Diskresi Bupati Garut dalam Perlindungan Aset Wakaf: Antara Kewenangan, Tanggung Jawab, dan Urgensi Kebijakan Publik

SINARPOS.COMII-Garut – 27 Oktober 2025
Kuasa Hukum Yayasan Baitul Hikmah (YBHM), Dadan Nugraha, S.H., menyampaikan pandangan hukum yang menyoroti peran strategis Bupati Garut dalam perlindungan aset wakaf. Ia menegaskan bahwa kepala daerah tidak boleh bersikap pasif dalam menghadapi persoalan wakaf yang berpotensi diganggu kepentingan individu atau mafia tanah.

Dalam pandangannya, Bupati memiliki ruang hukum yang sah untuk mengambil langkah diskresi (discretionary power) sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, terutama dalam situasi ketika kepentingan publik terancam dan regulasi teknis belum mengatur secara rinci.

“Diskresi bukan penyimpangan hukum, melainkan tindakan konstitusional yang dimaksudkan untuk memastikan kepastian hukum dan kemanfaatan publik. Dalam konteks aset wakaf, langkah Bupati Garut untuk bertindak cepat justru menjadi manifestasi tanggung jawab konstitusional terhadap kepentingan umat,” ujar Dadan di Garut, Senin (27/10/2025).

Diskresi Kepala Daerah: Dasar Hukum dan Etika Pemerintahan

Dadan menjelaskan bahwa diskresi kepala daerah merupakan instrumen yuridis yang diakui dalam sistem hukum administrasi modern, berfungsi untuk menutup kekosongan hukum, mempercepat pelayanan publik, dan melindungi kepentingan umum.

Landasan normatifnya diatur dalam:

Pasal 22 ayat (2) UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yang memberikan hak bagi pejabat untuk menggunakan diskresi guna melancarkan penyelenggaraan pemerintahan;

Pasal 18 ayat (6) UUD 1945 yang menjamin otonomi daerah dalam menetapkan kebijakan lokal;

Pasal 65 ayat (2) huruf b UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang memberi ruang bagi Bupati untuk mengambil kebijakan dalam rangka otonomi dan kepentingan publik.

Menurut Dadan, konteks tanah wakaf merupakan salah satu area yang paling membutuhkan pendekatan diskresi karena menyangkut kepentingan keagamaan, sosial, dan ekonomi masyarakat.
“Ketika tanah wakaf terancam alih fungsi atau penguasaan ilegal, Bupati berhak menggunakan diskresi administratif, misalnya dengan mengeluarkan surat rekomendasi pemblokiran aset, koordinasi lintas instansi, atau bahkan pembentukan tim investigatif daerah,” katanya.

Kerangka Hukum Wakaf: Kewajiban Negara dan Ruang Pemerintah Daerah

Dalam sistem hukum nasional, wakaf tidak semata urusan keagamaan, tetapi juga termasuk dalam urusan pemerintahan konkuren yang dapat dilaksanakan oleh pemerintah daerah.

Hal ini ditegaskan melalui:

  1. UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, Pasal 63 dan 64, yang mewajibkan pemerintah melakukan pembinaan, perlindungan, dan pengawasan terhadap harta benda wakaf.
  2. PP No. 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan UU Wakaf, Pasal 49 huruf (a) dan (b), yang menyebutkan peran pemerintah daerah dalam membantu Badan Wakaf Indonesia (BWI) dan pembinaan Nazir.
  3. Permen ATR/BPN No. 2 Tahun 2017, yang menempatkan perangkat daerah (desa dan kecamatan) — di bawah koordinasi Bupati — sebagai unsur administratif penting dalam proses pendaftaran tanah wakaf.
  4. UU No. 23 Tahun 2014, Pasal 12 ayat (2) huruf b, yang menegaskan bahwa urusan sosial dan keagamaan termasuk dalam kewenangan daerah.

“Bupati bukan sekadar pelaksana administratif, tetapi juga penjamin moral dan hukum bagi keberlanjutan aset publik bernilai religius. Tanah wakaf adalah amanah umat yang wajib dilindungi negara,” tambah Dadan.

Kebutuhan Mendesak: Diskresi untuk Perlindungan dan Reformasi Wakaf

Dadan menilai, di tengah meningkatnya praktik mafia tanah dan lemahnya pendataan aset keagamaan, Bupati Garut perlu segera mengambil kebijakan diskresi untuk menjamin kepastian hukum wakaf.
Langkah tersebut dapat berupa:

Surat Edaran Bupati tentang Perlindungan Aset Wakaf;

Rekomendasi kepada BPN untuk melakukan pemblokiran tanah wakaf yang disengketakan;

Instruksi pembentukan tim koordinasi wakaf daerah yang melibatkan BWI, Kemenag, dan perangkat desa;

Rancangan Peraturan Bupati (Perbup) tentang Penertiban dan Pemberdayaan Wakaf Produktif di Kabupaten Garut.

