
Aceh Tamiang — SINARPOS.com || Perwakilan masyarakat Desa Rantau Pakam mendatangi kediaman Ketua Majelis Duduk Setikar Kampong (MDSK) guna menyampaikan aspirasi terkait pengelolaan sejumlah aset desa yang dinilai tidak transparan. Pertemuan dilakukan pada Sabtu malam, 23 November 2025 di Kecamatan Bendahara, Kabupaten Aceh Tamiang.
Ahmadi, salah satu perwakilan warga, menegaskan bahwa pihaknya meminta MDSK untuk mendorong Pemerintah Desa melakukan inventarisasi aset desa, termasuk Badan Usaha Milik Kampung (BUMK) serta aset operasional desa seperti Getek penyebrangan di Desa Rantau Pakam.
“Tujuan kami mendesak MDSK adalah agar prinsip transparansi dalam pengelolaan keuangan dan disiplin administrasi benar-benar diterapkan di Rantau Pakam,” ujarnya.
Ia mengungkapkan bahwa selama masa jabatan mantan Datok Ruslan dan Sekdes Juwanda, transparansi pengelolaan keuangan desa dinilai tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Sorotan terhadap Getek Penyeberangan
Mukhtar Salim, warga lainnya, juga menyoroti pengelolaan Getek penyebrangan penghubung Rantau Pakam — Tanjung Binjai. Ia mengklaim terdapat dana kas getek sebesar Rp50.000 per hari yang apabila diakumulasikan dalam setahun mencapai kurang lebih Rp18.000.000.
Namun menurutnya, laporan dan alur penggunaan dana tersebut tidak pernah jelas kepada masyarakat.
Respons MDSK
Ketua MDSK menyambut baik kedatangan warga dan menyatakan dukungannya terhadap desakan tersebut.
“Saya senang masyarakat menyampaikan aspirasi kepada kami. Inilah yang memang kami harapkan,” tegasnya.
Ia membenarkan adanya indikasi ketidaktransparanan dalam pengelolaan BUMK. Bahkan, pembentukan struktur baru BUMK disebut tidak melibatkan MDSK, yang menurutnya bertentangan dengan ketentuan Peraturan Bupati.
“Ini tidak sah menurut aturan karena MDSK seharusnya dilibatkan dalam pembentukan kepengurusan BUMK,” tambahnya.
Dalam waktu dekat, MDSK akan bersurat kepada kepengurusan BUMK lama maupun baru untuk meminta data dan klarifikasi secara resmi.
MDSK menegaskan akan memproses laporan tersebut sesuai prosedur yang berlaku dan berharap masyarakat tetap aktif berperan mengawal langkah penyelesaian permasalahan.
Pengelolaan Aset Desa dan kedudukan lembaga:
1. Permendagri No. 1 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa
- Peraturan ini menjadi dasar regulasi pengelolaan aset milik desa — mulai dari inventarisasi, penetapan status penggunaan, hingga penghapusan aset.
- Contoh ketentuan: Kepala Desa harus menetapkan keputusan tentang status penggunaan aset desa, mencantumkan asal aset (kekayaan asli desa, APBDesa, perolehan sah lainnya) dan dilakukan pencatatan dalam buku inventaris.
- Menunjukkan bahwa terdapat kewajiban administratif yang harus dipenuhi agar aset desa bisa dikelola dengan baik dan akuntabel.
2. Permendagri No. 3 Tahun 2024 (Perubahan atas Permendagri No. 1 Tahun 2016)
- Peraturan ini memperbarui ketentuan terkait pengelolaan aset desa, dengan penekanan lebih kuat pada efisiensi, transparansi, akuntabilitas, terutama dalam hal pemindahtanganan dan pelaporan aset desa. ([Peraturan BPK][3])
- Beberapa perubahan utama: penambahan ayat-ayat tentang pemindahtanganan aset desa (termasuk tanah), penguatan pencatatan dan penatausahaan aset, serta pelaporan yang harus dilakukan oleh desa. ([Cipta Desa][4])
- Maka dalam konteks desa seperti yang Anda liput, regulasi ini memberi landasan kuat bagi tuntutan masyarakat tentang “inventaris aset”, “pelaporan terbuka”, dan “akses data”.
3. Peraturan Bupati Aceh Tamiang No. 36 Tahun 2019 tentang MDSK
- Peraturan Bupati yang mengatur kedudukan, tugas, dan wewenang MDSK di Kabupaten Aceh Tamiang.
- Memberikan landasan lokal bahwa MDSK adalah badan permusyawaratan kampung yang anggotanya dipilih secara musyawarah oleh masyarakat.
- Dengan dasar ini, argumen masyarakat (bahwa MDSK seharusnya dilibatkan dalam pembentukan pengurus BUMK atau pengelolaan aset kampung) mendapat pijakan regulasi.
4. Persinggungan antara Regulasi dan Kasus Lapangan
Berdasarkan regulasi di atas, beberapa poin penting yang dapat menjadi sorotan dalam narasi berita Anda:
- Dengan regulasi aset desa (Permendagri 2016/2024), desa wajib melakukan inventarisasi dan pencatatan aset bergerak dan tidak bergerak. Jika masyarakat menuntut “data aset desa baik bergerak maupun tidak bergerak”, hal ini telah diatur.
- Regulasi lokal (Perbup No. 36/2019) memberi MDSK legitimasi untuk berperan dalam pengawasan dan musyawarah kampung. Apabila MDSK tidak dilibatkan dalam pembentukan kepengurusan BUMK atau pengambilan keputusan aset desa, ada potensi ketidakpatuhan terhadap regulasi lokal.
- Pemindahtanganan atau pengelolaan aset desa (termasuk BUMK atau penyebrangan getek) harus sesuai prosedur dan dilaporkan dengan transparan. Jika masyarakat menilai “tidak transparan”, maka bisa dikaitkan dengan kewajiban pelaporan regulasi aset desa.
**Iwan






