
SINARPOS.com Muara Bungo, 24 September 2025 👉🏻 Sejumlah lembaga hukum, LSM, dan tokoh masyarakat di Kabupaten Tebo menyatakan dukungan penuh terhadap langkah hukum yang akan ditempuh Mukhtar dan Sriwahyuni. Keduanya mengaku mengalami ancaman setelah tiga pria tak dikenal mendatangi rumah Sriwahyuni pada 16 September 2025, sekitar pukul 03.00 WIB, dengan cara menggedor-gedor pintu rumah di waktu yang tidak wajar.
Peristiwa tersebut diduga erat kaitannya dengan sengketa lahan seluas 1.564 hektare di Desa Lubuk Madrasah, Kecamatan Tengah Ilir, Kabupaten Tebo, yang dilaporkan telah diserobot dan dijual secara sepihak oleh oknum kepala desa kepada pihak ketiga.
Dukungan Lembaga Hukum dan LSM

Ketua DPC Ratu Prabu 08 Kabupaten Bungo, Laiden Sihombing, menegaskan bahwa peristiwa yang menakutkan itu sudah disampaikan secara lisan kepada anggota Polres Tebo di Sungai Bengkal. Pihaknya menilai, kedatangan orang tak dikenal tersebut patut dicurigai sebagai bentuk intimidasi terhadap Mukhtar dan Sriwahyuni.
Hal senada disampaikan oleh Phendos, Ketua LSM LPK Provinsi Jambi, yang bersama sejumlah pengurus LSM dan awak media berkomitmen untuk mendampingi Mukhtar dan Sriwahyuni saat membuat laporan resmi ke Polres Tebo pada Kamis, 25 September 2025.
“Ini bukan sekadar perkara pribadi, melainkan persoalan hukum yang menyangkut keadilan rakyat. Bila dibiarkan, kasus ini dapat menjadi preseden buruk dan merusak rasa aman masyarakat,” tegas Phendos.
Analisis Penegak Hukum: Adanya Dugaan Suruhan Oknum

Beberapa penegak hukum yang mengikuti kasus ini berpendapat bahwa aksi intimidasi tersebut bukan spontan, melainkan terindikasi ada pihak yang menyuruh dengan imbalan untuk menggagalkan upaya hukum Mukhtar dan Sriwahyuni.
Salah satu penasihat hukum yang ditemui media di Jalan Dahlia, Muara Bungo, pada 24 September 2025 menyatakan, meskipun tidak bisa langsung menuduh, ada dugaan kuat bahwa tiga pria tersebut merupakan suruhan pihak yang terlibat dalam sengketa tanah.
“Ini bagian dari tekanan psikologis. Namun bukti dan saksi akan menentukan di ranah penyidikan kepolisian,” jelasnya.
Menurut ST Lubis, Advokat dan Penasehat Hukum DPC Ratu Prabu 08 Kabupaten Tebo, tindakan intimidasi dengan cara mendatangi rumah warga pada dini hari sudah masuk kategori tindak pidana.

“Peristiwa ini wajib dilaporkan karena merupakan bagian dari ancaman sebagaimana diatur dalam Pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan dan ancaman kekerasan, serta dapat dikaitkan dengan Pasal 368 KUHP tentang pemerasan atau intimidasi. Kepolisian wajib memberi perlindungan hukum kepada korban, apalagi sudah ada saksi yang melihat kejadian tersebut,” tegas ST Lubis.
Langkah Kepolisian dan Pemantauan Kasus
Meski laporan resmi belum diajukan, Polsek Sungai Bengkal bersama Polres Tebo telah menurunkan tiga anggota untuk mengawasi kondisi keamanan Mukhtar dan Sriwahyuni. Pengamanan dilakukan agar keduanya tidak menjadi korban tindak kekerasan.
Selain itu, kasus ini juga tidak bisa dilepaskan dari laporan penyerobotan lahan 1.564 hektare yang sebelumnya telah disampaikan Mukhtar dan Sriwahyuni pada 3 September 2025. Diduga, tanah tersebut dijual oknum kepala desa Lubuk Madrasah kepada banyak pihak, sehingga berpotensi menimbulkan konflik horizontal yang lebih luas.