Menurutnya, semua langkah itu sah secara hukum berdasarkan Pasal 63 UU No. 41 Tahun 2004, serta sesuai dengan prinsip administrative discretion dalam UU No. 30 Tahun 2014, sepanjang memenuhi asas kepastian hukum, kemanfaatan, dan proporsionalitas.

Dukungan Kebijakan dan Anggaran Daerah

Selain tindakan hukum, Dadan juga menyoroti pentingnya dukungan kebijakan fiskal daerah (APBD) untuk pengembangan wakaf produktif. Ia mengacu pada Pasal 298 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2014, yang mengizinkan anggaran daerah digunakan bagi kegiatan sosial-keagamaan yang bermanfaat bagi masyarakat.

“Perlindungan hukum tanpa dukungan kebijakan fiskal akan lumpuh. Maka Bupati perlu mengintegrasikan isu wakaf ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), serta memberikan porsi anggaran bagi pembinaan Nazir dan digitalisasi data wakaf,” tegasnya.

Kritik dan Harapan.
Dadan mengkritik lemahnya koordinasi antara Kemenag, BPN, dan pemerintah daerah dalam kasus wakaf yang bersengketa. Ia menilai bahwa kekosongan koordinasi administratif sering dimanfaatkan pihak tertentu untuk menguasai tanah wakaf secara tidak sah.

Dalam kasus Yayasan Baitul Hikmah, ia menyebut sudah ada indikasi gangguan administratif terhadap tanah wakaf pendidikan dan sosial. Karena itu, diskresi Bupati menjadi langkah hukum yang mendesak dan konstitusional.

“Kepastian hukum atas tanah wakaf tidak bisa ditunda. Ketika prosedur formal lambat, kepemimpinan daerah harus menjadi jembatan antara hukum positif dan rasa keadilan masyarakat. Itu inti dari diskresi yang bertanggung jawab,” ujarnya.

Kesimpulan.
Dalam penutup pernyataannya, Dadan menegaskan bahwa peran Bupati Garut bukan hanya administratif, tetapi strategis dan ideologis.
Sebagai kepala daerah, Bupati memiliki mandat konstitusional untuk memastikan bahwa aset wakaf — sebagai sumber daya sosial, pendidikan, dan ekonomi umat — terlindungi dari penguasaan ilegal dan disalahgunakan.

“Diskresi Bupati Garut hari ini akan menjadi preseden baik bagi kabupaten lain. Ia tidak hanya menegakkan hukum, tetapi juga menghidupkan nilai konstitusi: keadilan sosial, keadilan agama, dan keadilan umat.”


Dadan Nugraha, S.H.
Advokat – Konsultan Hukum & Pemerhati Kebijakan Publik
Kuasa Hukum Yayasan Baitul Hikmah (YBHM)
Jl. Suherman No. 44, Komplek Diamond Dreamland Blok H8,
Desa Tarogong, Kecamatan Tarogong Kidul, Kabupaten Garut
📞 0812-2069-9333 | ✉️ dnibrahim09@gmail.com

Dikdik Sodikin, SH.

  • BERITA TERKAIT

    BERITA KHUSUS (VIDEO STREAMING)

    Kasus Penyerobotan Lahan 1.564 Hektare Mukhtar & Srimahyuni: Ratu Prabu 08 Surati Polres dan Kuasa Hukum Desak Polres Bertindak Tegas

    Kasus Penyerobotan Lahan 1.564 Hektare Mukhtar & Srimahyuni: Ratu Prabu 08 Surati Polres dan Kuasa Hukum Desak Polres Bertindak Tegas

    Exhumasi Imam Komaini Sidik: Bongkar Tabir Kebohongan Kasus Pembunuhan di Rimbo Bujang

    Exhumasi Imam Komaini Sidik: Bongkar Tabir Kebohongan Kasus Pembunuhan di Rimbo Bujang

    GIIAS 2025

    Belasan Media Nasional Kawal Kasus Kematian Imam Komaini Sidik: Dugaan Pembunuhan Terencana, Hanya Satu Tersangka Ditahan?

    Belasan Media Nasional Kawal Kasus Kematian Imam Komaini Sidik: Dugaan Pembunuhan Terencana, Hanya Satu Tersangka Ditahan?

    Keluarga Korban Pembunuhan Imam Komaini Sidik Desak Pengungkapan Komplotan Pelaku: “Kami Percaya Ini Bukan Ulah Satu Orang”

    Keluarga Korban Pembunuhan Imam Komaini Sidik Desak Pengungkapan Komplotan Pelaku: “Kami Percaya Ini Bukan Ulah Satu Orang”

    Kantor Penasehat Hukum Hendri C Saragi, SH Desak Otopsi Jenazah Imam Komaini Sidik Oleh Tim Medis TNI: Mengungkap Tabir Kematian yang Penuh Tanda Tanya

    Kantor Penasehat Hukum Hendri C Saragi, SH Desak Otopsi Jenazah Imam Komaini Sidik Oleh Tim Medis TNI: Mengungkap Tabir Kematian yang Penuh Tanda Tanya