40 di Absensi, 17 di Ruangan, Palu Diputus 14: H. Dikdik Sodikin,SH, CPL,CPML, Soroti Pelanggaran Kuorum dan Cacat Legislasi DPRD Garut

SINARPOSII-Garut, Jawa Barat — Kontroversi mengemuka setelah sidang paripurna DPRD Garut pada Jumat (28/11) mencatat ketidaksesuaian antara angka absensi dan kehadiran faktual. Meski daftar hadir menunjukkan 40 anggota, pantauan ruang sidang memperlihatkan hanya 17 anggota yang berada di tempat. Ketika palu pengesahan enam Raperda diketuk pada pukul 08.15 WIB, jumlah legislator yang tersisa tinggal 14 orang.

Ketua LBH CAKRA MUHTADIN, H. Dikdik Sodikin, S.H.,CPL,CPML, menilai kondisi tersebut sebagai cacat prosedural yang berpotensi membatalkan legalitas keputusan.

“Kuorum itu bukan angka di atas kertas. Kuorum harus dihitung dari kehadiran fisik di ruang sidang. Dengan 14 orang, keputusan itu secara hukum tidak memenuhi syarat,” tegas Dikdik.

Ia merujuk pada PP 12 Tahun 2018 Pasal 97 ayat (1) yang mensyaratkan lebih dari setengah anggota DPRD hadir untuk mengesahkan keputusan paripurna. Dengan total 50 anggota, minimal 26 orang harus hadir secara faktual.

“Manipulasi Administrasi Merusak Validitas Legislasi”

Menurut Dikdik, perbedaan ekstrem antara absensi dan kehadiran fisik dapat dikategorikan sebagai rekayasa administrasi.

“Ketika daftar hadir tidak mencerminkan realitas, itu bukan sekadar kesalahan administrasi. Itu indikasi manipulasi yang mengancam validitas produk hukum daerah,” ujarnya.

Ia menambahkan, setiap keputusan dalam keadaan tidak kuorum berpotensi batal demi hukum dan dapat menjadi objek keberatan melalui mekanisme pengawasan dan judicial review.

Sorotan terhadap Badan Kehormatan DPRD

Dikdik juga mempertanyakan diamnya Badan Kehormatan (BK), yang menurut PP 12/2018 Pasal 119–124 memiliki mandat mengawasi etika dan kedisiplinan anggota DPRD.

“BK seharusnya memanggil dan memeriksa anggota yang meninggalkan sidang tanpa alasan konstitusional. Jika BK tidak bertindak, itu bukan hanya kelalaian, tetapi pelanggaran fungsi,” kata Dikdik.

Ia menyebut fenomena “titip absen” sebagai praktik yang merendahkan martabat parlemen daerah.

Analisis KK Iterasi Hukum: Indikasi Pelanggaran Berlapis

Dikdik menjelaskan bahwa dalam kerangka KK Iterasi Hukum, persoalan ini mencerminkan tiga lapis pelanggaran:

  1. Pelanggaran Prosedur Legislasi
    Produk hukum dihasilkan tanpa memenuhi syarat formil kuorum → berpotensi cacat formil.
  2. Pelanggaran Etik dan Disiplin Anggota DPRD
    Ketidakhadiran faktual, meninggalkan sidang, atau absensi tidak konsisten → domain BK.
  3. Pelanggaran Administrasi Pemerintahan
    Perbedaan data absensi dan realita → masuk kategori maladministrasi yang dapat dilaporkan ke Ombudsman.

Rekomendasi Hukum dari LBH CAKRA MUHTADIN

Dikdik memaparkan beberapa langkah hukum yang dapat ditempuh:

  1. Pemeriksaan Internal oleh Badan Kehormatan

BK wajib melakukan audit etik, memanggil anggota yang meninggalkan sidang, serta memeriksa keabsahan daftar hadir.

  1. Evaluasi Legislatif oleh Kementerian Dalam Negeri

Mengingat enam Raperda disahkan dalam kondisi tidak kuorum, Mendagri dapat:

meminta perbaikan,

membatalkan hasil pengesahan,

atau memberikan teguran kepada pimpinan DPRD.

  1. Pengaduan Maladministrasi ke Ombudsman RI

Perbedaan data kehadiran dapat dikategorikan sebagai maladministrasi berupa penyimpangan prosedur dan penyalahgunaan wewenang.

  1. Pelaporan Pidana Jika Ada Unsur Rekayasa

Jika ditemukan indikasi pemalsuan absensi atau salah input yang disengaja, kasus dapat diproses oleh:

Polri, atau

Kejaksaan,
tergantung bentuk pelanggarannya.

“Tak Ada Legitimasi Tanpa Kuorum”

Menutup keterangannya, Dikdik menyatakan bahwa DPRD tidak boleh menjadikan paripurna sekadar formalitas.

“Tidak ada legitimasi tanpa kuorum. Jika prosedur dasar seperti ini diabaikan, maka seluruh bangunan legislasi daerah menjadi rapuh.”

LBH CAKRA MUHTADIN, kata Dikdik, akan menyiapkan kajian hukum lengkap untuk memastikan bahwa proses legislasi di Garut berjalan sesuai hukum dan asas pemerintahan yang baik.

  • BERITA TERKAIT

    BERITA KHUSUS (VIDEO STREAMING)

    Kasus Penyerobotan Lahan 1.564 Hektare Mukhtar & Srimahyuni: Ratu Prabu 08 Surati Polres dan Kuasa Hukum Desak Polres Bertindak Tegas

    Kasus Penyerobotan Lahan 1.564 Hektare Mukhtar & Srimahyuni: Ratu Prabu 08 Surati Polres dan Kuasa Hukum Desak Polres Bertindak Tegas

    Exhumasi Imam Komaini Sidik: Bongkar Tabir Kebohongan Kasus Pembunuhan di Rimbo Bujang

    Exhumasi Imam Komaini Sidik: Bongkar Tabir Kebohongan Kasus Pembunuhan di Rimbo Bujang

    GIIAS 2025

    Belasan Media Nasional Kawal Kasus Kematian Imam Komaini Sidik: Dugaan Pembunuhan Terencana, Hanya Satu Tersangka Ditahan?

    Belasan Media Nasional Kawal Kasus Kematian Imam Komaini Sidik: Dugaan Pembunuhan Terencana, Hanya Satu Tersangka Ditahan?

    Keluarga Korban Pembunuhan Imam Komaini Sidik Desak Pengungkapan Komplotan Pelaku: “Kami Percaya Ini Bukan Ulah Satu Orang”

    Keluarga Korban Pembunuhan Imam Komaini Sidik Desak Pengungkapan Komplotan Pelaku: “Kami Percaya Ini Bukan Ulah Satu Orang”

    Kantor Penasehat Hukum Hendri C Saragi, SH Desak Otopsi Jenazah Imam Komaini Sidik Oleh Tim Medis TNI: Mengungkap Tabir Kematian yang Penuh Tanda Tanya

    Kantor Penasehat Hukum Hendri C Saragi, SH Desak Otopsi Jenazah Imam Komaini Sidik Oleh Tim Medis TNI: Mengungkap Tabir Kematian yang Penuh Tanda Tanya
    error: Maaf.. Berita ini diprotek