
SINARPOS.com | SUMENEP, JATIM –Dugaan penyalah gunaan fasilitas kendaraan dinas kembali mencuat di Kabupaten Sumenep. Camat Masalembu, Achmad Auzai Rahman, mengakui menyimpan sepeda motor listrik (Gesits) senilai Rp 35 juta milik pemerintah daerah di kediamannya di Sumenep, bukan di kantor kecamatan sebagaimana mestinya.
Motor listrik tipe G1-Li-NCM 72 Volt 20 Ah yang dibeli dari APBD tahun anggaran 2022 tersebut seharusnya menjadi kendaraan dinas operasional Kecamatan Masalembu. Namun faktanya, aset negara bernilai puluhan juta rupiah itu berada di rumah pribadi sang Camat di Sumenep, jauh dari lokasi tugas.
Ketika dikonfirmasi tim media pada Sabtu (22/11/2025), Camat Masalembu, Auzai mengakui keberadaan motor listrik berada di rumahnya.
“Benar Mas, sepeda motor listrik itu ada di rumah saya di Sumenep. Karena di Masalembu susah cas baterainya,” ujarnya.
Alasan kesulitan mengisi daya baterai dinilai tidak dapat membenarkan penyimpanan kendaraan dinas di rumah pribadi. Pertanyaan kritis pun muncul: jika memang tidak bisa difungsikan di Masalembu, mengapa motor itu tidak dikembalikan ke Pemkab atau dialihkan ke unit kerja lain yang membutuhkan?
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 108 Tahun 2016 tentang Penggolongan dan Kodefikasi Barang Milik Daerah, serta Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, penggunaan kendaraan dinas harus sesuai peruntukannya.
Pasal 59 ayat (1) PP 27/2014 menyatakan: “Penggunaan Barang Milik Negara/Daerah dilakukan oleh pengguna barang untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi SKPD.”
Selain itu, Pasal 60 PP 27/2014 mengatur bahwa status penggunaan barang dapat diubah jika tidak sesuai dengan kebutuhan pengguna. Dengan kata lain, jika motor listrik tidak dapat difungsikan di Masalembu, seharusnya dikembalikan atau dialihkan, bukan disimpan di rumah pribadi pejabat.
Penyalahgunaan fasilitas dinas dapat dikenakan sanksi administratif berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai ASN. Pelanggaran ini tergolong pelanggaran berat yang dapat berujung pada pemberhentian tidak dengan hormat.
Lebih jauh, jika terbukti merugikan keuangan negara, kasus ini dapat menyeret pelaku ke ranah pidana berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun penjara.
Dana pengadaan sepeda motor listrik senilai Rp 35 juta tersebut bersumber dari belanja modal APBD, yang berarti berasal dari uang rakyat. Penggunaan aset negara untuk kepentingan pribadi atau keluarga, sekecil apa pun bentuknya, merupakan pelanggaran asas pengelolaan keuangan negara yang menuntut transparansi, akuntabilitas, dan kepatutan.
Publik kini menanti langkah tegas Inspektorat Kabupaten Sumenep dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengusut tuntas kasus ini. Jika dibiarkan, praktik serupa akan terus berulang dan menggerogoti kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.






