
SINARPOS.com — Bungo, Jumat 14 November 2025 || Ketua DPC Ratu Prabu 08 Kabupaten Bungo, Laiden Sihombing, menyatakan kekecewaannya terhadap proses penangkapan putranya, JS, mantan Ketua LSM PETIR, yang sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka operasi tangkap tangan (OTT) oleh Polda Riau pada 14 Oktober 2025.
Kekecewaan itu, menurut Laiden, mencuat setelah keluarga mendapat informasi dari kerabat di Riau bahwa mobil yang digunakan JS — kendaraan milik almarhum istrinya yang dipakai untuk antar-jemput anak sekolah — belum dikembalikan dan masih berada di Polda Riau sebagai barang sitaan.
Keberatan Atas Proses Penggeledahan
Laiden menilai tindakan penggeledahan oleh tim penyidik Polda Riau pada 15 Oktober 2025 diduga tidak memenuhi ketentuan hukum. Ia mengklaim bahwa:
- Penggeledahan dilakukan tanpa izin pemilik rumah,
- Tanpa pendampingan penasihat hukum,
- Tanpa menunjukkan surat perintah resmi, dan
- Tidak disaksikan perangkat lingkungan RT/RW setempat.
Jika benar, tindakan tersebut berpotensi bertentangan dengan ketentuan:
| Regulasi yang Berpotensi Relevan | Substansi |
|---|---|
| Pasal 33 KUHAP | Penggeledahan rumah harus disertai surat perintah sah dan dilakukan dengan tata cara yang berlaku. |
| Pasal 38 KUHAP | Penyitaan wajib didasari surat izin ketua pengadilan negeri kecuali dalam keadaan tertentu. |
| Pasal 30 ayat (1) huruf b UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI | Setiap tindakan kepolisian harus menjunjung tinggi HAM dan asas legalitas. |
Dugaan Ketidaksesuaian Alat Bukti

Dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Pekanbaru pada 14 November 2025, keluarga JS menilai pemberitaan mengenai adanya penerimaan uang sebesar Rp150 juta tidak sesuai dengan rekaman CCTV yang disebut keluarga sebagai alat bukti kunci yang menunjukkan JS tidak menerima uang secara langsung.
Laiden menyebut dugaan adanya unsur jebakan. Ia menilai konferensi pers yang dipublikasikan sejumlah media di Pekanbaru tidak sejalan dengan fakta CCTV tersebut.
Akan Diajukan ke Presiden, Kompolnas, Kapolri, dan KPK
Keluarga besar melalui perwakilan hukum IT, LK, dan TN di Jakarta telah menerima surat kuasa tertanggal 12 November 2025 untuk membawa persoalan ini ke beberapa institusi negara pada 17 November 2025, antara lain:
- Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas)
- Kepala Kepolisian RI (Kapolri)
- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
- BP Presiden RI (Presiden Prabowo Subianto)
- Kejaksaan Agung RI
Laiden menegaskan, pertanyaan dasarnya adalah:
“Masihkah hukum di negeri ini tumpul ke atas dan tajam ke bawah? Kami meminta ketegasan hukum,” ujarnya.
Kondisi Keluarga dan Harapan Putusan Praperadilan

Laiden juga mengungkapkan bahwa dua cucunya — anak JS yang kini yatim setelah ibunya meninggal — terhenti sekolah akibat penahanan ayah mereka.
Ia berharap majelis hakim praperadilan menilai objektif tindakan penyidik dan mempertimbangkan aspek kemanusiaan sebagaimana amanat:
- UUD 1945 Pasal 28D ayat (1) – Jaminan kepastian dan keadilan hukum.
- Sila ke-5 Pancasila – Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Laiden mengaku telah menghubungi Kapolda Riau dan Wadir Reskrimum melalui pesan WhatsApp, namun hingga berita ini diturunkan belum menerima balasan.
Kasus ini masih menunggu putusan praperadilan di PN Pekanbaru, dan menjadi sorotan khusus dari DPC Ratu Prabu 08 Kabupaten Bungo karena dianggap berdampak pada hak keadilan keluarga JS.
Sampai publikasi laporan ini, Polda Riau belum memberikan keterangan resmi terkait pernyataan keluarga Laiden Sihombing. Redaksi SINARPOS.com tetap membuka ruang hak jawab dan klarifikasi sesuai amanat UU Pers No. 40 Tahun 1999.





