
Sinarpos.com – Di zaman modern serba digital seperti saat ini, sebagian besar anak-anak tumbuh dengan gawai di tangan mereka. Ini tentu saja menimbulkan dilema. Seperti dua mata pisau, yang jika lengah maka bisa berakibat fatal.
Kemajuan teknologi tidak dapat dihindari, Internet bisa jadi tempat belajar dan hiburan,memberikan berbagai kemudahan, Ilmu pengetahuan tanpa batas. Namun di sisi lain internet juga penuh dengan jebakan konten negatif yang merusak. Bisa menjadi sumber bencana bagi generasi karena terpapar konten-konten negatif seperti pornografi, judol, pinjol, cyberbullying, traficking, moderasi dan masih banyak lagi.
Konten-konten negatif ini perlahan bisa memengaruhi cara berpikir dan berperilaku, bahkan memengaruhi cara beragama. Konten seperti kekerasan, kata-kata kasar, pornografi atau hal yang tidak sesuai usia mereka dapat “menyusup” tanpa disadari. Kekhawatiran terbesar dimasa mendatang adalah lahir generasi muslim yang split personality, rapuh dan sekuler.
Media sosial kini menjadi ruang yang sangat rawan disalahgunakan untuk menyebarkan konten pornografi, termasuk terhadap anak-anak. Sebagaimana dikutip dari polresbatu.id “Kami telah menindak 17 kasus dan menangkap 37 tersangka sepanjang tahun ini,” ujar Brigjen Pol Himawan dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, pada Rabu (21/5/2025).
Miris, bagaimana masa depan generasi penerus jika atmosfer dunia anak seperti ini? sangat mungkin anak-anak kita terpapar, menjadi korban atau bahkan pelaku. Sistem kapitalisme-sekuler yang disadari atau tidak tengah diterapkan saat ini, melahirkan generasi yang menjadikan materi sebagai orientasi kebahagiaan, keimanan yang lemah, diperparah dengan ide kebebasan yang dianut menjadikan tatanan pergaulan semakin kacau.
Belum lagi sistem hukum yang lemah lagi tidak membuat jera, membuat kasus serupa dan konten-konten merusak kian merajalela. Pengawasan dan pemblokiran website, akun, situs berbau konten negatifpun dirasa masih belum optimal, hingga bayang-bayang bencana rusaknya generasi akibat konten negatif siap mengintai anak setiap saat. Masa depan generasi penerus jelas terkoyak.
Untuk menjaga masa depan generasi penerus dan menghindarkannya dari konten negatif, setidaknya harus ada upaya pencegahan dan penanggulangan.
Upaya pencegahan dengan meningkatkan ketakwaan Individu dengan penguatan fungsi keluarga sebagai benteng, membudayakan amar ma’ruf nahi munkar di tengah masyarakat dalam sistem pergaulan, menggunakan sistem pendidikan Islam berbasis aqidah, pelarangan adanya website, akun, video dan lain-lain yang berbau konten negatif yang melanggar hukum syara’. Sementara penanggulangan bisa berupa pembinaan, pemblokiran, serta sanksi yang tegas lagi membuat jera.
Islam memiliki mekanisme pencegahan konten-konten negatif untuk menjagai akal. Islam mengatur aturan menutup aurat laki-laki dan perempuan, menjaga pandangan dan aturan menjaga interaksi lawan jenis. Sistem Islam akan menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam yang akan menguatkan keimanan, sehingga akan menutup rapat akses konten negatif.
Kewajiban dakwah, akan menyuburkan budaya amar ma’ruf di tengah masyarakat, sistem sanksi yang tegas membuat jera hingga seseorang akan berfikir brulang kali saat terlintas keinginan untuk bermaksiat.
Negara harus memiliki sistem keamanan digital dan pengawasan yang ketat di bawah departemen penyiaran yang mampu melindungi generasi dari pemikiran (konten) negatif yang rusak dan merusak.
Adanya ketakwaan Individu, masyarakat yang saling amar ma’ruf dan negara yang menerapkan sistem Islam sajalah yang mampu mewujudkan atmosfer yang kondusif bagi masa depan generasi penerus dan menghalau mereka dari paparan konten-konten negatif.
Wallahu’alam..
Oleh: Eka Purwaningsih, S. Pd (Pegiat Literasi, Aktivis Muslimah, Pemerhati Generasi)