Kasus ini mendapat perhatian bukan hanya dari elemen lokal, tetapi juga dari advokat asal Lampung, ormas, dan sejumlah lembaga hukum nasional. Mereka menyatakan siap berkolaborasi untuk memastikan kasus penyerobotan lahan ini diproses secara hukum hingga tuntas.
Kasus ini semakin kompleks karena melibatkan oknum kepala desa yang seharusnya menjadi pelindung rakyat, tetapi justru diduga berperan sebagai aktor penyerobotan lahan. Dengan adanya dukungan dari LSM, advokat, dan tokoh masyarakat, publik berharap aparat penegak hukum dapat bertindak tegas dan menegakkan hukum tanpa pandang bulu.
“Negara tidak boleh kalah dengan mafia tanah. Proses hukum harus berjalan transparan agar rakyat kecil tidak menjadi korban berulang kali,” tegas salah satu advokat pendamping.
Sengketa Lahan 1.564 Hektare: Dugaan Keterlibatan Kepala Desa

Sejumlah saksi dan dokumen lapangan menyebutkan bahwa Kepala Desa Lubuk Madrasah berperan aktif dalam transaksi jual beli lahan yang seharusnya dilindungi hak kepemilikannya. Dugaan keterlibatan aparatur desa dalam kasus ini sangat serius karena melibatkan penyalahgunaan wewenang jabatan publik.
Jika terbukti, kepala desa berpotensi dijerat dengan kombinasi hukum pidana umum, hukum perdata, serta hukum khusus tindak pidana korupsi, yaitu :
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
- Pasal 385 KUHP: Penyerobotan tanah, dengan ancaman pidana penjara maksimal 4 tahun.
- Pasal 167 KUHP: Memasuki pekarangan orang lain tanpa izin, dengan ancaman pidana 9 bulan penjara.
- Pasal 263 KUHP: Pemalsuan surat, dengan ancaman pidana penjara maksimal 6 tahun.
- Pasal 372 KUHP: Penggelapan, dengan ancaman pidana penjara maksimal 4 tahun.
- Pasal 335 KUHP: Perbuatan tidak menyenangkan dan intimidasi.
- Pasal 421 KUHP: Penyalahgunaan wewenang oleh pejabat, dengan ancaman pidana maksimal 2 tahun 8 bulan.
- Undang-Undang Desa (UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa)
- Pasal 29 huruf a dan b: Kepala desa wajib memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, UUD 1945, serta mempertahankan keutuhan NKRI.
- Pasal 29 huruf d dan e: Kepala desa wajib menyelenggarakan pemerintahan desa secara jujur, adil, dan transparan.
- Pasal 29 huruf g: Kepala desa wajib mentaati seluruh peraturan perundang-undangan.
- Bila melanggar, kepala desa dapat diberhentikan sesuai Pasal 40 ayat (2) UU Desa.
- Undang-Undang Tipikor (UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001)
- Pasal 2 ayat (1): Setiap orang yang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain yang merugikan keuangan negara dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun.
- Pasal 3: Setiap orang yang menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana karena jabatan yang merugikan keuangan negara dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun.
- KUHPerdata
- Pasal 1365 KUHPerdata: Tuntutan perdata dapat diajukan atas dasar perbuatan melawan hukum untuk memulihkan hak dan meminta ganti kerugian.
Tahapan Proses Hukum yang dapat ditempuh Sriwahyuni dan Mukhtar :

- Pelaporan resmi ke Polres Tebo atas ancaman dan penyerobotan lahan.
- Pemeriksaan saksi dan bukti dokumen (sertifikat, SPPT PBB, SKT, riwayat kepemilikan).
- Mediasi di BPN untuk verifikasi status hukum tanah.
- Gugatan perdata di PN atas dasar perbuatan melawan hukum.
- Proses pidana jika terbukti ada pemalsuan dokumen, penyerobotan, atau penyalahgunaan jabatan oleh kepala desa.
- Upaya hukum lanjutan: banding, kasasi, dan Peninjauan Kembali.
- Perlindungan korban dan saksi oleh LPSK untuk mencegah intimidasi lanjutan.
➡️ **Laiden Sihombing