
Sinarpos.com
Medan – Penyebaran video di media sosial TikTok melalui akun tan_jhonson88 yang memuat dugaan pemerasan oleh Kabid Propam Polda Sumut Kombes Pol JM bersama sejumlah personel kembali memicu perhatian publik.
Unggahan yang disebut sebagai curahan hati seorang anggota Polri itu kini ramai diperbincangkan di Sumatera Utara.
Direktur LBH Medan, Irvan Saputra SH MH, didampingi Sofiyan Muis Gajah SH, menilai informasi tersebut perlu ditanggapi serius. Ia menyebut, di tengah dorongan publik agar Polri melakukan reformasi menyeluruh—termasuk lewat pembentukan Tim Percepatan Reformasi Polri yang dipimpin Prof Jimly Asshiddiqie, munculnya dugaan pelanggaran etik seperti ini kembali mencoreng institusi.
Menurut Irvan, fenomena pelanggaran antar anggota kepolisian bukan hal baru. Ia mencontohkan dugaan permintaan uang pelicin oleh oknum Provos di Polda Metro Jaya, hingga isu jual beli jabatan dan praktik percaloan rekrutmen anggota Polri.
Merujuk pada informasi yang beredar masif, LBH Medan menemukan adanya dugaan kuat bahwa Kabid Propam Polda Sumut Kombes JM, Kompol AC, dan sejumlah personel lainnya melakukan pemerasan terhadap anggota Polri di lingkungan Polda Sumut.
Diduga, praktik itu dilakukan dengan cara mencari-cari kesalahan hingga upaya “menghilangkan kesalahan” anggota tertentu.
Dugaan pemerasan itu disebut mencapai nilai puluhan hingga ratusan juta rupiah. Salah satu contoh yang disebut dalam video TikTok tersebut adalah dugaan pungutan sekitar Rp10 juta kepada peserta Sekolah Staf dan Pimpinan Menengah (Sespimen) untuk memperoleh Surat Keterangan Hasil Penelitian (SKHP) dari Propam Polri.
Selain itu, muncul pula tuduhan bahwa sejumlah oknum kerap berpesta di tempat hiburan malam.LBH Medan menegaskan bahwa tuduhan tersebut bukan hal yang dapat dianggap remeh. Lembaga itu mendesak agar proses etik dan pidana dilakukan secara transparan dan menyeluruh.
Dugaan pemerasan itu disebut mencapai nilai puluhan hingga ratusan juta rupiah. Salah satu contoh yang disebut dalam video TikTok tersebut adalah dugaan pungutan sekitar Rp10 juta kepada peserta Sekolah Staf dan Pimpinan Menengah (Sespimen) untuk memperoleh Surat Keterangan Hasil Penelitian (SKHP) dari Propam Polri.
Selain itu, muncul pula tuduhan bahwa sejumlah oknum kerap berpesta di tempat hiburan malam.LBH Medan menegaskan bahwa tuduhan tersebut bukan hal yang dapat dianggap remeh.
Lembaga itu mendesak agar proses etik dan pidana dilakukan secara transparan dan menyeluruh.
“Bidang Propam yang seharusnya menjadi benteng etik justru diduga melakukan pelanggaran etik dan pidana. Ini bertentangan dengan semangat reformasi Polri,” kata Irvan.
Menurutnya, kasus ini menjadi pekerjaan rumah besar bagi Tim Percepatan Reformasi Polri untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap institusi.
Desakan LBH Medan kepada Kapolri:
- Mencopot Kabid Propam Polda Sumut serta memerintahkan Kadiv Propam dan Kabareskrim Polri memeriksa dugaan pelanggaran etik maupun pidana.
- Melakukan bersih-bersih internal terhadap personel Propam Polda Sumut yang diduga terlibat.
- Memerintahkan pemeriksaan lanjutan atas seluruh penanganan kode etik di Propam Polda Sumut yang diduga bermasalah.
- Mengevaluasi kinerja Kapolda Sumut sebagai komitmen Kapolri terhadap agenda reformasi Polri.
LBH Medan menilai, dugaan pemerasan tersebut bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, Deklarasi Universal HAM (DUHAM), ICCPR, serta Kode Etik Polri sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 8 Perpol Nomor 7 Tahun 2022.
(ard/LBH Medan)






