
SINARPOS.COMII-Jakarta – Advokat dan Pemerhati Kebijakan Publik Dadan Nugraha, S.H. mendesak pemerintah untuk segera mengukuhkan hak atas tanah warga RW 010 Kelurahan Pulo Gadung, Jakarta Timur, yang telah menempati dan menggarap lahan tersebut selama lebih dari tiga dekade.
Dadan menilai, berdasarkan hasil telaah hukum dan bukti dokumen warga, tanah seluas sekitar 437 hektare bekas Eigendom Verponding No. 5934 atas nama OEY KIM ENG secara hukum telah berstatus Tanah yang Dikuasai oleh Negara, karena tidak dilakukan konversi hak oleh pemilik lama setelah berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960.
“Setelah 20 tahun UUPA berlaku, seluruh tanah bekas hak barat yang tidak dikonversi otomatis kembali menjadi tanah negara. Dalam konteks RW 010, warga telah menempati lahan tersebut lebih dari 30 tahun dengan dasar Surat Garap resmi dari Lurah tahun 2016. Maka secara hukum, mereka telah memenuhi syarat untuk dikukuhkan sebagai pemegang hak atas tanah sesuai Pasal 24 PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah,” ujar Dadan Nugraha di Jakarta, Rabu (8/10/2025).
Menurut Dadan, pemerintah seharusnya tidak lagi bersembunyi di balik alasan administrasi atau prosedural. Ia menegaskan bahwa negara berkewajiban menjamin kepastian hukum bagi rakyat yang telah menguasai dan memanfaatkan tanah secara sah dan beritikad baik.
“Sudah saatnya pemerintah melalui Kementerian ATR/BPN dan Pemerintah Kota Jakarta Timur memberikan pengukuhan hak kepada warga RW 010. Ini bukan soal belas kasihan, tapi soal keadilan agraria dan tanggung jawab konstitusional negara kepada rakyatnya,” tegasnya.
Asisten Advokat: “Dasar Hukumnya Kuat, Pemerintah Tinggal Menetapkan”
Dikdik Sodikin, S,H., Asisten Advokat Kantor Hukum Dadan Nugraha, menambahkan bahwa secara substansi, posisi hukum warga RW 010 sangat kuat. Mereka memiliki bukti fisik penguasaan, bukti administratif berupa Surat Garap tahun 2016, serta catatan penguasaan turun-temurun tanpa ada pihak lain yang menggugat.
“Warga sudah memenuhi unsur penguasaan nyata, tidak ada sengketa, dan penguasaan berlangsung lama serta beritikad baik. Ini sudah sesuai dengan ketentuan Pasal 22 dan Pasal 24 PP Nomor 24 Tahun 1997, yang memberi hak kepada penggarap lama untuk mendaftarkan hak miliknya. Jadi, pemerintah tinggal menetapkan dan mengukuhkan, bukan mempersulit,” ujar Dikdik Sodikin.
Ia menambahkan, apabila proses pengukuhan tidak segera dilakukan, maka pemerintah justru berpotensi melanggar asas kepastian hukum dan keadilan sosial sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, yang menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam harus digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
“Hak atas tanah ini bukan sekadar aset, tetapi simbol pengakuan negara atas perjuangan dan keberadaan warga yang telah menjaga, menggarap, dan hidup di atasnya puluhan tahun. Pemerintah jangan menunggu konflik baru bergerak,” tambahnya.
Suara Warga: “Kami Sudah Puluhan Tahun Menjaga Tanah Ini, Kini Kami Hanya Ingin Ditetapkan”
Pa Sadi, selaku Koordinator Masyarakat Penghuni RW 010 Kelurahan Pulo Gadung, menegaskan bahwa perjuangan warga bukanlah untuk mencari keuntungan, melainkan untuk mendapatkan pengakuan hukum atas tanah yang telah mereka huni sejak tahun 1990-an.
“Kami sudah tinggal di sini puluhan tahun, membangun rumah, membayar pajak, dan menjaga lingkungan kami sendiri. Kami punya Surat Garap dari Lurah tahun 2016, artinya pemerintah sudah tahu keberadaan kami. Sekarang kami hanya ingin ada kepastian—tanah ini ditetapkan sebagai hak kami secara resmi,” ujar Pa Sadi.
Ia menjelaskan, warga RW 010 selama ini hidup damai dan tertib hukum. Mereka bahkan menunjuk kuasa hukum resmi untuk mendampingi proses administrasi dan memastikan langkah-langkah hukum ditempuh sesuai peraturan perundang-undangan.
“Kami tidak ingin melanggar hukum, kami justru ingin dilindungi oleh hukum. Harapan kami sederhana: hak atas tanah kami dikukuhkan oleh negara,” tegasnya.
Konteks Hukum: Tanah Negara yang Layak Ditetapkan Sebagai Hak Rakyat
Berdasarkan dokumen hukum dan kronologi yang dihimpun, tanah RW 010 Pulo Gadung merupakan bekas Eigendom Verponding No. 5934 atas nama OEY KIM ENG, yang tidak pernah dikonversi sejak UUPA berlaku. Berdasarkan Aturan Konversi dalam UUPA, semua hak barat yang tidak dikonversi dalam 20 tahun secara otomatis menjadi tanah yang dikuasai negara.
Dengan penguasaan warga lebih dari 30 tahun, disertai bukti administratif berupa Surat Garap resmi dari Lurah tahun 2016, maka dasar hukum untuk pengukuhan hak sangat kuat. Hal ini sejalan dengan prinsip hukum agraria bahwa penguasaan tanah secara terus-menerus dan beritikad baik dapat menjadi dasar pemberian hak milik.
“Tidak ada dasar hukum bagi pejabat untuk menolak pengukuhan ini. Justru penundaan pengukuhan akan memperpanjang ketidakpastian hukum dan membuka potensi sengketa di kemudian hari,” ungkap Dadan Nugraha.
Desakan Akhir: Pemerintah Harus Menetapkan Hak Warga RW 010
Kantor Hukum Dadan Nugraha mendesak agar Kementerian ATR/BPN, Walikota Jakarta Timur, dan Lurah Pulo Gadung segera menindaklanjuti proses pengukuhan hak atas tanah warga RW 010.
Langkah ini penting untuk memberikan kepastian hukum, keadilan agraria, serta bukti nyata bahwa negara hadir untuk rakyat kecil.
“Sudah waktunya negara mengembalikan hak rakyat atas tanah yang telah mereka rawat dan perjuangkan puluhan tahun. Pemerintah tidak boleh diam dalam urusan seadil ini,” tutup Dadan Nugraha, S.H.
DIKDIK SODIKIN, SH KAPERWIL JAWA BARAT