Nahas, Kohabitasi Berujung Mutilasi

Sinarpos.com || Opini – Fenomena kohabitasi atau tinggal bersama tanpa ikatan pernikahan kini semakin marak di tengah generasi muda. Dianggap wajar, gaya hidup ini kerap dibenarkan dengan alasan ingin lebih mengenal pasangan sebelum menikah, menghemat biaya hidup, atau mengikuti tren global.

Sayangnya, praktik ini justru membuka ruang bagi konflik emosional, pelecehan, bahkan tindak kriminal yang merenggut nyawa.

Seperti yang terjadi beberapa waktu lalu, masyarakat dikejutkan oleh kasus mutilasi seorang perempuan muda di Jawa Timur. Bagian tubuh korban ditemukan berserakan di Mojokerto, sementara ratusan potongan lainnya tersimpan di kamar kos pelaku di Surabaya.

Ironisnya, pelaku adalah kekasih korban sendiri. Hanya karena persoalan sepele—tidak dibukakan pintu kos serta tuntutan ekonomi—hubungan itu berubah menjadi tragedi mengenaskan.

Cermin Liberalisasi Pergaulan

Kasus ini tidak bisa dilepaskan dari tren liberalisasi pergaulan sosial. Kohabitasi yang awalnya sekadar “tinggal bersama” tanpa ikatan pernikahan, ternyata membawa konsekuensi serius.

Hubungan tanpa kejelasan status rentan menimbulkan kekecewaan, tuntutan ekonomi yang tidak seimbang, hingga kekerasan fisik.

Psikolog memang menyebut ada tiga alasan pasangan memilih kohabitasi: kemauan bersama tanpa paksaan, pertimbangan biaya hidup, dan tujuan bersama yang disertai batasan. Namun faktanya, batasan itu nyaris mustahil ditegakkan. Hubungan yang dibangun di luar ikatan sakral pernikahan rawan diliputi hawa nafsu, ego, dan ketidakpastian.

Sebab Normalisasi Kohabitasi

Normalisasi kohabitasi semakin diperparah dengan derasnya arus globalisasi dan budaya populer. Film, serial, dan konten digital sering menggambarkan tinggal bersama sebagai hal lumrah. Media sosial pun memperkuat tren itu, membuat banyak generasi muda menganggap pernikahan tidak lagi penting.

Padahal, kohabitasi bertentangan dengan norma agama dan nilai budaya bangsa. Islam menegaskan bahwa pernikahan adalah jalan mulia untuk menjaga kehormatan, keturunan, serta ketenteraman hidup. Jika ikatan ini ditinggalkan, maka risiko terjerumus dalam dosa, kerusakan moral, hingga kriminalitas tragis semakin besar.

Solusi dalam Islam Kaffah

Islam menawarkan solusi menyeluruh (kaffah) untuk mencegah kerusakan sosial akibat kohabitasi:

1. Menutup Jalan Maksiat (Sadd al-Dzari’ah).

Islam melarang khalwat (berdua-duaan dengan lawan jenis tanpa mahram) dan ikhtilat bebas. Larangan ini bukan membatasi kebebasan, tetapi mencegah peluang munculnya fitnah dan dosa yang lebih besar.

2. Mewajibkan Pernikahan sebagai Jalan Sah.

Islam menempatkan pernikahan sebagai institusi sakral yang melindungi martabat laki-laki dan perempuan. Dengan pernikahan, hak dan kewajiban jelas, hubungan halal, dan kehidupan rumah tangga berada dalam bingkai ibadah.

3. Membangun Pendidikan Iman dan Akhlak.

Generasi muda perlu dibekali pemahaman agama sejak dini. Pendidikan bukan hanya soal akademis, tetapi juga penguatan iman, kontrol diri, dan kesadaran bahwa hubungan tanpa ikatan syar’i adalah jalan kehancuran.

4. Kontrol Sosial dari Masyarakat dan Negara.

Dalam Islam kaffah, masyarakat berperan saling menasihati dalam kebaikan, sementara negara wajib menghadirkan aturan tegas yang melindungi generasi dari gaya hidup bebas. Negara harus memastikan sistem sosial, hukum, dan pendidikan berjalan sesuai syariat Islam.

Penutup

Kasus mutilasi di Jawa Timur bukan sekadar kejahatan individu, melainkan refleksi dari rusaknya tatanan pergaulan akibat liberalisasi. Kohabitasi yang dianggap sepele, ternyata membuka jalan pada tragedi kemanusiaan.

Islam kaffah hadir dengan solusi menyeluruh, bukan hanya melarang, tetapi juga memberikan jalan keluar: menjaga pergaulan, menikah secara sah, memperkuat iman, serta menghadirkan peran masyarakat dan negara. Hanya dengan kembali pada syariat Islam secara total, generasi muda bisa selamat dari jebakan gaya hidup bebas yang berujung pada nestapa.

Oleh : Robiyatun ( Pegiat Literasi)

BERITA TERKAIT

BERITA KHUSUS (VIDEO STREAMING)

Kasus Penyerobotan Lahan 1.564 Hektare Mukhtar & Srimahyuni: Ratu Prabu 08 Surati Polres dan Kuasa Hukum Desak Polres Bertindak Tegas

Kasus Penyerobotan Lahan 1.564 Hektare Mukhtar & Srimahyuni: Ratu Prabu 08 Surati Polres dan Kuasa Hukum Desak Polres Bertindak Tegas

Exhumasi Imam Komaini Sidik: Bongkar Tabir Kebohongan Kasus Pembunuhan di Rimbo Bujang

Exhumasi Imam Komaini Sidik: Bongkar Tabir Kebohongan Kasus Pembunuhan di Rimbo Bujang

GIIAS 2025

Belasan Media Nasional Kawal Kasus Kematian Imam Komaini Sidik: Dugaan Pembunuhan Terencana, Hanya Satu Tersangka Ditahan?

Belasan Media Nasional Kawal Kasus Kematian Imam Komaini Sidik: Dugaan Pembunuhan Terencana, Hanya Satu Tersangka Ditahan?

Keluarga Korban Pembunuhan Imam Komaini Sidik Desak Pengungkapan Komplotan Pelaku: “Kami Percaya Ini Bukan Ulah Satu Orang”

Keluarga Korban Pembunuhan Imam Komaini Sidik Desak Pengungkapan Komplotan Pelaku: “Kami Percaya Ini Bukan Ulah Satu Orang”

Kantor Penasehat Hukum Hendri C Saragi, SH Desak Otopsi Jenazah Imam Komaini Sidik Oleh Tim Medis TNI: Mengungkap Tabir Kematian yang Penuh Tanda Tanya

Kantor Penasehat Hukum Hendri C Saragi, SH Desak Otopsi Jenazah Imam Komaini Sidik Oleh Tim Medis TNI: Mengungkap Tabir Kematian yang Penuh Tanda Tanya
error: Maaf.. Berita ini di protek