
SINARPOS.com – Bungo, Kamis 13 November 2025 || Persidangan perkara dugaan pemalsuan surat (Pasal 263 KUHP) dengan terdakwa Imanuel Purba dan Meirianti br Sinaga kembali digelar di Pengadilan Negeri Muara Bungo, Kamis (13/11/2025). Sidang yang dimulai pukul 16.27 WIB dan baru berakhir sekitar 21.57 WIB itu menghadirkan dua saksi, yakni Adnan dan Benni, untuk agenda pemeriksaan pembuktian saksi terkait dugaan sertipikat ganda.
Saksi Dinilai Menyudutkan Terdakwa

Dalam sidang, kedua terdakwa menyampaikan keberatan karena menilai keterangan saksi justru melebar ke persoalan asal-usul tanah, batas-batas lahan, tanaman di lokasi, hingga kerugian yang diklaim sebesar Rp1,2 miliar. Menurut para terdakwa, fokus keterangan saksi jauh dari inti dakwaan pemalsuan surat.
Terdakwa menilai saksi memberikan keterangan yang “menggandakan-gandakan cerita” sehingga seolah ingin memperberat posisi mereka. Padahal, menurut pihak terdakwa, lahan seluas 2 hektare tersebut hanya berupa belukar liar, sehingga klaim kerugian dianggap tidak masuk akal.
Dakwaan Pemalsuan Surat Justru Minim Dibahas, Istri Terdakwa: Akan Buka Rekaman Suara dan Bukti Pertemuan

Sepanjang persidangan, dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum Prans Pasaribu, SH, terkait pasal 263 KUHP justru hanya dibahas sedikit.
Mayoritas waktu sidang habis untuk memutar kembali asal-usul tanah, perbatasan, sejarah jual-beli, serta klaim kerugian—bukan pada inti dugaan pemalsuan.
Istri dari Imanuel Purba kepada media ini menyatakan bahwa di persidangan berikutnya, ia akan membuka rekaman suara, bukti pertemuan, serta BAP tanggal 7 April 2024 yang dinilai sarat pengaburan kalimat antara “datang” dan “dipanggil”.
Ia menyebut semua rekaman tersebut akan menjadi saksi ahli untuk memperlihatkan dugaan adanya “metode tertentu” untuk merusak profesi suaminya sebagai pengacara.
Ia menilai tuduhan pemalsuan sangat tidak mungkin dilakukan oleh seorang lawyer. “Ini seperti upaya pembunuhan profesi,” ujarnya.
Akar Masalah: Surat Jual-Beli dari HUSOR TAMBA

Berdasarkan pertanyaan majelis hakim dan penjelasan para pihak, akar persoalan bermula dari surat jual-beli tanah yang ditawarkan Husor Tamba kepada Imanuel Purba untuk diuruskan sertipikatnya—seluas 2 hektare—di BPN Bungo.
Atas permintaan administratif itu, Imanuel pun menyerahkan pengurusan sertipikat kepada Meirianti br Sinaga, honorer di BPN Bungo, dan mengikuti prosedur melalui Kasi Sengketa Pertanahan. Saat itu program PTSL Presiden Jokowi sedang berjalan.
Namun kemudian diketahui bahwa tanah tersebut sudah memiliki sertipikat atas nama orang lain, sehingga memunculkan dugaan sertipikat ganda bernomor 714.
Pertanyaan Publik: Mengapa Staf Honorer Bisa Menerbitkan Sertipikat?
Kronologi tersebut menimbulkan banyak tanda tanya:
- Siapa sebenarnya yang menandatangani sertipikat itu?
- Mengapa honorer bisa terlibat dalam proses penerbitan sertipikat PTSL?
- Ke mana peran Kakan, Sekretaris, dan Kasi Pertanahan BPN Bungo?
- Mengapa Imanuel Purba dan Meirianti yang ditetapkan tersangka pasal 263 KUHP?
Seorang pemerhati hukum dari JP Intelijen Ratu Prabu 08 Bungo menegaskan, “Tidak logika seorang honorer bisa mengeluarkan sertipikat PTSL program Jokowi.”
Jaksa: Potensi Tersangka Baru dari BPN Bungo

JPU Prans Pasaribu menyampaikan bahwa tidak tertutup kemungkinan akan ada tersangka baru dari lingkungan BPN Bungo setelah pendalaman lanjutan dilakukan. Hal ini mengingat proses penerbitan sertipikat tidak mungkin dilakukan satu atau dua orang saja.
Penasihat hukum Imanuel Purba dan Meirianti, NF Sitorus (Jambi), saat ditemui saat istirahat sidang menegaskan bahwa jaksa wajib memanggil Husor Tamba beserta rekan-rekannya yang diduga terlibat dalam surat jual-beli tersebut.
Selain itu, menurut Sitorus, sejumlah pegawai BPN dengan jabatan lebih tinggi dari Meirianti harus ikut dimintai pertanggungjawaban.
“Persoalan ini sangat merugikan klien saya, merusak reputasinya, bahkan mematikan profesinya,” tegasnya.
**Laporan: Laiden Sihombing
**Editor : Redaksi SINARPOS.com






