
Jika tidak segera ditangani, kasus seperti ini bisa menjadi preseden buruk dan memperburuk citra sektor usaha retail bahan bakar yang menjadi wajah utama pelayanan masyarakat.
Pihak-pihak berwenang, termasuk Dinas Ketenagakerjaan, Ombudsman, dan lembaga perlindungan tenaga kerja, diharapkan segera melakukan investigasi dan memberikan sanksi yang tegas kepada oknum-oknum yang terbukti melanggar hukum.
**red